Aji Pengasihan Sri Widara

Aji Pengasihan Sri Widara

Ilmu pengasihan merupakan salah satu bagian dari mitos nan terbentuk dari masyarakat. Tidak sedikit orang nan percaya pada ilmu pengasihan, banyak pula nan menggunakan ilmu pengasihan sebagai ladang mencari pakaian dan pangan. Sebenarnya, ilmu pengasihan itu memiliki mitos. Mitos merupakan bagian dari tradisi lisan nan juga terbentuk di suatu masyarakat.

Mitos berasal dari bahasa Yunani nan artinya sesuatu nan diungkapkan, sesuatu nan diucapkan, misalnya cerita. Secara lengkap, mitos ialah cerita nan bersifat simbolik dan kudus nan mengisahkan serangkaian cerita konkret ataupun imajiner.

Di dalamnya berisi asal-usul dan perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewa, kekuatan supranatural, pahlawan, manusia, dan masyarakat eksklusif nan berfungsi buat meneruskan dan menstabilkan kebudayaan, menyajikan petunjuk-petunjuk hidup, mengesahkan aktivitas budaya, memberi makna hayati manusia, dan memberikan model pengetahuan buat menjelaskan hal-hal nan tak masuk akal dan pelik.

Sementara, tradisi lisan berasal dari pembahasan mengenai foklor. Foklor dibedakan menjadi tiga, yaitu foklor lisan, foklor sebagian lisan, dan foklor material (Danandjaja, 2002:22:189). Pada foklor lisan, hampir selurih materialnya ialah lisan, dan biasanya mempunyai tradisi penuturan lisan.

Tradisi penuturan tersebut ada nan masih aktif ada nan pasif (tinggal dokumen seni saja). Hal nan sama juga berlaku pada foklor sebagian lisan, tetapi materialnya tak seluruhnya lisan, misalnya: perangkat ceremonial dan upacara-upacara. Baik foklor lisan, sebagian lisan, maupun foklor material (bukan lisan), tradisi penuturannya akan menghasilkan tradisi lisan, dan dokumen tradisi lisan juga dapat dituturkan kembali menjadi tradisi lisan, sehingga terjadi siklus tradisi lisan.

Dengan demikian, sastra, bahasa, permainan, dan pertunjukan, tradisi penuturannya tetap berjalan. Misalnya, ada sastra lisan nan tradisi penuturannya terjadi stagnasi. Sastra lisan nan tradisi penuturnya mandeg, tetap disebut tradisi lisan, tetapi tradisi lisan pasif.

Dalam konteks budaya Jawa, menurut Endraswara (2003) mitos ialah cerita sakral dan terkait dengan tokoh nan dipuja-puja, hanya bisa dijumpai dalam global khayal, merujuk pada hal-hal penting, dan terjadi sahih atau tidak, dalam mitos buktinya tak dipentingkan. Mitos menjadi suatu kebenaran nan tak dapat diganggu gugat menyangkut kebenaran suci. Karena itu, mitos bukan sekedar dongeng.

Mitos memberikan model nan dijadikan surat keterangan tindakan dan sikap hayati manusia. Tindakan nan dimaksud ialah tindakan spiritual-religius, bukan tindakan profan sehari-hari. Mitos mengandung kebenaran mutlak nan tak dapat diganggu gugat. Kebenaran nan ada dalam mitos akan membentuk kekuatan-kekuatan religius seperti pada ilmu pengasihan.

Cinta rupanya cerita paling tua dalam kehidupan manusia. Cinta muncul sebagai perekat interaksi pria-wanita. Pasangan itu diadakan oleh Tuhan buat menjaga ekuilibrium hidup. Dalam mitos Jawa-Hindu, Bathara Guru menciptakan Dewi Uma sebagai istrinya sendiri. Dalam mitos Dayak-Nganju, Ranying Hatala Langit menciptakan Dewa Kangkalingen berjodoh dengan Dewi Jatha Bawalang Bulau.Keduanya kemudian menciptakan sepasang manusia pertama, Manyamei dan Tempon Tiawun sebagai manusia pertama nan turun ke bumi.

Dalam mitos Nias, Sumatera Utara, Tuhan bernama Sihai menciptakan lelaki pertama Tuha Sangeha-ngehao, dan menciptakan Buruti Sangaewa-ngaewa sebagai istrinya. Dalam mitos aga, sebab takdirnya diturunkan ke global dan beranak cucu sampai bumi hampir penuh.

Kisah cinta tersebut berkembang sampai saat ini dalam berbagai versi dan berbagai bangsa. Bahkan dalam masyarakat Jawa romansa itu tak hanya ada pada dewa dan manusia, tetapi juga pada binatang Mimi dan Mintuna. Mimi dan Mintuna ialah sepasang ikan nan sangat setia. Kemanapun pergi selalu berdua.

Karena itu, dalam masyarakat Jawa, orang tua selalu mendoakan anaknya nan baru menikah dengan ucapan, “Semoga selalu rukun sampai tua seperti Mimi dan Mintuna.” Dalam tradisi Jawa, romansa Bathara Guru-Dewi Uma, Dewa Kamajaya-Dewi Ratih, Rama-Sinta, Janaka-Srikandi, dan Prana Citro-Roro Mendut, menimbulkan cerita baru tentang kisah perburuan cinta. Untuk mendapatkan cinta, seseorang berjuang keras. Bahkan sampai dengan memanfaatkan mantra-mantra khusus. Mantra-mantra itu terkenal dengan ilmu pengasihan.



Misalnya saja: Aji Jaran Goyang

Bismillahirrahmanirrahim.

Niat ingsun amatek ajiku aji

Jaran Goyang Aku, (sebut nama), tak jaluk tekamuTulungono aku,

golekono jabang bayine (sebut nama)

Yen turu tangekno

Yen lungguh dhodokno

Yen waras edanno

Ojo mari nek durung pethuk aku,

(sebut nama)Sluman slumun slamet

Slamet saking kersane Gusti Allah

Amin, amin, amin....

Terjemahan:

Dengan menyebut nama Allah Yang Mahakasih-sayang

Kupanggil ajianku aji Sporadis Goyang

Aku (sebut nama) kuminta datangmu

Tolonglah aku, carilah roh bayi si (sebut nama)

Jika tidur bangunkan

Jika duduk jongkokkan

Jika sehat gilakan

Jangan sembuh kalau tak berjumpa aku, (sebut nama)

Sluman slumun selamat

Selamat sebab kehendak Allah Amin, amin, amin ....



Aji Pengasihan Setan Kober

Niat ingsun matek aji, ajiku si setan kober

Adang kelang maneh

Keberang tapih pinjung wae ora keber

Aja ketok sapa-sapa, ketaka jabang bayiku

Aja mandeng sapa-sapa

Madenga saya (sebut nama), ayo (sebut nama)

Sun matak aji, ajiku setan kober

Aja cacak jabang bayine (sebut nama) gak meluwa

Tiba turu tangekna

Tiba tangi lungguhna

Lumaku maring ingsun

La illaha ilallah Muhammadur rasulullah

Semar teka diguyoni

Semar lunga ditangisi

Matek ajine wong sak jagad

Asiha marang badan ingsun

La illaha ilallah Muhammadur Rasulullah

Terjemahan:

Kupanggil ajianku si aji Setan Kober

Tanak nasi kering kembali

Kain jarit takkan menggodaku

Jangan terbayang siapapun, terbayanglah wajahku

Jangan pandang siapapun

Pandanglah saya (sebut nama), ayo (sebut nama)

Kupanggil ajianku si Seta Kober

Jangankan bayi (sebut nama) takkan ikut

Jatuh tertidur bangunkan.jatuh terduduk jalankan

Berjalan kepadakuTiada Tuhan selain Allah Muhammad utusan Allah

Semar datang diajak kelakar

Semar pergi ditangisi

Memanggil ajinya orang sejagad

Kasihlah kepadakuTiada Tuhan selain Allah Muhammad utusan Allah



Aji Pengasihan Sri Widara

Ajiku Sri Widara

Esemku Dewi Supraba

Liringku Dewi Ratih

Sing andeleng teka welas asih

Teka dhemen teka kangen menyang ing jiwaku

Saking kersaning Allah

Terjemahan:

Ajiku Sri WidaraSenyumku

Dewi Supraba

Wajahku Dewi Ratih

Yang melihat belas kasih

Terpesona rindu jiwaku

Karena kehendak Allah

Dalam kehidupan manusia modern, mitos mulai ditinggalkan. Akan tetapi, manusia modern tak dapat sepenuhnya terlepas dari mitos. Ketergantungan itu ditunjukkan dengan masih adanya sikap-sikap mistis, utamanya saat manusia modern terbentur dengan kesulitan hayati nan di luar jangkauan kekuatan manusia.

Mitos-mitos dalam manusia modern merosot dalam bentuk legenda, epos, dan balada. Dalam kondisi seperti ini, mitos-mitos masyarakat religius-arkhais mengalami desakralisasi. Hal ini menurut Mircea Eliade disebabkan oleh pola pikir nan serba rasionalistis, walaupun tak semua kenyataan kehidupan ini dapat dipahami oleh rasio manusia.

Ada Ilmu pengasihan nan bersifat umum, artinya ditujukan kepada semua orang nan melihat agar jadi sayang dan asih. Ilmu pengasihan jenis ini lebih menonjolkan aura kharismatik, ketampanan, kecantikan (inner beauty) dari diri sang perapal ilmu pengasihan.

Ilmu pengasihan spesifik artinya ilmu pengasihan nan spesifik hanya ditujukan kepada seseorang saja, agar orang tersebut jatuh cinta kepada orang nan merapal ilmu pengasihan. Jenis ini orang awam sering menyebutnya sebagai ilmu pelet.

Ciri khas ilmu pengasihan generik bisa dicermati dari rapal doa / mantra-nya nan tak ada penyebutan nama seseorang nan dituju. Jadi bersifat umum, ditujukan buat semua orang nan memandang. Cinta ditolak dukun bertindak, rupanya pepatah ini kerap kali menjadi bahan pertimbangan mereka-mereka nan sedang patah hati sehingga tak menutup kemungkinan mereka bertandang ke dukun dan memanfaatkan ilmu pengasihan nan telah menjadi mitos dan tradisi lisan dan suatu masyarakat.