Doa dan Kiblat

Doa dan Kiblat

Belum lama ini, masyarakat muslim Indonesia digegerkan dengan fatwa MUI perihal perubahan arah kiblat dalam shalat. Ini kemudian diperparah dengan ditemukannya sejumlah masjid Indonesia nan tak menghadap Kabah. Sebagaimana diketahui, MUI mengeluarkan fatwa No.3 Tahun 2010, nan mengatakan arah kiblat Indonesia berada di arah barat.

Dalam fatwa ini, masyarakat muslim sudah maklum sebab memang di sanalah umat Islam menghadap saat shalat selama ini. Namun, jika ditinjau dari sisi perspektif ilmu geografi, di mana secara hitungan angka barat ternyata berada pada posisi 270 derajat arah mata angin. Maka kesimpulannya adalah, jika barat digunakan sebagai kiblat maka mengarah salah satu wilayah di Afrika, bukan nan seharusnya yakni ke semenanjung Arabia.

Sebagaimana diketahui bahwa arah baku kiblat Indonesia berada pada 294-296 derajat. Belum selesai fatwa ini disikapi masyarakat, tidak lama kemudian MUI kembali mengeluarkan Fatwa No. 5 Tahun 2010, nan menegaskan arah kiblat ada pada barat laut. Singatnya, posisinya sedikit menyerong ke arah utara dari putusan fatwa sebelumnya. Namun, ini juga masih menimbulkan pro dan kontra. Pasalnya, secara matematis, barat bahari ada pada 315 derajat dan melebihi ukuran baku di mana arah Kiblat Indonesia ada pada kisaran 294-296. Jika pada penarikan garis luruh arah Barat menghadap ke Afrika, maka Barat Bahari ternyata menghadap bagian utara semenanjung Arabia. Terlepas dari kontroversi tersebut, sebenarnya bagaimana sih Islam sendiri memandang pentingnya arah kiblat dalam shalat?



Makna Kiblat

Berbicara kiblat maka kita akan merujuk pada arah Kabah nan merupakan semacam patokan arah bagi umat muslim dalam menjalankan ibadah shalat. Dalam catatan sejarah, pada permulaan umat Islam, kiblat nan dipakai buat shalat mengarah ke Baitulmuqaddis nan kini disebut Jerusalem. Namun, pada 624 M, tepatnya masa masa hijrah Muhammad Saw ke Madinah, arah kiblat ini diubah mengarah ke Kabah di Mekah hingga hari ini sebab atas dasar perintah dari Allah sebagaimana terpapar dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 144. Kiblat sendiri bukanlah sesuatu nan disembah, melainkan patokan arah saja di mana orang ketika hendak shalat tak lagi sembarang menghadap dan menjadi acak-acakan.



Penggunaan Kiblat

Menyoal pentingnya kiblat bagi ibadah shalat umat muslim maka ini sudah disepakati para Imam Madzab; Imam Syafi'i, Imam Hanafi, Imam Maliki, dan Imam Hambali nan mengatakan bahwa menghadap kiblat ialah sarat sahnya shalat. Maka dapat ditarik kesimpulan, jika syarat ini tak terpenuhi maka shalat seorang muslim tak dikatakan absah dan harus mengulang, terkecuali pada kasus-kasus eksklusif semisal shalat di dalam kendaraan, shalat khauf (shalat dalam perang), serta hal-hal nan menyulitkan seseorang buat mengetahui posisi kiblat.

Selanjutnya, penggunaah kiblat dalam beribadah pun tidak hanya pada shalat saja, Islam memakai kiblat pada beberapa ritual keagamaan nan memang dianjurkan agama semisal kepala hewan nan disembelih harus dihadapkan ke kiblat, paras orang meninggal saat dikuburkan, dan lain-lain.



Doa dan Kiblat

Selain shalat, berdoa juga harus menghadap kiblat. Kenapa harus menghadap ke arah ka’bah? Jawabannya, sebab mengkuti arah nan dilakukan ketika shalat. Namun, Bey Arifin dalam bukunya “Samudera Al-Fatihah” menuliskan bahwa salah satu syarat doa agar mudah diperkenankan Allah ialah dengan menghadap kiblat.

Sejatinya, berdoa menghadap kiblat merupakan perbuatan nan tepat. Pasalnya ada tujuh makna doa secara bahasa nan terdapat di dalam al-Quran, menuju kepada Allah. Karena itu, doa mesti menghadap kiblat.

Untuk lebih meyakin pembaca, penulis akan menjelaskan satu persatu makna doa:

1. Permohonan

Untuk lebih jelasnya, dapat dibaca di dalam surat al-Baqarah ayat 23. “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an nan kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) nan semisal al-Qur’an itu dan mohonlah donasi kepada orang nan bisa menolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang nan benar.

2. Panggilan

Doa juga memiliki makna panggilan. Klarifikasi tentang makna ini termaktub di dalam surat al-Isra ayat 52, “Yaitu pada hari Dia memanggilmu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar.

3. Permintaan

Doa juga memiliki makna permintaan. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Isra ayat 110,

”Kitakanlah atau serulah ar-rahman, dengan nama nan mana saja kamu seru, dia mempunyai asmaul husna (nama-nama nan terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.”

4. Percakapan

Doa secara bahasa juga memiliki arti percakapan. Sumber arti ini berasal dari al-Qur’an nan termaktub di dalam surat Yunus ayat 10:

“Percakapan mereka didalamnya adalah, “Subhanakallahimma”, dan salam penghormatan mereka adalah, “salam” dan epilog percakapan mereka ialah “alhamdulillahirabbil ‘aalamin.”

5. Ibadah

Doa secara bahasa juga bermakna ibadah. Hal ini dijelaskan di dalam al-Qur’an. Tepatnya, di dalam surat Yunus 106.

“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa nan tak memberi kegunaan dan tak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah, karena jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu bakal menjadi golongan orang-orang nan zhalim”.

6. Seruan

Doa juga secara bahasa dapat bermakna seruan. Hal ini dijelaskan di dalam suray An-Nahl ayat 125.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran nan baik dan bantahlah mereka dengan cara nan baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah nan lebih mengetahui tentang siapa nan tersesat dari jalan-Nya dan dialah nan lebih mengetahui orang-orang nan mendapat petunjuk”.

Karena itu, tidak perlu heran bila kebanyakan orang berdoa selalu mengarah kiblat. Dari segi arti bahasa saja sudah jelas menunukkan adanya tujuan penghadapan. Dan Allah menetapkan bahwa berdoa nan baik ialah mengarah ke kiblat. Tapi perlu diingat, bukanlah Allah berada di arah kiblat .

Karena itu, maha kudus dari kecenderungan dengan manusia. Manusia segala sesuatunya membutuhkan arah dan tempat. Sedangkan Allah tak pernah membutuhkan keduanya. Allah tak sama dengan mahluk-Nya.



Imam Al-Ghazali, Doa dan Menghadap Kiblat

Seperti penulis jelaskan sebelumya, bahwa syarat berdoa, menurut Bey Arifin, salah satunya menghadap kiblat. Pendapat senada juga dimaktub Imam Al-Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumiddinya.

Imam Ghazali menyebutkan, ada sepuluh adab nan perlu dan krusial dilakukan agar doa dan pengharapan dikabulkan Allah.

  1. Mengarah kiblat dan mengangkat kedua tangan hingga kelihatan ketiaknya.
  2. Merendahkan suara, antara suara keras dan suara lembut sekedar di dengar oleh telinga.
  3. Mengawalinta dengan menyebut nama Allah, yaitu hamdalah, kemudian shalawat kepada Rasulullah. Makanya di dalam doa, kurang baik bila langsung mengawalinya dengan doa nan dihajatkan.
  4. Menghadapkan diri sepenuhnya kepada Allah dengan melakukan taubat sebelum meminta permohonan.
  5. Dengan menggunakan bahasa nan sederhana, dan tak pula menggunakan kata-kata nan bersajak nan terkadang bisa menghilangkan kerendahan hati.
  6. Merendahkan diri dan menundukkan hati alias khusyu’
  7. Meyakini bahwa doa akan dikabulkan Allah dan merasa resah, bila doa nan dipinta belum dikabulkan oleh Allah.
  8. Melakukannya di waktu-waktu nan mulai seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan dan lain-lain.
  9. Lakukan dengan kondisi khidmat seperti saat sedang sujud di dalam shalat
  10. Ulangilah doa sampai tiga kali atau lebih.

Inilah syarat doa nan dianjurkan imam al-Ghazali. Yang paling penting, diawali dengan menghadapkan diri ke arah kiblat .



Bolehkan Khatib Jumat Mengangkat Kedua Tangan Ketika Berdoa?

Di dalam kitab Fat-hul Mu’in nan ditulis oleh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fanani dimakruhkan khatib nan membaca doa ketika khutbah kedua mengangkat tangan seperti berdoa. Alasannya, sebab ia sedang tak menghadap ke arah kiblat. Sedangkan khutbah sendiri diibaratkan seperti pengganti dua rakaat shalat zhuhur.

Yang boleh ialah mengangkat jari telunjuk. Namun hal ini tak semua disepakati oleh para ulama. Lebih cenderung menyatakan, bahwa ketika menjadi khatib sedang membaca doa di khutbah kedua, makruh hukumnya mengangkat tangan.

Nah, menjadi kian jelas. Bahwa mengahadap ke kiblat menjadi bagian nan urgen bagi umat Islam. Namun bukan menunjukkan bahwa Allah ada di sana. Tapi menunjukkan bahwa Islam mengatur sistem sentral dalam ibadah. Ketika ibadah nan berhubungan dengan amal, umumnya dihadapkan ke satu titik pusat. Yaitu ka’bah. Shalat menghadap ka’bah, doa menghadap ka’bah, baca al-Qur’an menghadap ka’bah dan sebagainya. Ini menunjukkan bawah Islam dalam ibadah mempunyai arah spesifik nan biasa disebut dengan kiblat.