Apakah Tanah Lempung Kondusif Dimakan?
Barang-barang keramik tentu sudah sangat akrab bagi kita, baik nan tinggal di pedesaan maupun di perkotaan. Barang-barang keramik dimiliki orang dari berbagai lapisan masyarakat. Mulai pernak-pernik kecil, seperti asbak, guci-guci kecil, hingga peralatan rumah tangga, seperti pot tanaman, dan kuali. Barang-barang itu dibuat dari tanah lempung atau tanah liat nan sebenarnya tak dapat ditemukan di sembarang tempat. Lantas, apa sebenarnya tanah liat atau tanah lempung itu?
Pembentukan dan Jenis-Jenis Tanah Lempung
Tanah liat alias lempung merupakan tanah dengan kadar mineral lempung nan tinggi. Tanah jenis ini memiliki leburan silika nan sangat halus. Tanah liat terbentuk dampak melapuknya batuan silika sebab terpengaruh asam karbonat. Karakteristik khas tanah ini ialah kering, lengket, dan menggumpal dan melunak jika terkena air.
Tanah lempung dihasilkan oleh alam. Berasal dari pelapukan kerak bumi nan sebagian besar tersusun oleh batuan feldspatik, terdiri dari batuan granit dan batuan beku. Kerak bumi terdiri dari unsur-unsur, seperti silikon, oksigen, dan alumunium. Aktivitas geothermal membuat pelapukan batuan silika oleh asam karbonat. Kemudian, membentuk tanah lempung. Hanya ada dua jenis tanah lempung di bumi ini, yaitu tanah liat utama dan sekunder.
1. Tanah Liat Primer
Ini ialah jenis tanah liat nan berasal dari pelapukan batuan feldspatik nan dipicu tenaga endogen dari batuan induk nan tak berpindah. Mengingat sifat tanah liat ini tak berpindah tempat, ia lebih murni daripada jenis tanah liat sekuder.
Tanah liat jenis ini memiliki karakteristik putih atau putih kusam. Rona itu terbentuk sebab tanah liat ini tak terbawa oleh air dan tak pernah bersentuhan dan bercampur dengan bahan organik dalam tanah seperti humus, daun-daun busuk, dan sebagainya. Yang disebut tanah liat utama ini, misalnya kaolin, feldspatik, kwarsa dan dolomite, bentonite. Biasanya, tanah jenis ini ditemukan di loka nan tinggi jika dibandingkan dengan tanah sekunder.
2. Tanah Liat Sekunder
Kebalikan dari tanah liat primer, jenis tanah liat ini berasal dari pelapukan batuan feldspatik nan mengalami perpindahan jauh dari batuan induknya oleh tenaga eksogen. Dalam perjalanan perpindahannya, ia tercampur dengan bahan-bahan organik dalam tanah nan mengubah sifat-sifatnya, baik secara kimia maupun fisika.
Proses perjalanannya nan panjang membuatnya tercampur berbagai bahan dan menjadikannya memiliki rona nan majemuk yaitu krem, abu-abu, coklat, merah jambu, dan kuning. Ketika dibakar, akan berubah menjadi krem, abu-abu muda, hingga coklat muda ke coklat tua. Tanah liat sekunder juga memiliki sifat lebih plastis dan berdaya susut lebih besar daripada jenis primer. Tanah liat sekunder bisa dibagi menjadi 4.
-
Tanah Liat Tahan Barah ( Fire Clays ). Jenis tanah ini biasanya berwarna terang ke abu-abu gelap menuju hitam. Biasanya, diperoleh di alam dalam wujud bongkahan nan menggumpal dan padat. Jenis ini tahan dibakar pada barah dengan suhu tinggi tanpa mengubah bentuknya. Misalnya, alumina dan silika.
-
Tanah Liat Stoneware . Jenis tanah liat ini juga tak mengalami perubahan bentuk pada saat pembakaran gerabah ( earthware ). Titik leburnya berada pada suhu sekitar 14.000 derajat celcius. Biasanya, jenis tanah liat ini menjadi materi primer buat membuat benda-benda keramik seperti nan biasa kita temui. Dapat seluruhnya menggunakan jenis ini, dapat pula mencampurnya dengan bahan lain.
-
Tanah Liat Ball Clay . Jenis ini biasa disebut tanah liat sedimen. Memiliki butir nan halus dengan daya pastis tinggi. Pada umumnya berwarna abu-abu.
-
Tanah Liat Merah ( Earthenware Clay ). Tanah jenis ini dapat sangat melimpah di alam. Memiliki taraf plastis sedang nan membuatnya mudah dibentuk, memiliki rona bakar merah coklat. Titik leburnya berada pada suhu sekitar 11.000 hingga 12.000 derajat celcius. Umumnya, digunakan sebagai bahan primer pembuatan genteng dan gerabah kasar maupun halus.
Membangun Fondasi di Atas Tanah Lempung
Dalam membuat fondasi bangunan, sine qua non kesesuaian antara bentuk fondasi dengan jenis tanah loka dibangunnya bangunan tersebut. Sifat tanah harus menjadi pertimbangan pendukung perencanaan fondasi. Krusial bagi para perencana buat memahami apakah tanah tersebut sanggup menahan beban nan disalurkan oleh fondasi, dan apakah tanah tersebut stabil dan tak mudah bunga susut.
Di beberapa daerah dengan jenis tanah berlempung, membangun fondasi harus dilakukan dengan baik, direncanakan secara matang, dan dipertimbangkan baik-baik. Ini sebab sifat dan ciri tanah liat nan khas. Tanah liat disebut juga sebagai tanah hitam. Tanah hitam ini sangat mudah bunga susut. Di musim hujan, tanah ini akan mekar sebab menyerap banyak air; sedangkan di musim kemarau tanah cenderung menyusut bahkan pecah-pecah. Singkatnya, tanah hitam cenderung tak stabil dan kurang suportif dalam mendukung bangunan nan didirikan di atasnya.
Akibatnya, konstruksi beton dan dinding bata bangunan akan mudah retak bahkan patah. Ini sebab konstruksi beton dan dinding bata memang mudah retak saat menerima beban tarik. Jika dibiarkan saja dan hanya ditambal, keretakan dan patahan dapat timbul kembali sewaktu-waktu. Agar hal ini tak terjadi, sebaiknya tanah hitam terlebih dahulu distabilisasi sebelum didirikan fondasi di atasnya. Stabilisasi ini dapat dilakukan dengan mengganti lapisan tanah hitam dengan jenis tanah lain nan aktivitas bunga susutnya nisbi lebih stabil, memasang tiang pancang mini, serta membuat fondasi sumuran.
Proses stabilisasi dengan mengganti lapisan tanah dapat dilakukan jika lapisan tanah hitam nisbi tak terlalu dalam, sehingga tak perlu melakukan penimbunan dan ekskavasi terlalu dalam. Adapun tanah pengganti nan biasa digunakan ialah tanah padas, semen, belerang, serta tanah nan sudah dicampur dengan kapur. Sementara itu stabilisasi dengan memasang tiang pancang mini berarti menancapkan batang-batang kayu atau bambu mulai dari permukaan tanah hitam hingga tembus ke tanah keras nan lebih stabil. Pemasangan dapat dilakukan secara manual. Ukuran tiang-tiang pancang dapat disesuaikan dengan lebar fondasi dan berat beban nan harus dipikul oleh fondasi. Adapun jeda pemasangannya ialah sekitar 30 - 50 cm.
Cara stabilisasi lainnya ialah dengan membuat fondasi sumuran. Dalam fondasi ini, tanah hitam digali hingga muncul tanah nan lebih baik kondisi dan kestabilannya. Kemudian beton siklop dan beton silinder dimasukkan ke dalam unuk menahan dinding tanah hitam tersebut.
Apakah Tanah Lempung Kondusif Dimakan?
Di negara-negara miskin nan warganya terkena endemi kelaparan, tanah liat menjadi solusi buat mengenyangkan perut. Bahkan di beberapa wilayah di dunia, di mana makanan tak sulit didapatkan, orang-orang memakan tanah liat sebab memakan tanah tersebut sudah menjadi bagian dari adat istiadat mereka. Namun apakah tanah liat kondusif dimakan?
Penelitian demi penelitian menemukan bahwa tanah liat bukan saja kondusif dimakan tetapi juga bermanfaat bagi sistem pencernaan. Tanah liat rupanya bisa memberi rasa nyaman dalam perut serta menjaga si pemakan dari gangguan virus dan bakteri jahat. Penelitian menunjukkan bahwa tanah liat mampu mengikat senyawa berbahaya seperti virus, mikroba, dan zat-zat pathogen lainnya. Tanah liat nan dikonsumsi akan menjelma menjadi masker dan melapisi dinding usus sehingga terjaga dari berbagai jenis penyakit.
Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar mereka nan tertarik secara alami buat memakan tanah liat ialah ibu hamil dan anak-anak. Sekitar 60% - 70% ibu hamil di global tertarik buat memakan tanah liat, bukan sebab rasanya nan 'unik' tetapi sebab mereka merasa terdorong secara alami buat memakan tanah tersebut. Rupanya ini merupakan taktik tubuh buat melindungi diri. Tubuh memberi frekuwensi kepada otak buat mengonsumsi tanah liat sebab baik buat melindunginya dari majemuk patogen, terutama pada anak-anak dan ibu hamil. Tanah lempung pun ternyata bisa membantu proses penyerapan makanan di dalam tubuh.