Budaya dan Bahasa dalam Musik Tradisional
Pertunjukan musik tradisional merupakan salah satu bentuk warisan budaya nan dimiliki oleh sebuah bangsa. Hal tersebut dapat sekaligus menjadi bukti diri budaya sebuah bangsa tersebut.
Bukan hanya antar bangsa, pertunjukan musik tradisional nyatanya memang khas di setiap daerah. Sebut saja pertunjukan musik tradisional nan ada di wilayah Indonesia. Dari ujung barat wilayah Indonesia hingga timur, pertunjukan musik tradisional selalu menampilkan kekhasannya sendiri.
Musik ialah bahasa universal, apapun bentuk musiknya. Musik tradisional nan agak sporadis terdengar sebenarnya bisa dijadikan wahana buat memperkenalkan dan memperdalam bahasa dan budaya sehingga pertunjukan musik tradisional tak dilihat sebagai hiburan semata.
Perkembangan zaman nyatanya juga berimbas pada seni musik. Musik-musik nan datang sebab pengaruh dari budaya luar negeri pun sudah sangat marak di Indonesia. Meninggalkan "ritual" pertunjukan musik tradisional nan sudah lebih dulu ada.
Kenyataannya, musik-musik beraliran seperti pop, rock, jazz, dan blues lebih sering didengar dan mendapat perhatian masyarakat belakangan ini. Berbeda dengan pertunjukan musik tradisional nan meskipun masih memiliki penggemar tetapi jumlahnya tak sebanyak musik-musik mancanegara tersebut.
Perubahan ini tak lantas menjadi kesalahan siapapun. Selera terhadap musik nyatanya memang mudah berubah. Tidak heran jika sering kita dengan istilah musisi musiman. Sekali muncul, nge- hits , lalu tenggelam. Begitupun dengan pertunjukan musik tradisional. Karakteristik khas tradisional bagi sebagian orang mungkin dirasa sudah cukup ketinggalan zaman.
Selain itu pertunjukan seni musik tradisional juga tak dapat dinikmati setiap waktu. Sehingga, alasan buat tak terlalu sering mendengarkan musik tradisional pun bertambah. Pertunjukan musik tradisional biasanya hanya dilakukan saat-saat tertentu, terutama saat sedang digelar sebuah acara tradisional.
Jadi jelas, bahwa seni musik mancanegara tak dapat dibandingkan dengan pertunjukan musik tradisional. Kedua jenis musik tersebut nyatanya memang memiliki "ranah" nan berbeda. Berikut ini akan dibahas tentang pertunjukan musik tradisional nan datang dari Palembang dan Yogyakarta.
Bahasa dan Budaya dalam Lagu Daerah Sumatera Selatan
Seperti nan sudah diutarakan di atas bahwa pertunjukan musik tradisional di Indonesia berbeda di setiap wilayahnya. Salah satu nan cukup menarik perhatian sebab kekhasannya ialah pertunjukan musik tradisional di kawasan Sumatera Selatan.
Orang Sumatera Selatan tak hanya wong Palembang tapi juga orang Muara Enim, orang Tanjung Raja, orang Komering, orang Perjito, dan lain-lain nan mempunyai bahasa dan adat istiadat nan berbeda. Seorang pemerhati bahasa pernah bergurau bahwa ada paling tak ada 385 jenis bahasa dari Sumatera Selatan.
Sementara ini tidak ada nan membantahnya sebab saking banyaknya ragam bahasa di Sumatera Selatan nan mempunyai ratusan kecamatan tersebut. Bahasa-bahasa nan berbeda tersebut masih bisa kita dengarkan ketika menyaksikan pertunjukan musik tradisional khas Sumatera Selatan.
Namun, ada satu hal nan sangat disenangi oleh orang Sumatera Selatan, yaitu pertunjukan organ tunggal. Organ tunggal ini biasa hadir di acara pernikahan, aqiqah, sunatan, dan acara seremonial lainnya. Lagu dan musik nan dimainkan sangat beragam, mulai dari nan tradisional hingga musik dangdut. Perpaduan musik masa kini dengan musik tradisional menghasilkan sebuah seni musik nan cukup banyak diminati oleh masyarakat.
Kesenangan akan menonton pertunjukan musik tradisional atau memainkan alat musik tercermin dalam lirik lagu Gending Sriwijaya berikut ini:
Di kala 'ku merindukan keluhuran dulu kala. Kutembangkan nyanyi dari lagu Gending Sriwijaya. Dalam seni kunikmati lagi jaman bahagia. Kuciptakan kembali dari kandungan Maha Kala. Sriwijaya dengan Asrama Agung Sang Maha Guru. Tutur sabda Dharma pala Khirti Dharma Khirti. Berkumandang dari puncaknya Si. Guntang Maha Meru. Menaburkan tuntunan kudus Gautama Buddha sakti.
Lagu Daerah Sumatera Selatan
Bila lagu Gending Sriwijaya berbahasa Indonesia, lain lagi dengan lagu Dek Sangke dari Muara Enim. Lagu ini memperlihatkan bahwa pantun merupakan bagian dari budaya menyampaikan pendapat.Pantun nan terbalut musik menjadi sebuah pertunjukan musik tradisional khas Sumatera Selatan nan tak semua kebudayaan daerah memilikinya.
Terkadang pantun juga dipakai buat menyindir seseorang. Perhatikan lirik lagu Dek Sangke (Tak Kusangka) berikut ini.
Dek sangke saya dek sangke (Tak Kusangka). Awak tunak ngaku juare (Aku kira pendiam kok mengaku hebat). Alamat badan kan sare (bakalan sengsara). Akhirnya masuk penjare (akhirnya masuk penjara).
Dek sangke saya dek sangke. Cempedak babuah nangke (Tak kusangka cempedak berbuah nagka). Dek sangke saya dek sangke. Cempedak babuah nangke. Dek sangke saya dek sangke. Ujiku bujang tidak batanye tua bangke (aku kira bujang tidak tahunya sudah tua). Anaknye lah gadis gale (anaknya sudah besar-besar). Dek sangke gadis tegile (tak kusangka banyak gadis tergila-gila).
Dek sangke saya dek sangke. Cempedak babuah nangke. Dek sangke. saya dek sangke. Cempedak babuah nangke. Dek sangke saya dek sangke. Ujiku gadis tidak batanye jande mude (aku kira gadis tidak tahunya janda muda). Anaknye lah ade tige (anaknya ada tiga). Dak sangke bujang tegile (tak kusangka bujang tergila-gila).
Sebenarnya, lirik lagu ini masih panjang dan masih dapat diperpanjang sinkron dengan kebutuhan. Lagu Dek Sangke ini merupakan kritik sosial terhadap kehidupan masyarakat nan sering mengejutkan. Tidak diketahui kapan lagu ini diciptakan. Tapi lirik lagu benar-benar masih sinkron dengan keadaan saat ini. Lirik-lirik lagu nan terdapat dalam musik tradisional dan sering diperdengarkan ketika digelar pertunjukan musik tradisional memang cenderung lebih bersifat humanis, sosial, dan apa adanya.
Bagaimana dengan lagu Kabile-bile berikut ini?
Kabile-bile mangkeku lege (Kapan saya lega?). Kebile-bile kuade kance (Kapan saya mempunyai kawan?). Kabile nian jagunglah putih (Kapan jagung akan matang?). Putih dik putih kukendam kina (Mau matang atau tidak, akan kutunggu). Kebile nian ibung kah nulih (Kapan ibu akan pulang?). Nulih dik nulih kudendam kina (mau pulang atau tak tetap kunanti).
Kabile nian mampat begune (kapan saya berguna?). Mangke dik payah ku nandan lagi (biar tak capek, saya main lagi). Kebile nian sifat begune. Mangke dik payah ku midang lagi (biar tak capek saya jalan lagi). Oh, malang nian nasib 'mbak ini (malangnya nasibku). Sapta jeme lah bahari gale (semua orang sudah pergi). Alahkah sedih ai tumbak ini (sedihnya aku). Aku 'mbak ini dide bekance (aku tidak mempunyai teman).
Lagu ini mengungkapkan perasaan seseorang nan gelisah sebab merasa ditinggalkan. Kedua lagu Dek Sangke dan Kabile-bile tersebut mempunyai akar bahasa nan berbeda. Hanya dari dua lagu itu saja sudah dapat dilihat betapa beragamnya bahasa apalagi logat nan ada di Sumatera Selatan. Dari pertunjukan musik tradisional Sumatera Selatan, sekaligus kita jadi ikut melestarikan bahasa khas Sumatera Selatan.
Budaya dan Bahasa dalam Musik Tradisional
Tidak dapat tak bahwa ketika membicarakan sesuatu nan tradisional, hal-hal nan berbau tradisional niscaya akan tersirat. Begitupun ketika membicarakan pertunjukan musik tradisional. Pertunjukan musik tradisional dapat jadi tak melulu membicarakan alat musik tradisional, tapi lebih luas daripada itu.
Hal nan sangat identik dengan pertunjukan musik tradisional antara lain ialah bahasa dan budaya tradisional sebuah daerah itu sendiri. Bahasa-bahasa tradisional setiap daerah niscaya selalu terangkum latif dalam balutan nada tradisional nan juga indah.
Selain bahasa, budaya sebuah daerah juga ikut tergambarkan dengan jelas. Pertunjukan musik tradisional seringkali mengiringi sebuah acara adat, dan itulah nan dimaksud dengan pertunjukan musik tradisional sebagai bagian dari sebuah budaya.
Alat Musik nan Dimainkan dalam Pertunjukan Musik Tradisional
- Alat musik nan ditiup. Suling, yaitu alat musik nan terbuat dari bambu berbentuk bulat panjang dan ada lubang buat mengatur nada nan akan keluar. Banyak dimainkan di daerah Jawa barat. Terompet, yaitu alat musik nan berbentuk corong.
- Alat musik nan dipetik. Kecapi, yaitu alat musik berbentuk kotak kayu nan diatasnya terdapat kawat atau senar. Banyak di mainkan di daerah Jawa Barat. Sampek, yaitu alat musik nan bentuknya menyerupai gitar. Banyak dimainkan di daerah Kalimantan. Sasando yaitu, alat musik nan berbentuk setengah lingkaran, hampir menyerupai gitar. Banyak dimainkan di daerah Nusa Tenggara timur.
- Alat musik nan digesek. Rebab, yaitu alat musik nan terbuat dari kayu dan mempunyai dua buah senar atau kawat di atasnya.
Sementara itu, alat musik lain nan sudah cukup populer ialah sebagai berikut.
- Angklung, Jawa Barat
- Calung, Jawa Barat
- Gamelan, Jawa Barat
- Kendang Jawa, Jawa Barat
- Kulintang, Minahasa
- Kecapi suling, Jawa Barat
Seperti halnya musik modern, musik tradisional ini biasanya mengiringi sebuah lagu tradisional juga. Seperti halnya musik tradisional, lagu tradisional juga lahir dari putra/putri daerah mereka berasal. Dinyanyikan secara turun-temurun dan jadilah lagu tradisional daerah.
Berikut ini beberapa nama lagu tradisional.
- Bubuy Bulan, Manuk Dadali, Jawa Barat
- Ampar-ampar Pisang , Kalimantan Selatan
- Angin Mamiri , Sulawesi Selatan
- Gundul Pacul , Jawa Tengah
- Bungong Jeumpa , Aceh, Sumatra Utara
- Jali-jali, Kicir-kicir , DKI Jakarta
- Kampung yang Jauh di Mato , Sumatra Utara
- Butet , Sumatra Utara
- Apuse , Papua
Pertunjukan Musik Tradisional Gamelan di Yogyakarta
Gamelan ialah alat musik tradisional nan sudah tak asing lagi bagi kita sebab telah dikenal luas. Bahkan, popularitasnya sudah sampai ke berbagai negara dan juga sudah melahirkan sebuah kerja sama musik jazz dan gamelan. Popularitas gamelan juga telah menghadirkan institusi sebagais arana ruang belajar serta aktualisasi diri musik gamelan sampai melhirkan pula pemusik artis gamelan terkenal.
Pertunjukan musik tradisional gamelan saat ini bisa disaksikan di berbagai tempat, tetapi mungkin Kota Yogyakarta ialah loka nan paling pas buat menikmati estetika suara gamelan sebab di sinilah kita bisa menikmati langsung versi aslinya. Jenis gamelan nan berkembang di Kota Yogyakarta ialah gamelan jawa, jenis gamelan nan bentuknya berbeda dengan gamelan sunda maupun gamelan bali.
Jika menyaksikan pertunjukan musik tradisional gamelan jawa, kita akan mendengarkan nada nan lebih slow dan lebih lembut dibandingkan nada nan dihasilkan gamelan lainnya nan mendayu-dayu serta didominasi suara seruling. Disparitas ini memang sangat wajar sebab orang Jawa mempunyai prinsip hayati tersendiri nan dituangkan ke dalam irama musik gamelan Jawa.
Prinsip hayati orang Jawa nan dituangkan ke dalam musik gamelan merupakan ekuilibrium antara kehidupan jasmani dan rohani sekaligus ekuilibrium dalam berbicara serta bertindak. Oleh sebab itulah, dalam pertunjukan musik tradisional gamelan jawa ini tak terlihat aktualisasi diri nan menggebu-gebu, tetapi memunculkan toleransi antarsesama.
Simbol dalam musiknya yaitu tarikan tali rebab nan bersifat sedang, perpaduan nan seimbang dari bunyi kenong, saron kendang, gambang, dan juga suara gong di setiap epilog irama dalam pertunjukan musik tradisional tersebut.
Tidak ada sumber nan niscaya seputar sejarah terciptanya gamelan. Tapi, diperkirakan musik gamelan berkembang saat kemunculan rebab, kentongan, gesekan pada bambu atau atali, tepukan ke mulut sampai dibuatnya alat musik tang terbuat dari logam. Setelah dikenalnya gamelan, alat musik ini digunakan sebabagi pengiring pagelaran wayang dan tarian. Seiring berkembangnya zaman, gamelan telah menjadi musik tersendiri nan diiringi dengan suara para sinden.
Satu paket gamelan terdiri atas majemuk alat musik tradisional, seperti sebuah set alat musik menyeruapi drum dan dinamakan kendang, celempung, rebab, gong, gambang, dan seruling bambu. Unsur primer nan ada dalam alat-alat musik gamelan ialah bambu, logam, dan kayu.
Setiap alat musik tersebut mempunyai fungsi bhineka dalam pertunjukan musik tradisional gamelan jawa. Contohnya, gong berfungsi buat menutup rangkaian irama musik nan bersifat panjang sekaligus menghasilkan ekuilibrium nan sebelumnya musik diiringi oleh irama gending.
Tempat Menikmati Pertunjukan Musik Tradisional Gamelan di Yogyakarta
Di Yogya, kita bisa menikmati estetika gamelan baik sebagai sebuah pertunjukan musik tradisional tersendiri ataupun sebagai musik pengiring tarian dan pertunjukan seperti ketoprak dan pertunjukan wayang kulit. Sebagai sebuah pertunjukan musik tradisional sendiri, alat musik tradiisonal ini biasanya dikombinasikan dengan lantunan suara para penyanyi Jawa nan disebut wiraswara buat penyanyi pria dan waranggana buat penyanyi wanita.
Kraton Yogyakarta ialah salah satu loka di Kota Yogya nan biasa mengadakan pertunjukan musik gamelan, yaitu pada hari Kamis pukul 10.00 - 12.00 WIB. Pertunjukan ini digelar dengan bentuk pertunjukan musik tradisional tersendiri. Pada hari Sabtu, digelar pertunjukan musik gamelan sebagai musik pengiring wayang kulit. Jika ingin menyaksikan pertunjukan ini, kita bisa memasuki Bangsal Sri Maganti.