Sejarah Jalur Gaza dari Masa ke Masa

Sejarah Jalur Gaza dari Masa ke Masa

Jalur Gaza merupakan daerah sumber konflik sejak ratusan tahun lalu. Berbagai alasan dikemukakan kenapa Jalur Gaza menjadi sumber konflik terutama antara Palestina dan Israel ini, mulai dari sejarah masa lalu, keyakinan akan kitab kudus dan tentu saja masalah politik dan ekonomi. Tak terhitung lagi berapa banyak jumlah korban nan meninggal akan terserat konflik di Jalur Gaza ini.

Jalur Gaza merupakan daerah kecil nan terletak di sebelah barat daya dari Israel. Saat akhir perang antara Arab dan Israel pada sekitar tahun 1948, Jalur gaza menjadi daerah pendudukan Mesir. Sebagian besar dari kawasan Jalur gaza berada dalam supervisi sebuah otoritas Palestina. Setelah digempur pasukan Al Fateh dari Libya, sebenarnya sejak 15 Agustus 2005, secara resmi Israel mundur dari Jalur gaza.

Namun daerah ini kembali menjadi pendudukan Israel setelah terlibat perang dengan Hamas. Dampak konflik ini tidak kurang dari 1350 korban meninggal dari Palestina dan 10 ribu lebih warga Palestina mengalami luka-luka.



Sumber Konflik Jalur Gaza

Konflik antara Palestina dan Israel di Jalur gaza menjadi semakin ruwet terutama sebab masing-masing pihak percaya dengan keyakinannya masing-masing. Baik bangsa Israel maupun bangsa Palestina memiliki pandangan nan berbeda dan tak menemukan titik temu antara keduanya tentang Jalur Gaza nan menjadi sumber konflik berkepanjangan tersebut.

Di antara kedua bangsa itu muncul kelompok-kelompok eksklusif nan secara radikal bahwa salah satu di antara bangsa nan terlihat konflik harus mundur dari Jalur gaza. Ada pula nan menawarkan solusi bahwa antara Palestina dan Israel ini dipandang sebagai dua negara nan menempati wilayah nan sama.

Namun, ada pula nan menawarkan solusi antara Israel dan Palestina ini. Solusi itu ialah Israel dan Palestina sebagai dua bangsa dengan satu negara sekular nan wilayahnya mencakup Tepi Barat, Yerusalem Timur dan tentu saja Jalur Gaza .

Deklarasi Balfour pada 2 November 1917 merupakan janji pemerintah Inggris buat menyediakan tanah air bagi kaum Yahudi di Palestina. Deklarasi ini semakin memperuncing keadaan bagi bangsa Arab dan memberi kekuatan bagi bangsa Yahudi. Apalagi pada tahun 1897 buat pertama kalinya diadakan Kongres Zionis dengan Yerusalem menjadi semacam tanah asa nan telah dijanjikan Tuhan.

Apalagi pada tahun 1947 secara resmi PBB mengeluarkan planning pembagian wilayah di semenanjung Arab ini. Lalu pada 14 Mei 1948 dideklarasikan pembentukan Negara Israel nan secara sepihak telah mengumumkan sebagai negara Yahudi. Pada saat itulah Inggris kemudian mundur dari Palestina, sementara negara-negara Arab seperti Arab Saudi, Mesir, Yorgania, Irak, Suriah dan Libanon menyatakan perang terhadap Israel.

Pada 3 April 1949 terjadi gencatan senjata antara Israel dengan negara-negara Arab, namun pada kenyataannya saat itu Israel telah mendapat kelebihan wilayah lebih dari setengahnya dari luas nan telah dicanangkan oleh PBB. Inilah nan mulai mengiris-iris rasa keadilan bangsa Arab. Jalur gaza termasuk wilayah nan dicaplok Israel.

Padahal wilayah ini termasuk wilayah strategis baik secara politis maupun hemat buat kepentingan bangsa-bangsa Arab. Sementara apabila Jalur Gaza dikuasai oleh Israel, sama artinya dengan memberi jalan dan dominasi wilayah lain oleh Zionis Yahudi.

Konflik antara Israel dengan bangsa Arab secara umum, semakin meluas dan hanya Jalur Gaza nan menjadi sumber konflik. Setelah gencatan senjata, beberapa kejadian krusial berlangsung seperti mundurnya secara besar-besaran bangsa Palestina dari tanah airnya sendiri, terjadinya perang Suez pada tahun 1956, pendudukan Jalur Gaza oleh Mesir, pendudukan daerah Yerusalem Timur dan Tepi Barat oleh Yordania.



Sejarah Jalur Gaza dari Masa ke Masa

Konflik antara Palestina dengan Israel sebab salah satu alasannya saling mengklaim Jalur Gaza, hampir selesai pasca kesepakatan damai Oslo pada tahun 1993. Perundingan nan berlangsung pada bulan Agustus 1993 sukses mempertemukan antara Yasser Arafat dan Perdana Menteri Yitzhak Rabin dari Israel.

Dalam perundingan tersebut, Israel menyatakan akan menarik pasukan dari Jalur Gaza dan Tepi Barat, dengan memberi kesempatan kepada Yasser Arafat buat memerintah di kedua wilayah tersebut. Namun tiga tahun kemudian, tepatnya pada September 1996, Israel berbuat ulah kembali dengan membuka terowongan buat para turis menuju Masjidil Aqsa. Kerusuhan nan berlangsung beberapa hari itu merenggut banyak korban.

Konflik Palestina dengan Israel terus timbul tenggelam dan Jalur Gaza nan termasuk salah satu wilayah strategis, selalu menelan banyak korban dalam setiap insiden nan terjadi. Pada tahun 2002 setelah Israel membangun tembok pertahanan di kawasan Tepi Barat, memancing serangkaian bom bunuh diri nan dilakukan para pejuang Palestina.

Konflik Israel dan Palestina kemudian meluas tak semata konflik kedua negara melain telah melibatkan banyak pihak, terutama negara-negara barat nan secara resmi menyokong keberadaan Zionis Yahudi. Tiga tahun kemudian sebenarnya Mahkamah Internasional telah memutuskan bahwa langkah nan dilakukan Israel dengan membangun tembok pertahanan telah menyalahi hukum internasional, dengan demikian Israel harus segera merobohkannya.

Kemudian pada tahun 2005 Israel secara resmi menyatakan akan meninggalkan wilayah Jalur Gaza dan pemukiman di Tepi Barat. Namun pada periode Januari sampai dengan Juli 2008, ketegangan di Jalur Gaza kembali memuncak setelah dengan semena-mena Israel memutus suplai listrik dan gas. Alasan itu sebab Israel menganggap Hamas telah gagal menghentikan berbagai tindakan kekerasan nan dianggap merugikan Israel.

Klaim Israel ini didukung global barat. Sementara Perdana Menteri Palestina saat itu, Ismail Haniyeh tetap bersikeras tidak akan pernah tunduk pada Israel. Konflik ini sampai sekarang terus berbuntut panjang dan wilayah Jalur Gaza tetap menjadi wilayah nan sarat konflik dan membahayakan keselamatan rakyat Palestina.

Baik secara terang-terangan maupun sembunyi, sejak lama dukungan barat terhadap keberadaan Israel di tanah Palestina tidak pernah berhenti. Ini juga nan membuat konflik di Jalur Gaza dan kawasan Tepi Barat tidak pernah berhenti. Perundingan antara Palestina dan Israel hanya sampai pada tataran konsep dan kesepakatan semu, sebab tidak lama sejak perundingan berlangsung dan dicapai kesepakatan, beberapa saat kemudian Israel dengan gampang melanggarnya.

Sejak tahun 1944 misalnya, partai nan sedang berkuasa di Inggris yakni Partai Buruh secara terbuka menjelaskan dukungannya nan membuat kondisi di Palestina semakin memanas. Partai Buruh di Inggris tersebut menyatakan akan membiarkan orang-orang Yahudi terus berdatangan dan bermukim di Palestina sehingga kelak menjadi penduduk mayoritas dan menggeser pribumi Palestina keluar dari sana.

Akibat dukungan global barat itulah maka semakin banyak kepentingan di Jalur Gaza nan membuat kondisi semakin carut-marut. Apalagi pada tahun 1947 PBB sendiri telah merekomendasikan agar Palestina dipecah menjadi dua negara yakni Israel dan Arab. Setahun setelah keluarnya rekomendasi dari PBB tersebut, tepatnya pada 14 Mei 1948, pemukim Yahudi di Palestina secara terbuka memproklamasikan kemerdekaan negara Israel.

Liga Arab sendiri pada 2 Desember 1948 melancarkan protes keras terhadap Amerika dan sekutu-sekutunya sebab secara terbuka membiarkan migrasi besar-besaran Zionis Yahudi ke Palestina. Hadangan paling keras tentu saja dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin nan mengirim tidak kurang dari 10.000 mujahidin buat melawan Israel.

Namun upaya Ikhwanul Muslimin di bawah kepemimpinan Hasan Al-Banna ini tidak berhasil. Sebaliknya, dampak ketakutan nan hiperbola dari pemerintah Mesir sendiri, membuat para aktivis dan pemimpin Ikhwanul Muslim justru dipenjarakan.

Pada tahun 1967 Israel menyerang Mesir, Syria dan Yordania selama 6 hari dengan alasan buat mencegahan. Pada peristiwa tersebut Israel sukses merebut Jalur Gaza, dataran tinggi Golan dan kawasan Tepi Barat. Namun pada bulan November tahun nan sama Dewan Keamanan PBB melalui resolusi nomor 242, dengan tegas memerintahkan Israel segera menarik tentaranya dari wilayah pendudukan.

Nasib Palestina nan sedang di ujung tanduk, sedikit memberi asa ketika Yasser Arafat terpilih sebagai Ketua PLO nan pada saat itu bermarkas di Yordania. Inilah langkah perlawanan secara politis dan senjata buat memperjuangkan nasib Palestina nan terusir dari buminya sendiri.

Berbagai upaya agar ketegangan di Jalur Gaza mereda telah dilakukan, tapi rupanya sebab semakin banyak kepentingan nan ikut berbicara di kawasan tersebut, konflik Jalur Gaza timbul tenggelam dan selalu saja rakyat Palestina nan menjadi korban. Jalur gaza menjadi kawasan nan sarat konflik sampai hari ini, apalagi global barat melalui bonekanya Israel, semakin kuat menancapkan kuku pengaruhnya.