Tulisan Arab dan Pembelajarannya
Indonesia hampir 90% warga negaranya menganut agama Islam, kitab suci, doa dan hadits-hadits nan ada ditulis dengan tulisan arab . Otomatis, selain abjad alfabet, huruf hijaiyah alias tulisan arab menjadi akrab di masyarakat. Pada zaman dahulu, ketika Islam belum masuk ke Indonesia, tulisan di Indonesia dipengaruhi oleh tulisan Hindu. Biasanya mereka memakai aksara Jawa.
Itu terlihat dari banyaknya peninggalan nan di dalamnya terdapat tulisan aksara Jawa, atau huruf Kawi. Namun, ketika para pedagang dari Gujarat, Persia, India masuk ke Indonesia., mulailah dikenalkan tulisan arab nan kemudian tulisan arab ini diserap ke dalam bahasa Melayu sehingga menjadi aksara melayu.
Padahal bentuk tulisannya tulisan arab gundul. Cara pengejaannya pun disesuaikan dengan pengejaan nan ada di dalam bahasa Melayu lama. Itulah pertama kalinya bahasa Arab sungguh-sungguh diserap oleh bangsa Indonesia lewat tulisannya.
Tulisan Arab dan Huruf Melayu
Sebagaimana diceritakan di atas, tulisan arab nan mula-mula dikenalkan oleh para penganut Islam nan datang berdagang di Kepulauan Nusantara nan kemudian diserap oleh bangsa kita dan diadaptasi menjadi bahasa Melayu. Hal ini terlihat dari berbagai inovasi prasasti tulisan melayu nan berupa tulisan arab gundul di beberapa perkamen sejarah.
Misalnya, perkamen nan menuturkan sejarah kerajaan di Sumatera, rata-rata perkamen itu ditulis dengan tulisan arab gundul. Ada juga tulisan surat Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainal Abidin dari Batam kepada Belanda buat membeli sesuatu senilai 100.000 gulden di tahun 1684. Ada juga surat nan ditinggalkan oleh Raja Ali dari Riau buat bangsa Belanda. Semua tertulis dengan tulisan arab gundul.
Ketika pengaruh kaum Hindu begitu kuat, banyak sekali prasasti atau hikayat nan ditulis dengan huruf kawi, seperti serat centini. Dan tepat setelah para pedagang muslim memasukkan ajaran Islam ke dalam kehidupan masyarakat melayu Indonesia, maka penguasaan kisah-kisah heroic sudah ditulis dengan tulisan arab.
Contohnya ialah Hikayat Banjar nan bahasa aslinya ditulis dengan huruf Arab, nan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, kemudian diterjemahkan ulang ke Bahasa Indonesia lama, berakhir dengan diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Indonesia kini.
Mula-mula pengaruh tulisan arab ini dibawa oleh para pedagang muslim lewat Al-Qur’an. Sebagai kitab suci, para pedagang muslim itu memperkenalkan huruf hijaiyah dan tulisan arab pertama kali lewat bacaan Al-Qur’an (beberapa Al-Qur’an bersejarah nan ditulis dengan tangan tersimpan rapih di National Library of Indonesia). Kefanatikan akan agama menyebabkan penggunaan huruf Jawa atau Kawi pun bergeser dan berganti dengan penggunaan tulisan arab.
Namun, sebab bahasa nasional kala itu ialah bahasa Melayu, tentu tak mungkin pula mengganti bahasa menjadi bahasa Arab. Akhirnya tulisan arab itu diadaptasi menjadi tulisan arab dengan pengejaan melayu.
Tulisan Arab - Pergantian Bentuk Tulisan dari Masa ke Masa
Ketika Hindu berjaya, tulisan nan beredar di kerajaan maupun masyarakat ialah tulisan menggunakan huruf Kawi atau disebut tulisan Jawa Kuno. Namun, penetrasi Islam menggeser bentuk penggunaan tulisan Kawi ke dalam tulisan arab gundul.
Lalu, ketika masuk para penjajah macam Portugis, Spanyol, maupun Belanda, kembali menggeser bentuk tulisan arab ke tulisan alfabet seperti nan kita kenal sekarang. Menyingkirnya tulisan Kawi membuat tulisan itu pun menjadi tulisan “kuno” nan tak dipakai lagi sekarang. Yang dapat membacanya pun terbatas, dan penggunaannya pun sudah dilupakan.
Begitupun ketika tulisan arab gundul tersingkir oleh alfabet. Tulisan itu menghilang dan hanya tersisa sejarahnya saja. Namun, beberapa orang-orang tua zaman dahulu nan sempat memelajari tulisan arab gundul ini masih dapat membacanya dengan baik, bahkan mereka lebih menguasai membaca tulisan arab gundul ketimbang membaca tulisan alfabet.
Penjajahan sekian lama telah menyebabkan perlahan-lahan semua residu tulisan di masa lampau hanya jadi catatan sejarah, nan tak dikenal atau digauli oleh anak-anak muda sekarang. Namun, bukan berarti tulisan arab akan menjadi sejarah begitu saja. Inilah keistimewaan tulisan arab.
Tulisan arab melayu memang sudah punah, tapi tak dengan tulisan arab nan sebenarnya. Kenapa? Karena kitabnya orang muslim ialah Al-Qur’an dengan tulisan arab, dan akan tetap begitu sampai akhir zaman. Bagi umat muslim, membaca Al-Qur’an ialah kewajiban, karena itu setiap muslim harus mengenal tulisan arab, mulai dari huruf hijaiyah sampai pada merangkai huruf-huruf menjadi sebuah tulisan arab nan dapat dibaca.
Kewajiban membaca Al-Qur’an mengharuskan tiap muslim mewariskan kemampuan membaca tulisan arab pada generasi selanjutnya. Oleh karena itu, tulisan arab tak akan pernah mati.
Tulisan Arab dan Pembelajarannya
Berhubung Al-Qur’an ialah kitab kudus orang Islam, dan berhubung lagi Indonesia penduduknya 90% beragama Islam, sosialisasi tulisan arab menjadi salah satu kewajiban. Bagaimana dapat membaca Al-Qur’an kalau tak mengenal huruf Hijaiyah? Di tahun delapan puluhan, cara mengajar tulisan arab mengunakan tehnik pembacaan eja nan dilagukan.
Pengenalan huruf dengan menggunakan lagu dirasa lebih efektif merangsang daya ingat anak. Namun, situasi berubah sekarang. Para pengajar tulisan arab ingin lebih mengefektifkan pembelajaran tulisan arab dan berharap lebih cepat diajarkan pada anak-anak, akhirnya muncul tehnik iqro. Tehnik ini tak menggunakan lantunan, namun penyamaan bunyi kata.
Pembelajaran Iqro mengubah tehnik lama nan dianggap tak efektif lagi. Sejak muncul pembelajaran tulisan arab menggunakan tehnik Iqro, maka bermunculanlah TPA-TPA nan spesifik mengajarkan anak-anak membaca Al-Qur’an. Penggalakan membaca Al-Qur’an pun ditingkatkan. Langkah ini diambil sebab mulai menyusutnya para peminat Al-Qur’an, terutama di kalangan anak muda. Akhirnya banyak organisasi islam nan kemudian rutin melakukan pengajian, sosialisasi Al-Qur’an dan tulisan arab.
Tulisan Arab, Al-Qur’an, Di Masa Mendatang
Allah sudah menjanjikan akan melanggengkan Al-Qur’an sampai hari kiamat. Dan sampai saat ini, setelah kurang lebih lima belas abad Al-Qur’an terus ada dengan bahasa aslinya. Banyak sudah terjemahan Al-Qur’an ke dalam majemuk bahasa, namun tak pernah menghilangkan bentuk aslinya. Janji Allah tengah bekerja.
Al-Qur’an memang berbeda dengan kebanyakan kitab lain nan sudah hilang tulisan aslinya sebab banyak nan hilang, atau sengaja dihilangkan sehingga menimbulkan konkurensi di kalangan penganutnya sendiri. Seperti kitab Injil, nan kitab aslinya sendiri pun sudah hilang tak diketahui rimbanya lagi, apalagi jenis tulisan nan digunakan dalam kitab injil yaitu bahasa Ibrani pun menghilang dan seolah terhapus dari sejarah.
Berarti, satu hal nan niscaya terjanjikan, apapun nan terjadi, dan berapa banyak perubahan jenis huruf atau mungkin kemusnahan suatu tulisan, tak akan pernah memusnahkan tulisan arab dari muka bumi. Karena Al-Qur’an ditulisan dengan tulisan arab. Itu juga merupakan indikasi bahwa akan selalu ada negara-negara nan menggunakan tulisan arab dan huruf hijaiyah sebagai tulisan dan huruf nasional mereka.
Itu pun berlaku di Indonesia. Boleh saja tulisan arab gundul hilang dari ranah Indonesia dan hanya tinggal residu sejarah, tapi tulisan arab nan sebenar-benarnya tak akan hilang dan musnah di Indonesia, selama penganut agama islam masih bertebaran di Indonesia. Walau pengguna bahasa arab sendiri di Indonesia sedikit, tapi dapat dipastikan orang nan dapat membaca tulisan arab jutaan jumlahnya di negeri ini.
Baik itu kalangan miskin atau pun kaya. Baik itu membaca dengan terbata-bata ataupun dengan lancar, sebab tulisan arab sudah berbaur menjadi satu dengan siklus keagamaan kita, yaitu agama islam. Tulisan arab ialah salah satu ritualnya. Jadi, mari terus galakkan membaca tulisan arab dan bimbinglah kaum muda Islam buat mengenal Al-Qur’an sedari dini dengan belajar mengenal huruf hijaiyah.