Indonesia dan Korupsi

Indonesia dan Korupsi

Syamsul Arifin ? Namanya mungkin tak asing belakang ini. Korupsi rupanya sudah menjadi momok nan sangat menakutkan bagi bangsa Indonesia. Bagaimana tidak, korupsi tak beda dengan penjahat, pencuri, perampok atau bahkan lebih kejam dari itu semua.

Koruptor ialah sebutan bagi orang-orang nan melakukan tindakan korupsi, mereka merampok uang nan seharusnya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat luas namun di ambil buat kepentingan dan keuntungannya sendiri.

Kejahatan ini tak hanya dilakukan oleh para elite politik di taraf atas, namun juga sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat hingga ke taraf paling bawah. Tentu kita sering melihat bagaimana orangtua harus memberikan uang suap agar anaknya dapat masuk ke sekolah favorit, atau panitia kegiatan melakukan mark-up atau penggelembungan dana proposal buat menyelenggarakan kegiatan tertentu. Bukankah itu juga merupakan beberapa contoh kegiatan korupsi nan begitu sering kita temukan dalam keseharian kita.

Pejabat dari taraf RT, RW, lurah, camat, bupati, gubernur hingga presiden semuanya tak terlepas dari kemungkinan adanya pelewengan dana. Kini nan sedang banyak disoroti ialah banyaknya kepala daerah nan terlibat dalam kasus korupsi, salah satu diantaranya ialah Syamsul Arifin nan sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara.

Ada banyak alasan nan dapat membuat seseorang menjadi begitu mudah terkena jebakan korupsi. Lingkungan serta jabatan ialah dua di antara sekian banyak faktor nan membuat seseroang rentan terhadap bujuk rayuan suap-menyuap itu.

Itulah alasannya mengapa sebagian besar praktek suap menyuap lebih sering terjadi pada kalangan elite politik nan berada di lingkaran eksekutif yaitu presiden, menteri dan jajarannya, legislatif yaitu anggota DPR, MPR, ataupun DPD, serta yudikatif yaitu para penegak hukum seperti Hakim, Jaksa ataupun Mahkamah Agung.



Lebih Dekat dengan Syamsul Arifin

Syamsul Arifin ialah Gubernur Sumatera Utara nan Ke-17 nan dipilih langsung oleh masyarakat dalam pemilihan generik kepala daerah langsung. Ia dipilih buat masa jabatan 5 tahun yaitu sejak diangkat pada tanggal 16 Juni 2008 hingga tahun 2013.

Syamsul Arifin dikenal aktif dalam berbagai organisasi massa seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia atau sering disingkat menjadi KNPI Sumatera Utara serta pernah pula menjabat sebagai Ketua Generik PB Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia. Meskipun dikenal sebagai kader dari partai Golongan Karya, namun dalam pemilihan Gubernur ia justru diusung oleh partai-partai menengah islam seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Bulan Bintang (PBB)

Syamsul Arifin, pria nan lahir di Kota Medan pada tanggal 22 September 1952 ini pada akhirnya juga terjerat dengan kasus korupsi nan juga dialami oleh banyak kepala daerah lainnya di Indonesia. Sebelum menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin menjabat sebagai Bupati di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Disanalah, kasus korupsi ini bermula. Syamsul Arifin diduga melakukan tindakan korupsi terhadap Aturan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Langkat pada tahun 2000-2007.



Kasus Korupsi Syamsul Arifin

Syamsul Arifin sudah resmi dijadikan sebagai tersangka dalam kasus korupsi APBD Kabupaten Langkat. Berbagai bukti sudah ditemukan misalnya dari kepemilikan mobil serta jumlah aset nan meningkat secara drastis sudah menjadi alasan nan kuat buat Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) buat menjatuhkan sanksi kepada Syamsul Arifin.

Hukuman nan diberikan ialah 2 tahun 6 bulan serta denda uang sebesar 150 Juta rupiah. Jika dipikir-pikir, sanksi buat para koruptor sangat ringan, bahkan tak lebih berat dari sanksi orang nan mencuri 1 pohon jati seharga 600 ribuan nan diancam sanksi 10 tahun penjara. Entahlah, harus dicari di mana rasa keadilan di negeri ini.

Setelah mendapatkan keputusan lama hukuman, pihak Syamsul Arifin pun merasa tak puas sehingga mengambil tindakan buat melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi, namun sayangnya bukannya mendapatkan pengurangan masa tahanan nan terjadi justru sebaliknya, masa tahanan ditambah menjadi 4 tahun serta denda 200 juta rupiah.

Karena mendapatkan hasil nan tak memuaskan dari banding, maka Syamsul Arifin maju buat melakukan kasasi di taraf Mahkamah Agung. Namun permohonan kasasi ditolak oleh MA, alih-alih mendapatkan pengurangan hukuman, justru MA menambahkan denda nan harus ditanggung yakni menjadi 500 juta rupiah serta harus membayar uang pengganti sebesar 8 Milyar rupiah.

Kerugian negara nan ditimbulkan dampak tindakan korupsi ini bukanlah jumlah nan sedikit. Dalam kasus korupsi ini, setidaknya 98 milyar rupiah raib dari negara nan dinikmati oleh para koruptor.



Indonesia dan Korupsi

Indonesia, negara nan dikenal sebagai negara kepulauan, kaya akan sumber daya alam, serta kaya akan potensi lainnya sehingga membuat kita selalu merasa bangga menjadi bangsa Indonesia. Kekayaan alam nan seharusnya dapat dinikmati oleh masyarakat, namun pada kenyataannya kegunaan itu kurang dirasakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

Buktinya masih banyak anak nan kelaparan ditengah lumbung padi, masih banyaknya anak nan tak dapat mengenyam bangku sekolah, masih banyak pula taraf pengangguran serta krimialitas. Jika ditanya siapa nan harus bertanggung jawab, mungkin tak akan pernah ada nan dapat menjawab.

Ironis bukan melihat kondisi Indonesia kini, ditengah kekayaan alam dan sumber daya nan melimpah. Kemana larinya kekayaan alam nan seharusnya dapat dirasakan khasiatnya oleh rakyat itu? Indonesia memang negara kaya, namun hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Mereka itulah para koruptor, orang nan merampok dan menggasak kekayaan negara buat kepentingan pribadi mereka.

Korupsi kini menjadi tradisi nan sudah mendarah daging di masyarakat, sudah seperti iblis nan mengalir di genre darah manusia. Akhir-akhir ini kita begitu akrab dengan kata itu, tapi sebetulnya apakah korupsi itu? Korupsi dapat diartikan sebagai suatu gejala nan menyerang pada pejabat atau badan-badan negara nan menyalahgunakan keweangan, sehingga nan terjadi ialah tindakan suap-menyuap, pemalsuan serta tindak kejahatan lainnya.

Atau secara ringkasnya, korupsi ialah tindakan pejabat nan menyalahgunakan jabatannya buat memperkaya diri sendiri atau forum dengan cara merugikan orang lain, terutama negara.

Berdasarkan riset nan telah dilakukan oleh berbagai forum buat mengetahui taraf korupsi di suatu negara, ternyata Indonesia berada dalam kondisi nan memprihatinkan. Dari 183 negara di dunia, dalam hal transparansi keuangan serta taraf pencerahan korupsi Indonesia menempati posisi 100.

Sementara di taraf regional yaitu Asia Tenggara, Indonesia tertinggal jauh dari Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam serta Thailand. Kita juga harus menarik nafas panjang, sebab negara kita tercinta ini juga merupakan salah satu dari 13 negara terkorup di dunia. Prestasi nan seharusnya tak membuat kita menjadi bangga.

Korupsi memang merupakan tindakan kejahatan nan harus diperangi dan diberantas secara serius oleh semua kalangan, tak hanya pemerintah namun masyarakat pun harus sudah mulai memahami bahaya laten korupsi ini. jika dilihat dari segi hukum, suatu tindakan dapat dikatakan sebagai tindakan korupsi jika mencakup unsur-unsur berikut ini :

  1. Tindakan nan dilakukan ialah tindakan nan melawan hukum.
  2. Penyalahgunaan wewenang.
  3. Tindakan buat memperkaya diri sendiri atau orang lain.
  4. Serta, menimbulkan kerugian negara.

Selain itu, tindakan korupsi ternyata berwujud dalam beberapa bentuk tindakan, diantaranya :

  1. Memberikan hadiah dalam bentuk uang maupun barang nan ditujukan buat melakukan penyuapan.
  2. Melakukan penggelapan ketika menjabat suatu jabatan.
  3. Melakukan pemerasan ketika menjabat suatu jabatan.
  4. Ikut dalam hal pengadaan barang atau tender, bagi pegawai negeri atau forum negara lainnya.
  5. Menerima gratifikasi nan meliputi pemberian uang, produk barang, tiket wisata, dan fasilitas lainnya. Dalam ketentuan, pemberian uang dibawah Rp.250.000 kepada pegawai pemerintah tak dikenakan sebagai tindakan gratifikasi.

Selalu ada alasan nan menjadi latar belakang terjadinya sesuatu, begitupun dengan korupsi di negara ini. Penghasilan nan kecil, lemahnya pencerahan serta ketertiban hukum, kurangnya supervisi serta lemahnya transparansi keuangan pemerintah kepada rakyat menjadi beberapa kondisi nan membuat tindakan korupsi semakin fertile dan menjamur di negara ini.

Syamsul Arifin hanyalah 1 dari 173 Kepala Daerah nan tersangkut dengan permasalah tindak pidana korupsi. Jumlah ini memang sangat mencengangkan sekaligus memprihatinkan, dan menjadi citra begitu buruknya mental serta pencerahan kita sebagai bangsa tentang kejahatan korupsi nan dapat menyengsarakan rakyat ini.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ialah forum nan dibentuk spesifik buat menangani dan memberantas korupsi, namun seharusnya tak hanya mengandalkan forum KPK saja, kita pun harus mulai kembali menata hati dan jiwa tentang pentingnya nilai-nilai kejujuran serta keluhuran budi pekerti.