Siswi Hamil Boleh Mengikuti Ujian Nasional

Siswi Hamil Boleh Mengikuti Ujian Nasional

Pelaksanaan ujian nasional hingga saat ini masih saja menimbulkan berbagai kontroversi, terkait berbagai kecurangan dalam pelaksanaannya. Menjelang aplikasi ujian nasional, jutaan siswa dari taraf SD, SMP dan SMA sering dilanda ketakutan tak mampu menempuh ujian nasional dengan baik.

Wujud ketakutan atau lebih tepatnya ketidak percayaan diri para siswa menghadapi ujian nasional umumnya ditunjukkan dengan menggelar acara istighosah atau doa bersama. Bahkan, sebagian siswa juga berupaya memperoleh bocoran soal ujian nasional dengan berbagai cara. Parahnya, kondisi tersebut dimanfaatkan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab buat melakukan jual beli soal ujian nasional.



Ujian Nasional, Momok Para Siswa

Ujian nasional tampaknya telah menjadi momok tersendiri bagi global pendidikan nasional saat ini. Ketakutan para siswa sesungguhnya cukup beralasan mengingat tingginya angka ketidak lulusan siswa sejak kebijakan ujian nasional dengan baku nilai kelulusan nisbi tinggi diberlakukan.

Dan nan lebih memprihatinkan, sebagian siswa nan tak lulus ujian nasional termasuk siswa berprestasi di sekolahnya. Ujian Nasional merupakan kebijakan nan dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional/ Kemendiknas sebagai sebuah sistem penilaian baku pendidikan dalam rangka quality control pendidikan secara nasional.

Ujian nasional dilaksanakan di taraf SD, SMP dan SMK sederajat buat menilai kompetensi lulusan dengan ukuran baku nasional pada mata pelajaran tertentu. Hasil ujian nasional berguna untuk:

  1. Sarana pemetaan mutu program dan satuan pendidikan.
  2. Dasar penentuan kelulusan peserta didik, dan acuan buat masuk jenjang pendidikan nan lebih tinggi.
  3. Bahan penilaian mutu pendidikan secara nasional.

Kemendiknas menerapkan baku kelulusan eksklusif pada setiap aplikasi Ujian Nasional. Baku kelulusan ujian nasional nan ditetapkan oleh Kemendiknas ialah setiap peserta didik nan menempuh ujian nasional wajib memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 berlaku buat semua mata pelajaran nan diujikan. Spesifik buat para siswa SMK, nilai praktik kejuruan akan ditambahkan pada baku kelulusan ujian dengan poin minimal 7,00.



Pro dan Kontra Ujian Nasional

Pelaksanaan ujian nasional tidak pelak telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Para pengamat pendidikan banyak nan menyayangkan nilai ujian nasional nan dijadikan tolok ukur kelulusan peserta didik nan telah menempuh pendidikan selama bertahun-tahun.

Mata pelajaran eksklusif nan diujikan dalam ujian nasional seharusnya tak dijadikan tolok ukur murni baku kelulusan peserta didik sebab mata pelajaran tersebut dianggap tak mencerminkan prestasi peserta didik secara keseluruhan. Namun, pihak nan pro ujian nasional mengatakan bahwa ujian nasional meerupakan sebuah tolok ukur murni buat mengetahui sejauh mana taraf penyerapan peserta didik terhadap imlu nan diberikan selama menempuh pendidikan.

Mata pelajaran nan diujikan sebagai materi ujian nasional ialah sebagai berikut:



1. Materi ujian nasional SMA/ MA:
  1. Program IPA: Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Kimia, Biologi, dan Fisika.
  1. Program IPS: Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Sosiologi, Geografi, dan Ekonomi.
  1. Program Bahasa: Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Asing lain nan diambil, Sejarah Budaya/Antropologi, dan Sastra Indonesia.
  1. Program Keagamaan: Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, dan Ilmu Kalam.


2. Materi Ujian nasional SMK:

Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Teori Kejuruan, dan Praktik Kejuruan.



3. Materi Ujian Nasional SMP/ MTS:

Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA (Ilmu Pengetahuan Alam).



4. Materi ujian nasional SD/ MI:

Matematika, Bahasa Indonesia, IPA. Ujian nasiona l tahun 2012 secara serentak akan dilaksanakan mulai 16 April 2012 buat peserta didik taraf SMA/MA dan SMK. Berdasarkan data Kemendiknas, jumlah peserta ujian nasional tercacat sebanyak 2.580.446 siswa nan terdiri dari 1.234.921 siswa SMA/SMALB (47,77 persen), 303.601 siswa MA (11,77 persen), dan 1.041.924 siswa SMK (40,45 persen).

Menurut kemendiknas, distribusi naskah ujian nasional dipetakan dalam beberapa wialyah, meliputi Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Lampung, Kalimantan Tengah. Kemudian, Aceh, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Kalimantan barat.

Sedangkan wilayah lainnya mencakup Jawa Barat, Jawa Timur Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Serta terakhir, meliputi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, NTB, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan NTT.

Distribusi soal ujian nasional taraf SMA/MA dan SMK diprioritaskan di kawasan kepualuan nan nisbi jauh dulu, buat mengantisipasi adanya keterlambatan distribusi soal pada hari H aplikasi ujian nasional.



Siswi Hamil Boleh Mengikuti Ujian Nasional

Dalam aplikasi ujian nasional tahun 2012 ini ada hal nan cukup menarik, yakni desakan agar pemerintah mengizinkan siswi nan hamil mengikuti ujian nasional. Desakan tersebut muncul dari kalangan wakil rakyat disejumlah daerah nan sebelumnya melarang siswi hamil mengikuti ujian nasional. Desakan serupa juga datang dari Serikat Keluarga Berencana Indonesia- PKBI nan mendesak pemerintah buat mengizinkan siswi hamil mengikuti ujian nasional.

Desakan tersebut didasari pertimbangan terhadap hak setiap siswa atau peserta didik buat memperoleh jenjang nan lebih tinggi, termasuk mengikuti aplikasi ujian nasional. Berbagai desakan tersebut kemudian direspon oleh Menteri Pendidikan Nasional Muhamad Nuh nan dengan tegas menyatakan siswi hamil diizinkan mengikuti ujian nasional.

Menurut Muhamad Nuh, mengijkuti ujian nasional merupakan hak setiap peserta didik dalam kondisi apa pun dan tak ada Undang-Undang atau kebijakan nan melarang siswi hamil mengikuti ujian nasional. Terkait kekhawatiran terulang kembali kecurangan aplikasi ujian nasional nan terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, di Yogyakarta Dinas Pendidikan DIY mendirikan posko aduan ujian nasional.

Posko aduan ujian nasional dibuka sebagai wahana pengaduan dari masyarakat selama aplikasi ujian nasional SMA/SMK/MA nan berlangsung mulai Senin, 16 April 2012. Posko aduan ujian nasional dibuka buat melayani masyarakat generik nan meminta informasi, pengaduan, kerusakan, maupun permasalahan nan berhubungan dengan aplikasi ujian nasional. Keberadaan posko aduan ujian nasiona juga mudah dijangkau, yakni berada di kantor dinas Pendidikan DIY.



Ujian Nasional - Surat Pernyataan

Untuk menghindari adanya perbuatan curang dalam aplikasi ujian nasional, mulai tahun 2012 ini setiap peserta ujian nasional wajib menandatangani pernyataan bahwa dia akan mengerjakan soal ujian nasional dengan jujur. Kewajiban peserta ujian nasional buat menandatangi penyataan mengerjakan UN dengan jujur tertuang dalam mekanisme operasi baku UN buat jenjang SMP dan SMA sederajat tahun ajaran 2011-2012.

Penandatanganan pernyataan kejujuran, dilakukan pada aplikasi ijian nasional taraf SMA/MA dan SMK nan berlangsung pada 16-19 April 2012 dan taraf SMP sederajat nan dilaksanakan pada 23-26 April 2012. Selain meminta peserta ujian nasional menandatangani pernyataan kejujuran, Kemendiknas juga telah membagi soal-soal ujian nasional dalam beberapa tipe soal nan diacak. Hal tersebut buat menghindari kecurangan dan kebocoran soal ujian nasional.

Seharusnya para peserta didik nan akan menempuh ujian nasional tak perlu resah atau galau. Saat ini, sudah tersedia banyak fasilitas buat belajar secara mandiri, misalkan saja dengan mengakses soal-soal latihan ujian nasional melalui internet. Belajar dengan tekun dibarengi dengan doa, tentu akan meningkatkan rasa percaya diri dalam menghadapi ujian nasional. Dengan bekal latihan soal dan terus belajar, tak perlu lagi mencari bocoran soal nan belum tentu kebenaranya.



Serba-serbi Ujian Nasional

Ujian Nasional atau nan lebih dikenal sebagai UN merupakan suatu media penilaian buat bisa menguji kulitas pembelajaran nan telah dilakukan pada satu taraf pendidikan tertentu. Sistem Ujian Nasional ini digunakan sebagai penilaian baku pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah.

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 menyebutkan dalam rangka buat mengendalikan mutu pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai dengan menengah dan juga alam mengukur taraf akuntabilitas para penyelenggaran pendidikan, perlu dilakukan suatu wahana penilaian menyeluruh sinkron dengan strata pendidikannya. Oleh sebab itu, pihak-pihak nan berkepentingan nan dalam hal ini ialah pemerintah, sekolah, orang tua murid, dan peserta didik (murid) perlu memahami akan pentingnya media penilaian ini.

Media penilaian Ujian Nasional ini dapat bersifat lokal nan diselenggarakan oleh instansi terkait. Tapi juga perlu dilakukan secara menyeluruh dan serentak nan kini dikenal sebagai Ujian Nasional.



Berkenalan dengan Ujian Nasional

Seperti halnya media evaluasi, tentunya Ujian Nasional memerlukan baku spesifik nan bisa mengukur sukses atau tidaknya kegiatan pembelajaran dilakukan oleh institusi pendidikan. Baku itu dapat disebut sebagai baku minimal nan harus dicapai, baik itu secara individu anak didik maupun secara kolektif (institusi pendidikan seperti sekolah).

Standar pendidikan secara individu telah ditetapkan berupa baku kelulusan nan harus dilampaui oleh peserta didik. Hal itu berarti bila peserta didik tak mampu melampui baku tersebut, maka dapat dikatakan peserta didik tersebut harus mengulangi ujian tahun depan.

Tidak adil rasanya bila baku hanya diberlakukan buat peserta didik semata. Baku juga perlu diberlakukan kepada insitusi pendidikan seperti sekolah di mana peserta didik tersebut mendapatkan pendidikan. Hal ini dilakukan buat mengukur usaha kolektif nan dilakukan oleh sekolah dalam rangka pencerdasan peserta didik dengan media penilaian berupa Ujian Nasional.

Sekolah mendapat peran nan cukup krusial dalam rangka mengakselerasi potensi setiap anak didik. Oleh sebab itu, sekolah juga perlu diberikan evaluasi sejauh mana usaha mereka dalam mengakselerasi potensi tersebut. Jangan sampai peserta didik dibebankan terlalu besar oleh sekolah. Karena sejatinya, sekolah juga bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan peserta didik itu sendiri.



Ujian Nasional - Ujian Negara

Pada masa pendudukan Belanda dulu, Ujian Nasional sebenarnya telah dilakukan namun dengan konteks nan agak sedikit berbeda. Ketika itu, Ujian Nasional lebih dikenal sebagai ujian negara. Ujian negara sifatnya dikelola dan diselenggarakan oleh pemerintahan Belanda di Hindia Belanda.

Ujian negara ketika itu bisa dijadikan media buat mencari siswa-siswa unggulan nan mana siswa-siswa tersebut akan diberikan kesempatan buat menimba ilmu di negeri kincir angin, Belanda.

RA Kartini dan H. Agus Salim merupakan saksi sejarah di mana mereka pernah mengikuti Ujian Nasional (baca: ujian negara) ala Belanda. Karena potensi nan dimilikinya ketika itu, RA Kartini ditawari Belanda buat bisa melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda.
Hal ini tentu saja merupakan sebuah apresiasi dan dapat memunculkan kebanggan tersendiri. Namun, sebab tradisi nan ada ketika itu, RA Kartini akhirnya menolak secara halus tawaran tersebut. Ia lebih memilih buat menawarkan kesempatan tersebut kepada H. Agus Salim. Namun penawaran kepada H. Agus Salim tersebut pun pada akhirnya harus kandas.



Urgensi Ujian Nasional

Banyak pihak nan mempertanyakan masih perlukah sistem Ujian Nasional dijalankan? Jawabannya, menurut ekonomis penulis, masih perlu. Konteks dan urgensi nan dimiliki oleh Ujian Nasional sebenarnya cukup baik. Meski di sana-sini masih banyak nan bolong, itu di luar kehendak bersama tentunya. Sebagai warga negara nan baik, alih-alih mencaci tentunya kita harus memberikan sumbangsih pikiran kita kepada pemerintah buat membuat sistem Ujian Nasional dibuat lebih baik lagi.

Sebagai sebuah proses, pendidikan perlu diberikan baku dan juga evaluasi terhadap kualitas nan dihasilkan. Media buat mengukur kualitas tersebut salah satunya ialah Ujian Nasional. Bila dianalogikan proses pendidikan sebagai sebuah proses manufaktur, produk nan dihasilkan (baca: peserta didik) tentunya harus sinkron dengan spesifikasi nan memang telah ditetapkan di awal.

Produk tersebut harus tanpa stigma memang perlu, tetapi sebagaimana lazimnya sebuah proses tentunya produk stigma akan sangat mustahil buat dihindari. Yang perlu dilakukan ialah menentukan seberapa besar toleransi nan diberikan sehingga kualitas akan tetap terjaga.

Hal itu juga berlaku buat pendidikan. Sebagai sebuah proses, defleksi tentu saja akan sulit buat dihindari. Namun nan perlu dijaga ialah seberapa besar defleksi tersebut masih dapat ditoleransi. Hal itulah nan kemudian disebut dengan baku kualitas pembelajaran.

Standar ini sebenarnya dapat saja tak berupa angka-angka eksak. Namun angka-angka tersebut digunakan buat mempermudah penilaian. Baku angka kelulusan Ujian Nasional dapat dijadikan salah satu parameter saja, bukan parameter absolut kelulusan. Oleh sebab itu, banyak pendapat terkait dengan baku angka kelulusan Ujian Nasional ini. Apakah memang baku tersebut masih diperlukan? Ataukah memang ada cara lain buat mengukur kelulusan peserta didik.

Inilah nan menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Pemerintah bersama dengan rakyat seyogyanya mencari solusi terbaik buat merumuskan baku pendidikan agar kualitas lulusan nan dihasilkan pun sinkron dengan asa bersama.



Antara Ujian Nasional dengan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

Masalah lain nan kemudian muncul ialah bisakah hasil nan didapat pada Ujian Nasional dijadikan baku kelulusan siswa buat bisa memasuki universitas nan diidam-idamkan? Menurut ekonomis penulis, pandangan tersebut perlu dilihat secara komprehensif, tak dapat dilihat secara sekilas.

Kedua jenis ujian, seleksi penerimaan mahasiswa baru dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk ujian, berbeda karakteristik. Ujian pertama yakni ujian nasional bertujuan buat menilai apakah seorang peserta didik telah memenuhi atau mencapai baku minimal pencapaian. Oleh sebab itu, sifat dari Ujian Nasional bukanlah buat meyeleksi seorang peserta didik. Ujian Nasional hanya digunakan sebagai media penialaian atas proses pendidikan nan telah dilalui oleh peserta didik.

Berbeda dengan Ujian Nasional, Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru bertujuan buat menyeleksi dari sekian banyak calon mahasiswa. Kapasitas kursi mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri nan terbatas tak dibarengi dengan keluaran calon mahasiswa PTN. Hal itu mengakibatkan calon-calon mahasiswa tersebut harus disaring sehingga hanya mereka lulus ujian saringan nan akan duduk dan menimba ilmu di PTN.

Kedua jenis ujian tersebut (Ujian Nasional dan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) memiliki keluaran atau objektif nan berbeda. Oleh sebab itu, sifat atau evaluasi nan dihasilkan keduanya tak dapat dibandingkan seperti membandingkan apel dengan apel.

Keduanya tak sama, sebab memang instrumen nan digunakan buat evaluasi pun berbeda. Misalnya buat Ujian Nasional digunakan soal-soal nan memang merupakan kemampuan dasar (standar) nan harus dimiliki oleh jenjang pendidikan tertentu. Kemampuan dasar itu bersifat absolut harus dimiliki sehingga soal-soal nan diujikan pun bersifat kemampuan dasar. Meskipun tak menutup kemungkinan, soal-soal nan diujikan lebih bersifat advance.

Berbeda dengan Ujian Nasional, pada Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, soal-soal nan diujikan akan lebih sulit. Alih-alih soal nan mudah, soal-soal nan diujikan akan setingkat lebih tinggi bila dibandingkan dengan Ujian Nasional. Sifatnya yakni buat menyeleksi tentunya akan mengakibatkan soal-soal nan diujikan pun sebisa mungkin harus dapat menggugurkan sebagian besar siswa nan ikut ambil bagian dalam ujian ini.

Kontroversi pun berlanjut, bila memang Ujian Nasional digunakan sebagai baku buat bisa melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri, haruskah baku nan ada sekarang dinaikan? Menurut ekonomis penulis, baku nan ada tentunya harus dinaikan. Hal ini dilakukan buat menjaga kualitas calon mahasiswa nan akan melanjutkan ke perguruan tinggi tersebut.

Berbicara mengenai kualitas tentunya, proses pengendalian nan harus dilakukan pun harus lebih tinggi. Semakin tinggi kualitas nan diharapkan, tentunya taraf toleransi nan digunakan dalam pengendalian kualitas pun tak sembarangan. Keduanya merupakan konsekuensi logis nan tak dapat dipisahkan begitu saja selain tentu saja proses pembelajaran itu sendiri.

Itulah serba-serbi Ujian Nasional.