Kasus Majelis Ulama Indonesia VS Infotainment
Kehidupan sebagai seorang public figure memang tak pernah lepas dari sorot kamera. Apalagi, kini tiap stasiun televisi memiliki infotainment nan siap memberitakan segala hal nan terjadi dalam global selebriti. Pemberitaan tersebut mencakup warta kecil-kecilan hingga warta heboh nan mengguncang masyarakat. Setiap telatah selebriti memang menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat. Gallery seniman nan ditayangkan setiap hari ini dapat mempengaruhi persepsi mereka mengenai seniman idola.
Meski demikian, infotainment tetap menjadi primadona televisi Indonesia. Sepak terjang global selebriti nan tak ada habisnya, membuat gallery selebriti menjadi tontonan nan menarik. Dengan hal tersebut, mereka nan mengidolakan seniman akan dapat merasa semakin dekat dengan mengetahui kehidupannya. Bahkan, gossip mengenai seniman dapat menjadi salah satu pendongkrak popularitas, entah baik atau buruk.
Kasus K.H. Zainuddin MZ dan Penyanyi Dangdut
Seperti halnya nan terjadi pada pedangdut Aida Zaskia nan mengakui telah diperkosa K.H. Zainudin MZ sembilan tahun nan lalu. Tepatnya pada 2001 ketika dia masih berusia 16 tahun. Peristiwa itu berlangsung di vila Megamendung, Bogor. Warta ini lantas menjadi topik nan meledak di masyarakat, apalagi KH. Zainuddin MZ merupakan ulama tersohor di Indonesia.
Pertanyaan nan menadasar dari peristiwa ini adalah, kenapa seorang Aida baru mengungkap kisah pilunya setelah terjadi sembilan tahun nan lalu. Mau tak mau, suka tak suka, gosip ini telah menjadi sebuah bola salju nan terus menggelinding. Nama Aida sebagai penyanyi dangdut turut melejit seiring dengan hebohnya kasus ini.
Jika dibiarkan terus bergulir maka akan banya pihak nan tersakiti dan terbawa-bawa atau ikut terlindas oleh bola salju tersebut. Bahkan, kasus ini tak hanya merusak nama baik dai sejuta umat, Zainudin MZ tetapi juga merusak nama baik ulama Indonesia.
Ibarat sebuah analogi, jika ada siswa nan terlibat narkoba dalam satu sekolah, maka bukan hanya nama siswa nan bersangkutan nan jelek namanya, melainkan juga nama sekolah dan nama-nama siswa nan lain juga ikut buruk. Masyarakat di luar sana sering menyamarakan peristiwa dan tingkah laku.
Demikian juga dengan kasus Zainudin MZ nan telah dituding melakukan perkosaan bahkan tudingan itu nyaris sahih dengan alibi nan diungkap Zaskia, maka bukan tak mungkin ulama-ulama nan lain bersikap hal nan sama.
Oleh sebab itu, Lembaga Solideritas Ulama Indonesia akan melakukan pemeriksaan terhadap kasus ini buat mencari solusi juga kebenaran warta nan simpang siur di media-media.
Diketahui Aida Zaskia berdomisili di desa pasir angin, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Dia lahir pada tanggal 16 Juli 1985. Dia mengakui berkenalan dengan Zainudin Mz saat dia berusia 16 tahun tepatnya ketika dia kelas satu SMA. Saat itu dia diundang buat menjadi penyanyi orgen tunggal di daerahnya dan kebetulan sekali saat itu hadir juga Zainudin MZ.
Akhirnya mereka berkenalan sambil makan siang. Dan dari taaruf singkat itu interaksi mereka berlanjut lebih serius sampai akhirnya peristiwa itu berakhir di Vila Megamendung.
Namun, pihak Zainudin sendiri membantah dengan keras tudingan itu dengan sumpah Demi Allah aku tak pernah melakukan hal itu. sumpah itu diucapkan dihadapan lembaga Solidaritas Ulama Indonesia. Namun, Zainudin tak bersumpah bahwa dia tak kenal dengan Aida.
Dari sumpah itu bisa kita simpulkan jika Zainudin memang mengenal secara pribadi dengan Aida, hanya saja dia tak melakukan tindak perkosaan. Jika suka sama suka entahlah, hanya Tuhan nan tahu.
Pelantun tembang Ayam Jago ini juga mengaku pernah dilamar oleh K.H Zainudin MZ dan sempat tidur dalam satu kamar bersama. Namun, beberapa pihak berasumsi bahwa Aida ditunggangi pihak lain. Mungkin dia telah dibayar oleh sebuah oraganisasi tersembunyi nan ingin menjatuhkan nama baik K.H. Zainudin. Mungkin ada kepentingan politik di balik ini semua.
Kasus Si Goyang Ngebor VS Rhoma Irama
Kasus selanjutnya nan melibatkan seniman dan ulama lagi-lagi terjadi pada seniman dangdut. Tentu Anda sudah tak asing lagi dengan kasus si goyang ngebor alias Inul Daratista dengan ulama sekaligus raja dangdut, Rhoma Irama. Meski kasus ini telah terjadi pada tahun 2003 silam, tentu masih hangat dalam ingatan masyarakat Indonesia. Inul Daratista nan kala itu seniman nan baru hijrah dari desa ke Jakarta harus menghadapi kecaman dari raja dangdut sebab goyang ngebornya.
Menurut Rhoma Irama, goyang ngebor seniman dangdut asal Pasuruan ini membuat image dangdut menjadi buruk. Saat itu, kasus ini menuai simpati dari berbagai pihak. Bahkan, Gus Dur nan saat itu menjabat sebagai presiden ikut membela Inul. Beliau menganggap bahwa Rhoma Irama telah melakukan pemasungan kebebasan berekspresi seseorang. Apalagi, menurut evaluasi Gus Dur, Inul sama sekali tak melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang.
Beberapa pihak berpendapat bahwa Rhoma Irama melakukan pencekalan tersebut lantaran pamornya sebagai raja dangdut terancam sebab kepopuleran Inul. Meski mendapat kecaman dari masyarakat dan presiden, Rhoma Irama tetap teguh pada pendiriannya buat melarang Inul melakukan goyang ngebor. Padahal, menurut Gus Dur, kebebasan berekspresi merupakan bagian dari hak asasi manusia nan seharusnya tak dibatasi begitu saja.
Tiga tahun setelah kasus itu terjadi, lagi-lagi Rhoma Irama melontarkan kata-kata nan berisi pencekalan terhadap Inul. Kejadian itu terjadi tepatnya pada tanggal 18 Januari 2006, saat diadakannya kedap Panitia Spesifik RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi nan dihadiri juga oleh kalangan artis. Menurut raja dangdut nan sekaligus menjadi tokoh masyarakat ini, goyang ngebor inul termasuk ke dalam pornoaksi nan harus dihapus. Mendengar kata-kata nan pedas itu, tentu saja Inul Daratista nan merupakan seniman baru hanya dapat menangis.
Menghadapi masalah tersebut, Inul tetap tegar dan terus berkarya. Bahkan, lagu barunya saat itu berisi curahan hati Inul mengenai tujuan goyang ngebor nan dilakukannya. Bahkan, kepopuleran Inul semakin melejit setelah tertimpa masalah dengan raja dangdut. Meski aksi anjung Inul di stasiun televisi tidak tampil sesering dulu, kini Inul telah memetik kesuksesan dengan berbisnis.
Kasus serupa juga dialami oleh Jupe (Julia Perez). Pencekalan ini dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia) di Palembang. Saat itu, Jupe nan berencana akan mengisi acara hiburan di Palembang, terpaksa mengurungkan niatnya sebab MUI menolak kedatangannya. Hal ini disebabkan sebab pihak MUI menganggap bahwa Jupe termasuk ke dalam tujuh pedangdut pemilik goyangan sensual. Enam seniman selain Jupe, yaitu Dewi Persik, Inul Daratista, Nita Thalia, Uut Permatasari, Annisa Bahar, dan Trio Macan. Pihak MUI menilai bahwa tujuh seniman tersebut berpotensi merusak moral orang-orang nan menontonnya.
Kasus Majelis Ulama Indonesia VS Infotainment
Infotainment juga tak luput dari kasus pencekalan serupa. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia sampai mengeluarkan fatwa nan menyatakan bahwa infotainment hukumnya haram. Hal ini tentu bukan dilakukan tanpa alasan. Meski demikian, muncul kontroversi dari berbagai pihak nan pro dan kontra terhadap fatwa tersebut.
Keputusan ini dilatarbelakangi oleh kasus twitter nan menimpa seniman cantik Luna Maya. Saat itu, Luna Maya mengamuk di twitter sebab kepala anak Ariel, kekasihnya terbentur kamera salah satu kru infotainment. Hal ini lantas membuat Luna Maya marah dan menulis tweet berisi penghinaan terhadap infotainment. Tentu saja, hal ini membuat wartawan infotainment menuntut balik si seniman cantik ini.
Masalah ini lantas tak selesai dengan permintaan maaf Luna Maya. Melihat kasus ini, MUI mengeluarkan fatwa haram terhadap infotainment sebab termasuk ke dalam perbuatan bergunjing atau membicarakan orang lain. Pro dan kontra terhadap fatwa tersebut turut mewarnai kasus ini.
Inilah sebuah kenyataan global selebritas indonesia nan penuh konflik dan kontroversi. Selain kasus-kasus perseteruan selebriti dengan ulama, masih banyak kasus lain nan melibatkan berbagai pihak. Entah itu gosip maupun fakta dan gallery seniman nyatanya tetap mampu menjadi daya tarik buat selalu diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia.