Sumatra - Nicolo di Conti

Sumatra - Nicolo di Conti

Tidak perlu merasa terkejut, apabila dinyatakan bahwa Indonesia sudah merupakan bagian dari budaya global lampau. Karena Indonesia atau nusantara merupakan gerbang laut, dari para pelancong global barat nan ingin menuju ke timur dan atau sebaliknya. Tidak heran beberapa pelancong pernah singgah di Pulau Sumatra , lantas memberikan komentarnya. Pada artikel ini penulis ingin memberikan hype apa saja komentar para pelancong barat tentang pulau gerbang nusantara ini, di mana begitu banyak suku dan kebudayaan berbaur di sana.



Sumatra - Odoricus

Odoricus, seorang biarawan, nan memulai perjalanannya pada masa medieval tepatnya pada 1318 dan meninggal di Padua pada 1331, telah mengunjungi banyak bagian Timur. Dari bagian selatan Pantai Coromandel, ia melanjutkan dengan melaut dua puluh hari ke negara bernama Lamori (mungkin sebenarnya nama dari Arab Al-rami), lantas ke arah selatan menuju loka dengan nama Kerajaan Sumoltra, dan tak jauh dari situ sebuah pulau besar bernama Jawa. Catatan perjalanan nan disampaikan secara lisan kepada orang tanpa jelas siapa penulisnya sangat sedikit dan tak memuaskan.



Sumatra - Mandeville

Mandeville, nan bepergian pada abad keempat belas, tampaknya telah mengadopsi rekening tulisan Odoricus ketika ia mengatakan, "Selain Pulau Lemery, ada pula Pulau Sumobor; nan terletak di dekat Pulau besar bernama Jawa."



Sumatra - Nicolo di Conti

Nicolo di Conti, asal Venesia, kembali dari perjalanan oriental nya pada tahun 1449 dan melakukan komunikasi kepada sekretaris Paus Eugenius IV, penulisannya jauh lebih konsisten dan memuaskan dari apa nan telah dilihat pada pendahulunya. Setelah memberikan pelukisan dari tanaman ‘dewa’ kayu manis dan produksi lainnya dia bilang dia berlayar ke sebuah pulau besar bernama Sumatra, nan disebut juga Taprobana pada masa dahulu.

Dia bertahan di pulau itu selama satu tahun. Ceritanya tentang tanaman lada, buah durian, menjelaskan bahwa komoditas itu ada sejak sebelum penjajahan Portugis dan Spanyol tiba di Indonesia.



Sumatra - Itinerarium Portugallesium

Satu lagi kisah tentang Sumatra dari sebuah karya kecil berjudul Itinerarium Portugallensium, dicetak di Milan pada 1508, setelah berbicara tentang Pulau Sayla, dikatakan pula bahwa ke arah timur ini ada lagi pulau Samotra, nan mereka beri nama Taprobane, jauh dari Kota Calechut dengan perjalanan tiga bulan. Informasi tersebut tampaknya telah diperoleh dari seorang seorang India Cranganore, nan ketika singgah ke Pantai Malabar di mana orang India itu hendak mengunjungi Lisbon pada 1501.



Sumatra - Ludovico Barthema

Ludovico Barthema (Vartoma) asal Bologna, memulai perjalanannya pada 1503, dan pada 1505, mengunjungi sebentuk kerajaan telah ada di Sumatra, yakni Malaka. Malaka ia gambarkan sebagai pelabuhan besar dengan kapal nan super ramai memperlihatkan pelabuhan ini lebih besar dari pelabuhan lain di dunia, melewati ke Pedir di Sumatra.

Produksi pulau, katanya, nan terutama diekspor ke Catai atau Cina. Dari Sumatra ia melanjutkan ke Banda dan Maluku, dari situ dia kembali ke Jawa dan Malaka di sebelah barat India, dan tiba pulang di Lisbon pada 1508.



Sumatra - Odoardus Barbosa

Odoardus Barbosa, asal Lisbon, menyimpulkan jurnal dari pelayarannya pada tahun 1516, berbicara dengan presisi nan lebih baik tentang Sumatra . Dia menyebutkan banyak tempat, baik di atas pantai dan pedalaman, dengan nama Pedir, sebagai orang terpelajar diapun membuat klasifikasi, membedakan antara penduduk beragama Islam nan tinggal di pesiri pantai dan pemuja berhala nan berada lebih ke pedalaman, dan menyebutkan perdagangan ekstensif dilakukan di sana oleh orang-orang India.



Sumatra - Antonio Pigafetta

Antonio Pigafetta ialah pendamping dari Ferdinand Magellan, dari perjalanan panjang keliling global nan dilakukan oleh orang Spanyol pada 1519-1522, dinyatakan pula bahwa mereka ketakutan bila berpapasan dengan kapal-kapal Portugis. Oleh sebab itu, mereka mengejar rute barat daripada sial berjumpa kapal Portugis.

Mereka lantas memutar dari Pulau Timor ke bahari kidul atau bahari selatan, lantas melewati Zamatra (ditulis di bagian lain dari jurnal, Somatra) atau Taprobana bagi ejaan orang lama. Mereka singgah di Sumatra, kemudian diberi petunjuk oleh penduduk orisinil pulau nan ikut pada perjalanan kapal, dan melayani mereka selagi bekerja di pelayaran itu sebagai penerjemah buat banyak loka mereka kunjungi, dan pada akhirnya orang native Spanyol itu juga ikut belajar bahasa Melayu.



Sumatra - Ekpedisi Portugis

Inilah dia, para bandit datang pada abad 16. Karena berlomba bersaing cari kekayaan dengan Spanyol dan Inggris buat ke India berdagang (sambil merampok), namun nyasar ke Amerika Selatan dan syahdan pertama kalinya menemukan benua Amereika, padahal sebelumnya Leif Erikson pelaut Viking telah lebih dahulu berdiam di wilayah Vinlad Amerika utara pada abad 11.

Putaran ekspedisi Portugis sampai pula ke tanjung asa lantas pada akhirnya mampir ke Sumatra, liat-liat sebentar buat melaporkan apa nan mereka lihat ke raja mereka.

Emanuel si Raja Portugal. Dalam surat dari Emanuel, Raja Portugal, kepada Paus Leo Kesepuluh, pada 1513, ia berbicara tentang inovasi Zamatra oleh rakyatnya, dan tulisan-tulisan Juan de Barros, Castaneda, Osorius, dan Maffaeus, detail operasi Diogo Lopez de Sequeira di Pedir dan Pase pada 1509, dan orang-de Alfonso besar Alboquerque di loka nan sama pada 1511, tepat sebelum agresi atas Malaka.

Debarros juga menyebutkan nama-nama dua puluh satu loka primer di Pulau Sumatra dengan presisi nan cukup baik, dan mengamati bahwa Semenanjung Malaka atau chersonesus memiliki julukan aurea dikarenakan Sumatra merupakan pulau aurum alias pulau dengan kelimpahan emas di dalamnya.



Asal Usul Nama Sumatra

Sehubungan dengan nama Sumatra, beberapap pelancong Arab sampai si Marco Polo, tak tahu nama pulau nan mereka datangi itu Pulau Sumatera, mereka tak memperolehnya dari penduduk orisinil sebab masalah bahasa. Sebutan Java kecil nan diberikan ke Sumatra oleh orang Eropa nan di pakai pada masa Medieval juga khususnya oleh orang-orang Mediteranian, memang sangat sewenang-wenang sebab sejatinya sudah ada nama di kenal di Timur, toh mereka lantas memakai nama simpel sebab masalah hambatan bahasa.

Dalam narasi kasar Odoricus, Anda bisa memandang pendekatan pertama buat nama modern dari Sumatra oleh orang barat, yakni Sumoltra. Mereka nan segera mengikutinya menuliskannya dengan sedikit banyak variasi, Sumotra, Samotra, Zamatra, dan lantas Sumatra.

Dalam sebuah karya Persia tahun 1611, nama Shamatrah telah dikenal sebab orang Portugis juga ikut-ikutan memakainya. Lantas dalam beberapa korespondensi serius para pakar Eropa dengan orang Melayu di temukan kata lebih tegas lagi: “Samantara” buat menunjuk pulau ini.

Nama Samantara memiliki kemiripan nan kuat dalam pelafalan pada kata di bahasa Sansekerta: lagipula sebagian besar bahasa Melayu juga memiliki kemiripan dengan lafal seperti orang India lafalkan (seperti Indrapura dan Indragiri di Pulau Sumatra, Singapura di ujung semenanjung, dan Sukapura dan Gunung Mahameru di Jawa nan merupakan istilah asal Hindu).

Kata samantara nan menjelaskan Sumatra, nan menyiratkan arti batas, atau menengah, atau apa nan ada antara, dua pulau, antara dua samudera, dan antara dua selat. Itulah makna dari Sumatra, Samantara. Silakan Anda catat.

Orang Sumatra, ialah orang nan menjadikan perantara. Menjadi gerbang Indonesia kepada dunia. Sebagaimana orang Sumatra pada awal republik ini berkiprah. Hatta, Agus Salim, dan banyak lain. Berbanggalah Sumatra.