Pertumbuhan Ekspor dan Deregulasi (1983-1996)
Kisah Soeharto bermula sejak ia lahir pada 8 Juni 1921, di Kemusu Argamulja, Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia)- dan kisahnya pun masih berlanjut walau beliau sudah meninggal pada 27 Januari 2008, di Jakarta, Dia ialah perwira militer dengan bintang lima bersama Jendeal AH Nasution dan pemimpin politik nan menjadi presiden Indonesia 1967-1998.
Pada dasa warsa pemerintahannya, enggan terganggu oleh usikan apa pun dan memberikan stabilitas politik nan sangat dibutuhkan Indonesia dan pertumbuhan ekonomi nan berkelanjutan, tapi rezim otoriter itu akhirnya menjadi korban penurunan ekonomi dan korupsi internal sendiri.
Seperti banyak orang Jawa, Soeharto menggunakan hanya namanya nan diberikan, tanpa nama keluarga. Putra seorang pejabat kecil dan pedagang di Yogyakarta, ia bercita-cita dari masa mudanya buat berkarir di militer. Setelah lulus dari sekolah tinggi dan bekerja sebentar sebagai pegawai bank, ia bergabung dengan tentara kolonial Belanda dan kemudian, setelah penaklukan Jepang pada tahun 1942, beralih ke pelatihan tentara korps pertahanan nan dilatih Jepang, menerima pelatihan sebagai seorang perwira.
Dengan menyerahnya Jepang pada 1945, dia berjuang dalam pasukan gerilya TNI merebut kemerdekaan dari Belanda. Pada saat Indonesia menjadi republik pada tahun 1950, Soeharto telah sukses membawa dirinya sebagai hulubalang batalyon di Jawa Tengah dan mencapai pangkat letnan kolonel. Selama 15 tahun berikutnya, ia naik terus melalui jajaran tentara Indonesia, menjadi kolonel pada 1957, seorang brigadir jenderal pada 1960, dan seorang mayor jenderal pada 1962. Soekarno pernah menyebutnya sabagai opsir keras kepala.
Pada 1963, Soeharto secara rutin ditunjuk buat memimpin komando cadangan strategis AD atau KOSTRAD, kekuatannya nan berbasis di Jakarta nan digunakan buat merespon keadaan darurat nasional. Pemimpin di Indonesia, Presiden Soekarno, sementara itu telah dikenal dengan interaksi dekatnya bersama Partai Komunis Indonesia (PKI) dan dengan China, tapi sebagian staff AD sangat antikomunis.
Pada 30 September 1965, sekelompok perwira militer sayap kiri dan beberapa pemimpin PKI berusaha buat merebut kekuasaan di Jakarta, dengan menewaskan enam dari tujuh jenderal senior angkatan darat. Soeharto sebagai salah seorang perwira dengan peringkat paling tinggi tak diganggu, sebab pelakunya primer operasi lapangan ialah mantan Anak buah Soeharto. Kedekatan secara sentimental itulah nan menyebabkan Soeharto tak dijadikan sasaran dari operasi pembunuhan Jenderal.
Dan sebagai jawaban dari pembunuhan nan mengejutkan itu, dia sebagai kepala komando strategis, ia memimpin tentara meninggalkan perebutan kekuasaan dalam. Sukarno ikut dicurigai terlibat dalam kudeta, dan kekuasaan kini mulai bergeser ke tentara. Dalam bulan-bulan berikut, Soeharto mengarahkan pembersihan terhadap komunis dan kaum kiri dalam kehidupan publik, dan perintahnya diikuti dalam bentuk hiperbola oleh warga dalam pembantaian orang kiri dan pendukung Soekarno di seluruh negara di mana jutaan orang kehilangan nyawa mereka.
Soeharto, nan saat itu menjabat Kepala Staf Angkatan Darat, mengambil kontrol nan efektif dari pemerintah Indonesia pada 12 Maret 1966, meskipun Sukarno tetap presiden buat satu tahun lagi. Soeharto melarang PKI dan mulai merumuskan kebijakan baru buat menstabilkan perekonomian negara dan kehidupan politik, nan telah mendekati ambang kekacauan mendekati tahun-tahun terakhir pemerintahan Sukarno.
Pada Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat (legislatif nasional) menunjuk Soeharto bertindak presiden, dan pada Maret 1968 terpilih dia buat masa jabatan lima tahun sebagai presiden.
Sebagai presiden, Soeharto menerapkan kebijakan nan disebut Orde Baru , mengandalkan donasi para ekonom lulusan Amerika nan dikenal sebagai mafia Berkeley buat menghidupkan kembali perekonomian Indonesia. Investasi Barat dan donasi asing didorong, dan produksi minyak domestik Indonesia sangat diperluas, dengan pendapatan nan dihasilkan digunakan buat membiayai infrastruktur dan proyek-proyek pembangunan.
Pada 1972, Soeharto telah sukses memulihkan pertumbuhan ekonomi nan stabil sementara juga mengurangi taraf inflasi tahunan dari tinggi 630 persen pada tahun 1966 menjadi kurang dari 9 persen. Dalam urusan luar negeri, dia menjadi antikomunis, dan pro-Barat. Indonesia bergabung kembali dengan PBB, dan pada 1967 menjadi anggota pendiri Asosiasi Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Pada 1976 Indonesia dipaksa menganeksasi koloni Portugis di Timor Timur, dengan dorongan masyarakat internasional nan anti komunis . Indonesia dikorbankan dunia, dan Soeharto menyepakatinya.
Orde Baru Keajaiban Soeharto Indonesia
Dari sisi ekonomi, sekitar pertengahan 1960-an situasi ekonomi Indonesia telah mencapai kondisi nan mengkhawatirkan. Tapi, setelah Soeharto mengambil alih tampuk dari Soekarno di pertengahan 1960-an kebijakan ekonomi mengalami perubahan radikal.
Pembangunan ekonomi Indonesia menjadi jelas, selama pemerintahan Orde Baru Soeharto bisa dibagi menjadi tiga periode, masing-masing ditandai dengan kebijakan spesifik nan ditujukan buat konteks ekonomi tertentu. Periode ini adalah:
- Pemulihan ekonomi (1966-1973)
- Pertumbuhan ekonomi nan cepat (1974-1982)
- Pertumbuhan Ekspor dan deregulasi (1983-1996)
- Pemulihan Ekonomi (1966-1973)
Misi krusial dari pemerintahan Orde Baru Soeharto ialah pembangunan ekonomi, langkah pertama ialah reintegrasi Indonesia kembali ke ekonomi global dengan bergabung kembali dengan Dana Moneter Internasional (IMF), Liga Bangsa-Bangsa ( PBB ) dan Bank Global pada paruh kedua tahun 1960-an.
Ini dimulai genre donasi keuangan sangat dibutuhkan dan donasi luar negeri dari negara-negara Barat dan Jepang ke Indonesia. Permusuhan dengan Malaysia (politik pertikaian Soekarno) juga dihentikan.
Langkah kedua ialah membatasi hiperinflasi. Soeharto berbalik kepada sekelompok teknokrat ekonomi (sebagian besar dari mereka dididik di Amerika Serikat) buat datang dengan sebuah planning buat pemulihan ekonomi. Pada akhir 1960-an, stabilitas harga telah ditetapkan melalui kebijakan nan melarang adanya pembiayaan dalam negeri dalam bentuk utang dalam negeri atau penciptaan uang.
Selanjutnya, prosedur pasar bebas dipulihkan dengan tindakan membebaskan diri dr kontrol negeri, diikuti dengan implementasi UU Penanaman Kapital Asing (1967) dan UU Penanaman Kapital Dalam Negeri (1968). Hukum-hukum ini berisi bonus nan menarik bagi investor buat berinvestasi di negara sehingga pertumbuhan ekonomi dua digit pada tahun 1968.
Pertumbuhan Ekonomi nan Cepat (1974-1982)
Sampai pada 1982, pertumbuhan ekonomi tahunan nan cepat dari setidaknya lima persen dipertahankan. Bahkan, Indonesia diuntungkan secara signifikan dari dua boom minyak nan muncul pada 1970-an. Yang pertama dimulai pada 1973/1974 ketika Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), nan Indonesia merupakan anggota, mengurangi ekspor secara drastis, menyebabkan kenaikan besar dalam harga minyak.
Boom minyak kedua terjadi di 1978/1979 ketika revolusi Iran mengganggu produksi minyak nan menyebabkan kenaikan harga besar lainnya. Karena ini booming minyak pendapatan ekspor Orde Baru serta pendapatan pemerintah naik tajam. Hal ini memungkinkan sektor publik buat memainkan peran lebih besar dalam perekonomian dengan melakukan investasi publik nan besar dalam pembangunan daerah, pembangunan sosial, infrastruktur dan melalui pembentukan skala besar (dasar) industri, di antaranya ialah industri substitusi impor.
Barang kapital dan bahan standar bisa diimpor sebab peningkatan devisa, sehingga menimbulkan sektor manufaktur menjadi berkembang. Indonesia dari pengeskpor minyak, kini membutuhkan minyak.
Pertumbuhan Ekspor dan Deregulasi (1983-1996)
Pada awal 1980-an, harga minyak mulai turun lagi dan penyesuaian mata uang pada tahun 1985 diperparah utang luar negeri Indonesia. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah baru buat memulihkan stabilitas makroekonomi. Nilai tukar rupiah didevaluasi pada1983 buat mengurangi meningkatnya defisit transaksi berjalan, undang-undang pajak baru diperkenalkan buat meningkatkan pendapatan dari pajak non-migas dan langkah-langkah deregulasi perbankan diambil. Bank tumbuh fertile dengan kapital kecil. Contoh lain dari ekonomi nan tak sehat, seperti ekonomi bubble - nya Jepang.
Akhirnya sebagaimana nan kita ketahui, bukan kekerasanlah nan menjatuhkan Soeharto dari kekuasaan. Kisah Soeharto nan dalam bahasa Jawa dapat diartikan sebagai “banyak harta” jatuh sebab terlalu banyak harta, dan terlalu banyak masalah nan berkaitan dengan harta harta negara, yakni korupsi . Peninggalan Soeharto, ialah budaya korupsi sebab gegar ekonomi .