Denda Pajak

Denda Pajak

Sebuah sistem di suatu negara akan berjalan lancar bila masyarakatnya ikut serta memberikan kontribusi. Kontribusi nan dapat dilakukan secara konkret oleh masyarakat ialah membayar pajak. Iuran wajib ini bisa digolongkan menjadi beberapa bagian.

Penggolongan pajak diatur menurut sifat dan sistem pemungutannya, dan penggolongan-penggolongan tersebut semuanya dilakukan berdasarkan wajib pajak. Anggaran mengenai perpajakan di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Pengertian pajak sendiri ialah sistem iuran nan diwajibkan kepada masyarakat suatu negara dan sudah diatur dalam undang-undang. Pemungutan pajak nan dilakukan oleh pihak pemerintah terkait bertujuan buat membangun infrastruktur sebuah negara, seperti Rumah Sakit Generik Daerah, Jalan Raya, dan fasilitas generik lainnya nan berguna buat masyarakat.



Penggolongan Pajak Berdasarkan Sifatnya

1. Pajak Subjektif

Pajak ini biasa juga disebut pajak perseorangan. Besarnya pajak nan harus dibayarkan bergantung sepenuhnya dari besarnya penghasilan dari setiap individu tersebut.

Bila wajib pajak sudah berkeluarga, maka jumlah pajak nan harus dibayarkan meliputi seluruh anggota keluarga. Jenis pajak nan termasuk dalam pajak bersifat subjektif ialah Pajak Penghasilan.



2. Pajak Objektif

Pajak Objektif atau biasa juga disebut dengan pajak kebendaan. Pajak kebendaan akan dikenakan pada seorang wajib pajak nan memiliki benda tertentu. Pajak tersebut dikenakan pada benda nan dimiliki.

Semakin mewah benda tersebut, maka biaya pajak nan harus dibayarkan pun akan semakin besar. Jenis pajak nan termasuk dalam pajak bersifat subjektif ialah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).



Penggolongan Pajak Berdasar pada Sistem Pemungutannya

1. Pajak Langsung

Sesuai namanya, golongan pajak ini sistem pembayarannya tak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Dengan kata lain, wajib pajak harus menanggung sendiri biaya pajak nan akan dibayarkan. Salah satu contoh pajak nan sistem pembayarannya dilaksanakan secara langsung ialah Pajak Penghasilan (PPh)



2. Pajak Tidak Langsung

Berbeda dengan Pajak Langsung, pajak jenis ini pembayarannya dapat dilimpahkan pada orang lain. Jenis pajak nan termasuk dalam Pajak Tidak Langsung ialah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak ini terjadi pada sebuah transaksi jual beli atau kesepakatan terhadap kepemilikan barang tertentu. Biasanya, nan dikenai pajak ialah pihak konsumen.



Denda Pajak

Lembaga pemerintahan di Indonesia nan mengurusi segala hal mengenai perpajakan ialah Dirjen Pajak. Pajak-pajak nan dibayarkan oleh masyarakat selain digunakan buat membangun infrastruktur sebuah negara juga digunakan buat biaya operasional suatu departemen nan bersangkutan dengan pajak.

Semisal saja Departemen Keuangan dan Perpajakan. Pemungutan Pajak bersifat memaksa, maksudnya ialah bila seorang wajib pajak tak juga membayarkan kewajibannya, maka wajib pajak tersebut akan dikenai hukuman sinkron peraturan nan berlaku. Misalnya, apabila pemilik kendaraan bermotor tak membayar pajak, maka akan dikenakan denda pajak.

Jika pengendara sampai terlambat membayar atau memperpanjang masa berlakunya Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), maka akan dibebani denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas (SWDKLLJ).

Hubungan hukum antara orang pribadi atau badan dengan kendaraan bermotor nan namanya tercantum dalam bukti kepemilikan atau dokumen nan absah termasuk BPKB DPP PKB(Dasar Pengenaan Pajak Pajak Kendaraan Bermotor) sinkron peraturan daerah nomor 4 tahun 2003, yaitu tentang perkalian antara nilai jual kendaraan bermotor dengan bobot nan mencerminkan secara nisbi kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan dampak penggunaan kendaraan bermotor.

Untuk menghitung denda dampak keterlambatan membayar perpanjangan STNK ialah sebagai berikut.

  1. Cara menghitung denda buat SWDKLLJ. Batas limit terlambatnya ialah 3 hari dari masa berlaku habis dihitung sama dengan terlambat 1 tahun. Adapun besarnya denda ialah sebesar Rp32.000 buat jenis sepeda motor dan Rp100.000 buat denda mobil.
  1. Cara menghitung denda PKB ialah buat limit waktu terlambat setiap Samsat berbeda-beda. Prinsip denda PKB ialah 25% dalam 1 tahun. Ada nan 1 hari sudah dianggap terlambat atau 3 hari. Penghitungan jika terlambat 6 bulan adalah, Nominal PKB x 25% x 6/12. Untuk keterlambatan 3 bulan, PKB x 25% x 3/12. Dan begitu seterusnya.

Berikut ini ialah contoh kasus dari perhitungan denda buat sepeda motor. Pak Lanang sebab sedang tugas konferensi di Hongkong telah terlambat membayar pajak sepeda motornya selama 3 bulan, maka denda nan dan pajak nan harus dibayar ialah sebagai berikut.

  1. Pembayaran wajib buat Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ialah Rp250.000
  1. Pembayaran wajib SWDKLLJ ialah Rp80.000 + denda Rp32.000 = Rp112.000
  1. Sehingga nan harus dibayarkan, yaitu Rp250.000 + Rp112.000 + Rp15.625 ialah Rp377.625

Selain itu, berikut ini contoh kasus dari perhitungan denda dampak keterlambatan membayar pajak mobil. Ibu Heriyati telah terlambat membayar pajak mobil Fortunernya selama 6 bulan dari masa berlakunya. Pembayaran Pajak Kendaraan (PKB) Rp 3.000.000 dan buat SWDKLLJ sebesar Rp200.000. Maka penghitungan dendanya ialah sebagai berikut.

  1. Rp 3.000.000 x 25% x (6/12) = Rp375.000
  1. Denda SWDKLLJ Rp100.000
  1. Sehingga Total nan harus dibayar Rp3.000.000 + Rp200.000 + Rp375.000 + Rp100.000 = Rp3.675.000

Sekali lagi, perhitungan setiap Samsat berbeda, maka harus jeli. Bertanyalah terlebih dahulu. Jangan sampai berprasangka nan tidak-tidak.



Penyalahgunaan Pajak

Di atas telah diberi klarifikasi tentang bagaimana cara menghitung denda pajak kendaraan bermotor. Oleh sebab itu, kita nan memiliki kendaraan bermotor buat selalu bayar tepat pada waktunya, sehingga kita dikenakan denda. Sering-seringlah melihat pajak kendaraan, kapan habisnya.

Mungkin pada umumnya orang berpikir buat apa membayar pajak? Toh, pembangunan bangunan, jalan, jembatan, dan lainnya juga banyak nan tak jadi. Kalaupun jadi, tak sinkron nan diharapkan. Bangunan nan jadi tak awet, tak tahan lama. Bahan bakunya tak nan berkualitas. Tapi, mengapa penduduk masih membayar tanpa ada timbal balik nan sinkron nan diharapkan?

Hal tersebut terjadi sebab oknum-oknum pejabat, pegawai nan tak bertanggung jawab. Mereka masih menerapkan KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme), sehingga bangunan-bangunan pemerintah tak awet dan tak tahan lama.

Dalam Undang Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak korupsi dan undang undang nomor 20 tahun 2001, pertanggungjawaban pidana pada perkara tindak pidana korupsi, seperti korporasi.

Korporasi ialah kumpulan orang dan atau kekayaan nan terorganisasi, baik merupakan hukum maupun bukan badan hukum, pegawai negeri yaitu sipil, orang nan menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang nan menerima gaji atau upah dari suatu korporasi nan menerima donasi dari keuangan negara atau daerah, orang nan menerima gaji atau upah dari korporasi lain nan mempergunakan kapital atau fasilitas dari negara atau masyarakat atau setiap orang.

Di zaman sekarang, susah sekali mencari orang nan penuh tanggung jawab, amanah, dan jujur. Moral manusia semakin lama semakin merosot. Persangkaan mereka dengan harta, semua dapat dilakukannya.

Dengan kehadiran KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ini setidaknya sedikit membantu, walaupun tak sporadis orang-orang di dalamnya juga melakukan perbuatan haram tersebut.

Akan tetapi, KPK ini hanya membantu menangkap pelaku korupsi nan dikorupsinya berjumlah besar saja. Seperti kasus Nazaruddin, Zainal Arifin (Gubernur Sumatera Utara), Gayus Tambunan terkait pajak, Anisa Pohan, dan Angelina Sondakh.

Dengan kasus ini, mereka nan tadinya memiliki jabatan, mau tak mau harus mereka lepaskan, mau tak mau mereka harus dipecat secara tak terhormat, dan mereka harus dimasukkan ke dalam jeruji besi.

Anehnya di Indonesia ini, orang nan terlibat perkara korupsi, mereka hanya sebentar di dalam penjara. Tetapi orang nan terlibat kasus pencurian, pemerkosaan, dan lainnya itu dijebloskan ke dalam penjara sangat lama. Ada apa sebenarnya di balik hukum Indonesia?

Mengapa orang nan terlibat korupsi tak dihukum wafat saja? Ini sebab kita di Indonesia menerapkan dasar hukum pancasila, terkait sila ke-2, yaitu humanisme nan adil dan beradab.

Jika di pancasila tak ada sila ke-2 dan memberlakukan hukum wafat setiap ada orang nan terlibat tindak pidana korupsi, maka negara Indonesia akan maju, rakyatnya sejahtera, angka kemiskinan menipis, taraf pendidikan meningkat, dan pengangguran berkurang.

Jika sekarang banyak orang-orang nan melakukan seperti ini, apa jadinya generasi penerus ke depan? Indonesia akan hancur dengan orang-orang nan menjadi pemimpin, di mana pemimpinnya itu tak ada tanggung jawabnya, tak ada jujur, dan tak amanah.

Untuk itu, sebagai warga negara nan baik dan taat hukum, maka harus membayar pajak sinkron dengan penggolongan pajak nan berlaku. Selain itu, tindakan korupsi pejabat-pejabat perpajakan tak terjadi lagi, sehingga tercipta negara nan adil dan sejahtera.