Kesenian Aceh Didong
Jika mendengar tentang Aceh, Anda akan langsung teringat dengan peristiwa bala tsunami nan terjadi pada 6 tahun lalu. Akan tetapi, Aceh tidaklah hanya terpaut pada bala dan kesedihan nan pernah menimpanya, sebab masih banyak hal nan bisa disaksikan tentang Aceh dari sudut pandang nan berbeda salah satunya ialah kesenian Aceh .
Aceh banyak memiliki kekayaan sumber daya alam, seperti minyak bumi dan gas. Bukan hanya itu, provinsi ini juga memiliki estetika alam nan tak kalah bagusnya dari provinsi-provinsi lain di Indonesia, seperti hamparan pantai nan menawan, jajaran pegunungan nan indah, dan hutan nan eksotik. Selain itu, majemuk wisata budaya juga dimiliki oleh Aceh.
Provinsi ini dikenal sangat kental dengan unsur agama Islam sehingga dijuluki sebagai serambi Mekah. Kentalnya unsur Islam bisa dilihat melalui Masjid Raya Baiturahman nan juga merupakan salah satu kebanggan masyarakat Aceh. Masjid Raya ini terletak di pusat Kota Banda Aceh dan merupakan salah satu bangunan nan berdiri kokoh dan selamat dari musibah tsunami pada 2004 silam.
Di Aceh terdapat majemuk bahasa nan digunakan, di antaranya ialah bahasa Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Pakpak, Kluet, Singkil, Jamee, Lekon, Sigulai, Haloban, Devayan, dan Nias.
Di provinsi ini juga terdapat sebuah pulau nan dikenal sebagai titik nol kilometer Indonesia, yaitu Pulau Weh atau biasa disebut dengan Pulau Sabang. Pulau Weh terletak di lepas pantai utara Banda Aceh. Pemerintah menetapkan pulau ini sebagai titik awal penghitungan holistik jeda dan luas wilayah negara Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke.
Selain letak geografi nan unik dari Pulau Weh, Aceh juga memiliki majemuk kesenian berupa tari-tarian, kerajinan, ukiran, lagu, rumah adat, serta wisata masakan nan sangat khas dengan bumbu rempah dan rasa pedas.
Kesenian Aceh Tarian Saman
Masyarakat Aceh sangat mahir membuat literatur gerakan tubuh nan indah, melalui kreativitas para artis inilah terlahir banyak tarian, di antaranya tari rateb meuseukat, tari seudati, tari pho, dan tari saman. Di antara semua tarian tradisional khas Aceh, umumnya tari saman dipilih sebagai tarian nan paling sering dipentaskan. Tarian ini merupakan kesenian Aceh nan terkenal. Tarian ini sering dijumpai pada acara perhelatan adat, acara-acara formal dan nonformal taraf nasional, maupun kompetisi menari taraf dunia.
Tari saman berasal dari sebuah suku nan mendiami Aceh, yaitu suku Gayo. Tarian ini berisi nilai-nilai edukasi, religi, moral, nasionalisme, kekompakan, dan kebersamaan. Biasanya, tari saman ditampilkan dengan iringan suara dari para penari.
Suara para penari inilah nan digunakan sebagai pengganti musik. Adapun kombinasi suara didapatkan dari gerakan tepuk tangan, gerakan memukul dada dan pangkal paha, serta syair-syair ganit nan dinyanyikan oleh para penari.
Selain tanpa menggunakan musik, keunikan lain dari tarian ini ialah posisi penari dalam keadaan duduk saat melakukan tarian. Kekompakan dalam melakukan gerakan tubuh seperti menepukkan tangan, membungkukkan badan ke depan, gerakan miring ke belakang, miring ke kanan atau ke kiri dilakukan dalam tempo nan sangat cepat.
Kekompakan gerakan, ketepatan waktu, dan keseragaman formasi ialah karakteristik khas tarian ini. Untuk itu dibutuhkan latihan keras dan konsentrasi nan tinggi agar bisa tampil dengan gemilang.
Keselarasan gerakan dan rona baju nan digunakan menambah kesan estetika nan terlihat serasi dan dinamis. Melalui tarian inilah sinergi dari seni dan kreativitas bisa menyatu sehingga mampu mencuri perhatian dan kekaguman penonton tak hanya di dalam negeri, tetapi juga mancanegara.
Tarian saman hanyalah salah satu dari keajaiban nan dimiliki oleh Aceh. Jika Anda ingin mengenal lebih jauh lagi keunikan provinsi ini, tak ada salahnya jika Aceh menjadi tujuan loka wisata Anda buat selanjutnya.
Kesenian Aceh Didong
Kesenian Aceh didong ialah kesenian rakyat asal dari rakyat Gayo nan sebesar 25 persen tinggal di wilayah Aceh Tengah. Kesenian Aceh ini dalam pementasannya memadukan beberapa unsur kesenian sntara unsur tari, unsur vokal dan unsur sastra. Kesenian ini mulai ada sejakzaman Reje Linje ke 18 dan pertama kali diperkenalkan ke masyarakat oleh seseorang nan bernama Abdul Kadir To