Penjelasan Puisi “Membaca Tanda-tanda”

Penjelasan Puisi “Membaca Tanda-tanda”

Tema puisi tentang lingkungan Hijau menjadi wacana nan banyak diperbincangkan saat ini. Asa dan memori tentang lingkungan alam nan latif dan damai diganti dengan banyaknya bala nan disebabkan oleh alam maupun dampak ulah manusia.

Inspirasi menulis puisi dapat dari manapun, salah satunya ialah dari lingkungan di mana Anda tinggal. Puisi lingkungan hayati menjadi salah satu tema di mana di dalamnya terdapat keterangan mengenai situasi dan kondisi suatu tempat.

Puisi sebagai karya seni menggunakan bahasa sebagai media ungkapnya. Puisi sebagai karya seni menjadi representasi sebuah zaman, kota, atau tempat. Misalnya saja puisi lingkungan hayati di daerah pedesaan atau perkotaan, atau puisi mengenai bala alam, rusaknya alam dampak ulah manusia, dan lain sebagainya.



Puisi tentang Lingkungan Hijau

Puisi tentang lingkungan hujau ialah salah satu bentuk kepedulian penyair terhadap alam atau lingkungan di sekitarnya. Penyair tak akan lepas dari lingkungannya, sebab ia juga merupakan makhluk sosial. Puisi akan memiliki makna jika pembacanya memberikan makna. Makna terhadap puisi disebut juga interpretasi.

Tema nan diambil dalam puisi ialah lingkungan hayati tak lepas dari kriteria bagaimana membuat sebuah puisi, yaitu seperti sebagai berikut.

  1. Bahasa dalam puisi telah mengalami proses nan dipadatkan dengan segala unsur kekuatan bahasa nan kemudian dirapikan dan diatur sebaik-baiknya dengan mempertimbangkan irama dan bunyi.
  1. Puisi ialah media ungkapan penyair nan berdasarkan pengalaman dan bersifat imajinatif.
  1. Bahasa nan digunakan menggunakan bahasa konotatif dengan perumpamaan-perumpamaan melalui pengimajinasian, pelambangan dan kata kiasan, atau dengan kata lain menggunakan bahasa nan figuratif.
  1. Antara bentuk fisik dan batin pusi ialah satu keutuhan nan bulat dan tak bisa dipisahkan, pada unsur-unsurnya saling beregulasi (keterkaitan satu dengan nan lainnya) nan menyebabkan puisi memiliki makna.


Contoh Puisi tentang Lingkungan Hijau

Puisi ialah kata-kata nan lahir dari sebuah pemikiran atau perenungan. Maka dari itu, tidak sporadis ada puisi nan dapat membangkitkan perasaan dan merangsang suatu bentuk khayalan dalam susunannya nan berirama. Inilah nan menyebabkan sebuah puisi menjadi pengalaman banyak orang.

Banyak penyair nan mengangkat tema puisi tentang lingkungan hidup, salah satunya ialah penyair nan namanya tidak asing di Indonesia, terutama di global sastra, yaitu Taufik Ismail dengan karyanya nan berjudul “Membaca Tanda-tanda”

“Membaca Tanda-tanda” karya Taufik Ismail

Ada sesuatu nan rasanya mulai lepas dari tangan / Dan meluncur lewat sela-sela jari kita//

Ada sesuatu nan mulanya tak begitu jelas / Tapi kini kita mulai merindukannya//

Kita saksikan udara abu-abu warnanya / Kita saksikan air danau nan semakin surut jadinya // Burung-burung kecil tidak lagi berkicau di pagi hari

Hutan kehilangan ranting / Ranting kehilangan daun / Daun kehilangan dahan / Dahan kehilangan hutan

Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbondioksida itu menggilas paru-paru

Kita saksikan / Gunung memompa abu / Abu membawa batu / batu membawa lindu / Lindu membawa longsor / Longsor membawa air / Air membawa banjir / Banjir air mata

Kita telah saksikan seribu tanda-tanda / bisakah kita membaca tanda-tanda ?
Allah / Kami telah membaca gempa / kami telah disapu banjir / kami telah dihalau barah dan hama / Kami telah dihujani abu dan batu
Allah / Ampuni dosa-dosa kami

Beri kami kearifan membaca tanda-tanda

Karena ada sesuatu nan rasanya mulai lepas dari tangan / Dan meluncur lewat sela-sela jari / sebab ada sesuatu nan mulanya / Tidak begitu jelas / Tapi kini kami / Mulai merindukannya



Penjelasan Puisi “Membaca Tanda-tanda”

Dari puisi nan berjudul “Membaca Tanda-tanda” karya Taufik Ismail di atas, terdapat ungkapan di mana penyair mengajak pembaca buat membaca dan memahami gejala-gejala nan terjadi di alam.

Melalui puisi tentang lingkungan hayati tersebut, Taufik Ismail mengajak agar manusia lebih peka terhadap perubahan alam nan semakin hari semakin buruk, rusak, dan memprihatinkan. Alam nan dulunya latif memberikan kenyamanan kini rusak dampak tangan-tangan manusia.

Taufik Ismail sangat menyesal dan menyayangkan kondisi alam saat ini, tetapi ia juga mempertanyakan apakan manusia merasakan dan paham akan tanda-tanda perubahan nan terjadi pada alam. Hal ini tampak pada isi bait, sebagai berikut.

Allah / Ampuni dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca tanda-tanda
Karena ada sesuatu nan rasanya mulai lepas dari tangan / Dan meluncur lewat sela-sela jari / sebab ada sesuatu nan mulanya / Tidak begitu jelas / Tapi kini kami / Mulai merindukannya

Bahasa Kiasan pada Puisi “Membaca Tanda-tanda”
Puisi “Membaca Tanda-tanda” karya Taufik Ismail terdapat pula bahasa konotasi atau kiasan, yaitu pada bait nan berbunyi:
Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbondioksida itu menggilas paru-paru

Dan juga pada bait nan berbunyi:
Kita saksikan / Gunung memompa abu / Abu membawa batu / batu membawa lindu / Lindu membawa longsor / Longsor membawa air / Air membawa banjir / Banjir air mata

Taufik menggunakan bahasa personifikasi buat menggambarkan benda-benda wafat nan dekat dengan alam tersebut menjadi seolah-olah bernyawa atau memiliki sifat layaknya manusia.

Selain bahasa personifikasi, terdapat pula gaya bahasa nan hiperbolis. Hiperbolis ialah gaya bahasa nan membesar-besarkan atau melebih-lebihkan sesuatu. yaitu bait nan berisi: Banjir air mata.

Pada puisi tentang lingkungan hidup, penyair mencoba membawa pembaca buat masuk ke dalam imaji di mana suasana puisi tersebut hendak ditawarkan. Pada puisi “Membaca Tanda-tanda” terdapat imaji raba, imaji penglihatan, dan imaji pendengaran, yaitu sebagai berikut.

  1. Imaji Raba ialah citraan nan ditimbulkan dampak indra raba atau sentuhan, terdapat pada bait nan berisi:

Ada sesuatu nan rasanya mulai lepas dari tangan / Dan meluncur lewat sela-sela jari kita
Karena ada sesuatu nan rasanya mulai lepas dari tangan / Dan meluncur lewat sela-sela jari

  1. Imaji Pendengaran ialah citraan nan ditimbulkan dampak adanya citraan nan ditimbulkan oleh pendengaran, terdapat pada bait sebagai berikut:

Burung-burung kecil tidak lagi berkicau di pagi hari

  1. Imaji Penglihatan ialah citraan nan ditimbulkan oleh penglihatan, pada puisi tersebut terdapat pada bait sebagai berikut:

Kita saksikan udara abu-abu warnanya / Kita saksikan air danau / nan semakin surut jadinya

Hutan kehilangan ranting / Ranting kehilangan daun / Daun kehilangan dahan / Dahan kehilangan hutan

Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbondioksida itu menggilas paru-paru

Kita saksikan / Gunung memompa abu / Abu membawa batu / batu membawa lindu / Lindu membawa longsor / Longsor membawa air / Air membawa banjir
kami telah disapu banjir / kami telah dihalau barah dan hama / Kami telah dihujani abu dan batu

Dari contoh puisi “Mencari Tanda-tanda” , tampak bagaimana sebuah puisi tentang lingkungan hijau menjadi semacam pernyataan penyair atas kondisi lingkungan, baik alam maupun sosial atas negeri nan tidak menggubris tanda-tanda alam. Karena dengan kepekaan dan memahami tanda-tanda alam, manusia akan lebih bisa memahami alam, menjaga alam, dan mampu mengantisipasi jika terjadi bala alam.

Semoga artikel ini bisa menginspirasi Anda buat membuat sebuah puisi.