Ketidakadilan Sistem

Ketidakadilan Sistem

Bagsa ini demikian kaya dengan adat masing-masing daerah, termasuk adat Papua . Sebuah adat nan unik, nan tidak patut dinafikan bahkan sebaliknya dibudidayakan dan dikembangkan, sebagai bagian dari pluralitas jenius lokal. Sementara nan terjadi, banyak menimbulkan nilai bertentangan dengan harapan dari bumi Papua.

Secara realitas masyarakat adat Papua selalu tersisih di tanahnya sendiri dari sejak zaman kolonialisme sampai dikeluarkannya swatantra spesifik (otsus). Setiap konflik nan terjadi di bumi cendrawasih ini dapat dipastikan selalu bersumber dari adanya pembagian SDA nan tidak adil.

Seperti nan tertera dalam UU No 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria, aplikasi hak tanah dari masyarakat hukum secara adat, harus disesuaikan dengan kepentingan nasional nan didasarkan pada alasan mendasar demi persatuan bangsa dan tak sepatutnya bertentangan dengan bunyi UU dan peraturan nan lainnya.



Distribusi SDA

Pada masa lalu, sebenarnya masyarakat adat Papua telah berusaha mengembangkan sebuah sistem nan berfungsi dalam mengatur pendistribusian Sumber Daya Alam (SDA), sumber ekonomi dan politik nan didasarkan pada hukum adat nan dipunyai oleh berbagai komunitas adat di Papua. Misalnya saja, dalam pembagian kepemilikan sebidang tanah secara komunal merupakan cerminan pola demokratis dalam sistem distribusi sumber daya alam tersebut.

Begitu juga halnya, dengan tercerabutnya pola-pola kepemimpinan nan masih kental mengandalkan adat istiadat masyarakat Papua. Namun pasca diterapkannya UU No 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa nan akhirnya "menjerumuskan" sistem masyarakat tradisional dan konvensioanl masyarakat Papua ke dalam sistem formalistik administratif.

Penyeretan pola self governing cumminity dipastikan membawa hak-hak komunitas termasuk didalamnya hak tanah ke dalam sistem "negaranisasi". Sejak saat itu masyarakat adat Papua hanya menjadi diskriminasi peraturan negara dari pusat. Terlebih makin masifnya kemunculan tradisi kapitalis dalam proses politik membuat legitimitasi kekuasaan akan sumber daya alam Papua semakin menjadi-jadi. Demikian bahwa hak adat bagi masyarakat Papua pun hilang dengan sendirinya.



Ketidakadilan Sistem

Melihat kondisi demikian, rupanya tesisnya Karl Marx relevan buat dikutip mengenai perbedaan dalam sumber daya alam dalam suatu konstruk bangunan sosial sehingga membesarkan potensi konflik antar kepentingan. Tesis nan kemudian semakin diperkuat oleh Jonathan Turner, seorang profesor Sosiologi dari USA bahwa semakin tersadarnya sub-ordinat akan kepentingan kolektif nan sesungguhnya, akan semakin membuat mereka saling mempertanyakan ihwal kesenjangan teori distribusi nan ada atas sumber-sumber nan langka.

Bukan pekerjaan nan mudah buat menempatkan masyarakat adat Papua dalam kerangka wacana nan adil, paling primer dalam kacamata sebagai pemiliki kekuasaan nan banyak dan melimpah. Hak-hak adat Papua sudah banyak tereduksi dampak ulah para agen kapitalistik dan politisi pragmatis.