NATO Berlanjut Pasca Perang Dingin
NATO, atau North Atlantic Treaty Organization (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) ialah sebuah komplotan militer di antara negara-negara Blok Barat. Sejarah berdirinya komplotan ini sangat berkaitan erat dengan situasi Perang Dingin. Oleh sebab itu, ada baiknya kita memahami sekilas Perang Dingin sebelum menelusuri sejarah NATO itu sendiri.
Sebagaimana nan kita pelajari di buku-buku sejarah, pasca Perang Global II, lahir dua negara adikuasa, yaitu Amerika Perkumpulan dan Uni Sovyet. Keduanya terlibat ketegangan dan konflik sebab berbeda secara ideologis.
Masing-masing negara adikuasa tersebut membuat blok nan terdiri atas negara-negara nan mendukungnya. Amerika Perkumpulan membuat Blok Barat, sedangkan Uni Sovyet membuat Blok Timur. Ketegangan dan konflik antara kedua blok inilah nan disebut Perang Dingin. Negara-negara Eropa sendiri terbelah ke dalam dua blok besar ini. Negara-negara Eropa Barat bergabung ke blok Barat. Sementara itu, Eropa Timur dirangkul oleh blok Timur.
Perang Antar-Blok
Negara-negara Blok Barat, nan dikomandani oleh Amerika Perkumpulan lantas manunggal secara militer buat menghadang kekuatan Blok Timur. Maka, pada 4 April 1949, 12 negara blok Barat berkumpul di Brussel, ibukota Belgia, buat menandatangani pembentukan komplotan militer nan kita kenal dengan nama NATO.
Negara deklarator NATO itu ialah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Kanada, Belanda, Luksemburg, Denmark, Islandia, Italia, Norwegia, Portugis, dan tentu saja tuan rumah Belgia. Bagi blok Barat, NATO ialah forum pertahanan bersama. Artinya, agresi terhadap sebuah negara blok Barat akan dianggap agresi terhadap seluruh Blok Barat.
Oleh karenanya, jika kasus seperti itu terjadi, misalnya jika Blok Timur menyerang sebuah negara di Eropa Barat, maka NATO akan turun tangan sebagai pembela anggotanya. Blok Timur sendiri, nan dikomandani oleh Uni Soviet (Rusia, sekarang) nan berhaluan komunis, juga mendirikan pakta pertahanan tandingan. Pada 1955, negara-negara Blok Timur mendirikan Pakta Warsawa buat menandingi NATO. Pada kenyataannya, konflik militer langsung antara kedua blok selama Perang Dingin tak pernah terjadi.
Dalam perkembangannya, negara-negara lain menyusul bergabung dengan NATO. Pada masa Perang Dingin, Yunani, Turki, Jerman, dan Spanyol bergabung ke dalamnya. Pasca Perang Dingin, jumlah negara nan bergabung lebih banyak lagi.
NATO Berlanjut Pasca Perang Dingin
Pada 1990-an, Uni Soviet runtuh, menandai hancurnya Blok Timur dan sekaligus berakhirnya Perang Dingin. Konsekuensinya, tugas NATO seharusnya berakhir.
Namun, Amerika Perkumpulan sebagai pemimpin negara-negara Barat terus mempertahankan NATO. Apalagi, negara-negara Blok Timur pada akhirnya bergabung dengan NATO. Maka, NATO membuat penguasaan Amerika Perkumpulan kian terasa atas negara-negara Eropa. Meskipun, Eropa sendiri terus menggugat agar peran Amerika Perkumpulan dibatasi.
Oleh sebab itu, pada 1990-an hingga 2000-an, peran NATO masih terasa dalam perpolitikan internasional. NATO, misalnya, turun tangan saat penjatuhan hukuman atas Irak pada masa pemerintahan Presiden Saddam Hussein pada 1990-an. Pada 2001, pasukan NATO di bawah pimpinan Amerika terjun dalam perang di Afghanistan.