Pendustaan Nikmat Sebagai Jalan Siksa Kubur
Siapa tidak takut siksa kubur ? Rasa-rasanya setiap manusia nan hayati kemudian akan merasa takut jika sudah mendengar siksa kubur. Kita begitu takut dan risi akan mengalami siksa kubur ketika di alam kubur nanti setelah meninggal. Siksa kubur menjadi momok nan terasa begitu horor bagi siapa pun nan mendengarnya, tidak terkecuali bagi mereka nan sudah cukup taat sekalipun. Sebab tidak ada siapa nan tahu bahwa dirinya akan selamat, akan luput dari siksa kubur.
Siksa kubur acapkali dianggap sebagai neraka nan menguntit kita setiap saatnya karena setiap saat kita begitu dekat dengan kematian. Kita tidak pernah tahu kapan kita akan meninggal. Kita tidak pernah tahu kapan terakhir kita akan berjumpa dengan keluarga, saudara, sahabat, teman, dan orang-orang di sekeliling kita.
Kita tidak pernah tahu kapan terakhir kita akan menikmati segala sesuatu nan dapat kita nikmati saat ini. Seperti hal-hal kecil: bercengkerama, makan, jalan-jalan, menikmati pemandangan, dan hal kecil lainnya nan menjadi rutinitas keseharian.
Ketika meninggal nanti, kita pun tak tahu apakah kematian kita tak diduga oleh banyak orang? Apakah kematian kita meninggalkan banyak kesedihan bagi orang-orang di sekeliling kita? Apakah kematian kita akan begitu latif atau malah kematian kita akan begitu mengenaskan?
Kita tidak pernah tahu kapan ajal datang dan bagaimana caranya. Kita hanya berharap ajal itu datang pada saat nan tepat: saat kita benar-benar dalam keadaan baik, saat sadar akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan, saat ikhlas dan benar-benar siap menghadapinya. Saat itulah mungkin saat kita pun konfiden bahwa kematian itu latif dan damai datangnya. Saat itu pulalah kita pun konfiden bahwa kita akan dijauhkan dari siksa kubur, siksaan nan dikisahkan begitu menyeramkan.
Pertanyaan Kubur, Pembuka Siksa Kubur
Siksa kubur merupakan pembalasan permulaan atas konduite nan kita lakukan semasa hayati di dunia. Pendustaan terhadap Tuhan dan segala anugerah-Nya akan mendatangkan siksa kubur nan begitu pedih. Dalam agama Islam, pemeluknya percaya ketika manusia meninggalkan alam dunia, maka ruhnya akan hayati di alam barzah yakni alam kubur.
Ketika seseorang meninggal kemudian dimakamkan, setelah sebelumnya dimandikan, dikafani, dan dishalatkan, ruh orang nan meninggal akan didatangi malaikat penjaga kubur yakni Munkar dan Nakir. Setelah para pengantar atau pelayat meniggalkan kuburan, tujuh langkah setelah para pelayat meninggalkan kuburan, maka kedua malaikat tersebut akan datang dan menanyai ruh. Pertanyaan tersebut didasarkan atas keimanan atas Tuhan Islam: Allah SWT ketika seseorang hayati di dunia.
Dipercaya bahwa kedua malaikat tersebut akan memberi salam ketika awal mendatangi ruh. Pertanyaan tersebut akan berulang sebanyak tiga kali. Jika ruh tidak bisa menjawab salam, maka ia akan mengalami siksa kubur yakni dipukul homogen gada/godam. Kemudian kedua malaikat menanyai ruh dengan pertanyaan: siapa Tuhanmu? Pertanyaan ini pun ditanyakan sebanyak tiga kali. Jika ruh tidak bisa menjawab, maka ia pun akan kembali mendapat siksa kubur, dipukul gada/godam nan sangat besar.
Pertanyaan kemudian berlanjut pada pertanyaan: Siapa nabi Allah? Pertanyaan terakhir ialah; apa agamamu? Semua pertanyaan diajukan sebanyak tiga kali, jika ia tidak bisa menjawab, sudah tentu nan akan didapatkan adalah siksaan, siksa kubur.
Pemeluk agama Islam percaya jika semasa kita hayati di global selalu berbuat kebaikan, beramal saleh, taat terhadap ketentuan Allah SWT, maka ia akan ditemani seberkas cahaya nan menjadikan kuburnya menjadi terang dan luas. Kedua malaikat pun akan tersenyum saat mendatangi ruh di alam kubur. Ia akan dijauhkan dari siksa kubur.
Namun jika semasa hidupnya, manusia itu sering berbuat zalim, maka di awal kedatangan kedua malaikat, mereka akan memasang paras nan masam dan murka. Kemudian kuburnya akan menjadi sempit dan gelap, seakan kuburnya menjepit ruh, dan ruh akan mengaduh menyesal dan memohon ampun. Ruh akan mendapat siksa kubur nan perih hingga saat tiba hari akhir: hari kiamat, hari ketika bumi dihancurkan dengan tiupan sangkakala.
Pendustaan Nikmat Sebagai Jalan Siksa Kubur
Menghindari siksa kubur sesungguhnya tidaklah sulit. Cukup dengan benar-benar takwa terhadap Tuhan. Takwa, patuh, taat atas segala nan telah Tuhan sampaikan melalui ayat-ayat-Nya: Al-Qur’an. Namun memang sangat sulit bagi manusia buat benar-benar taat, patuh atas segala ketentuan nan Tuhan sampaikan.
Keimanan seseorang selalu seperti gelombang di lautan. Kadang tinggi dan kadang rendah. Ketika seseorang berada dalam kondisi terjepit, seakan-akan Tuhan selalu berada dekat dengan kita. Tuhan begitu terasa menuntun kita karena kita menghadirkan, menciptakan, mengondisikan situasi seperti itu: acapkali berdoa, memohon perlindungan, kekuatan, dan jalan keluar atas segala kecekatan.
Kita menjadi seorang hamba nan benar-benar tampak seperti pakar surga. Kerap memanjatkan doa dan syukur serta menjauhkan diri dari perbuatan zalim nan dilarang Tuhan. Lain halnya ketika kita berada dalam keadaan bahagia nan berlebihan, harta bergelimangan, dan kesehatan nan optimal, acapkali kita lupa kepada Tuhan.
Keadaan nan mencekatlah nan kerap membuat kita begitu dekat dengan Tuhan, dan keadaan euforialah nan menyebabkan kita selalu lupa dan melupakan Tuhan. Kita lupa bahwa ada saatnya kita akan menemui Tuhan, mempertanggungjawabkan semuanya, melalui sebuah jalan: kematian, penguburan (penantian), dan kebangkitan kembali.
Dalam kematian nan dilanjutkan dengan penantian dalam alam kubur, siksa kubur sesungguhnya sedang menguntit kita. Kegembiraan, rasa bahagia atas apa nan kita miliki nan menyebabkan kita selalu beranggapan bahwa semuanya terwujud berkat usaha, kerja keras kita selama ini. Kita lupa bahwa selalu ada tangan Tuhan nan mencampuri segala urusan kita. Ketika mendapat kegembiraan, kesenangan, nikmat, kepuasan, acapkali kita merasa kekurangan setelahnya.
Selalu merasa kurang dan tak cukup atas segala hal nan kita miliki. Seolah-olah hanya kita nan berada dalam keadaan serba kekurangan meskipun telah mendapat cukup banyak nikmat. Mendustakan nikmat Tuhan menjadi jalan melupakan Tuhan, meniadakan keberadaan-Nya, merupakan satu jalan mendapatkan siksa kubur karena bukan tak mungkin kita tidak dapat menjawab pertanyaan kubur: Siapa Tuhanmu?
Allah Swt sesungguhnya telah mengingatkan kita dalam surat Ar-rahman, surat ke-55 nan berbunyi f abiayyi alaaaaa irabbikumaa tukadzibaan, yang berarti nikmat Tuhan kamu nan manakah nan kamu dustakan. Allah Swt sampai mengulangnya secara monoton dalam surat Ar-rahman ini. Sebab Allah tahu manusia selalu tak pernah merasa cukup, tidak pernah merasa puas atas apa nan telah diperolehnya. Allah sudah berusaha buat menjauhkan umat-Nya dari siksa kubur.
Sebab kufur nikmat bisa menjadi jalan kita terjebak dalam keadaan melupakan Tuhan sehingga akhirnya segala upaya kita lakukan buat mencapai kepuasan, meski dengan cara nan diharamkan oleh Tuhan. Kufur nikmat ialah "pembuka jalan" terhadap siksa kubur.
Dalam surat Al-baqarah ayat 40 pun, Allah mengingatkan kepada kaum Bani Israil agar selalu syukur nikmat dan tunduk kepada perintah Allah. Dalam surat Al-baqarah ayat 40, disebutkan: “Hai Bani Israil ingatlah akan nikmat-Ku nan telah saya anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku pasti Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk)”.
Sebelumnya, di surat pembuka, Al-Fatihah ayat terakhir (tujuh), disebutkan bahwa jalan nan diberkahi Tuhan adalah jalan nan telah dianugerahi nikmat sebagai nikmat kubur menuju jalan surga, jalan kedamaian dan kebahagiaan kekal; bukan jalan nan dimurkai, dimulai dengan siksa kubur sebagai jalan menuju neraka.
Disebutkan dalam ayat terakhir Al-Fatihah: “ (yaitu) jalan orang-orang nan telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka nan dimurkai (orang-orang nan mengetahui kebenaran dan meninggalkannya), dan bukan (pula jalan) mereka nan sesat (orang-orang nan meninggalkan kebenaran sebab ketidaktahuan dan kejahilan)”. Ayat lain nan menyiratkan mengenai siksa kubur yaitu surat At-Takatsur ayat satu sampai tiga.
Ayat tersebut menyebutkan manusia nan memuja dunia, nan tidak pernah merasa cukup, tidak pernah merasa puas, merekalah nan kufur nikmat, nan meluapkan Tuhan hanya sebab harta. Merekalah golongan umat nan akan merasakan siksa kubur. Ayat tersebut berbunyi: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)”.
Syukur nikmat sebaiknya ditanamkan pada diri kita karena syukur nikmat sebagai jalan penghindaran kufur nikmat nan membuka jalan siksa kubur setelah kita meninggal nanti. Bersyukur atas segala karunia, nikmat nan Tuhan berikan, menjadikan kita hamba nan selalu mengingat Tuhan, mengingat perintah dan larangannya, mengingatkan kita akan pedihnya siksa kubur, menjadi jalan bagi kita buat bisa menghindarinya. Sebab sesungguhnya siksa kubur itu begitu pedih dan berlanjut hingga hari akhir tiba.