Tempat Wisata Masakan Seafood
Asal Nama
Nama Angke berasal gelar seorang panglima perang Kesultanan Banten, yaitu Tubagus Angke nan pernah menggunakan muara ini sebagai markas saat menggempur Portugis di Batavia. Namun, ada pula pendapat bahwa kata “angke” berasal dari Bahasa Mandarin Hokkian, yaitu “ang” (merah) dan “ke” (sungai). Konon, pada 1740, penjajah Belanda membantai sepuluh ribu imigran Tionghoa di sana sehingga air sungai memerah sebab darah.
Selain itu, budayawan Betawi, Ridwan Saidi, mengemukakan inovasi arti kata “angke” dalam Bahasa Sansekerta, “anke”, nan bermakna dalam.
Kini, nama Muara Angke identik dengan pelabuhan kapal ikan di Jakarta, loka para nelayan lokal mendarat sesudah mencari hasil laut. Di pelabuhan tersebut, ada fasilitas-fasilitas penunjang kegiatan pelelangan ikan dan sebuah bandar nan dipimpin seorang syahbandar. Terdapat pula pusat kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) nan memproduksi aneka jenis ikan asin, ikan pindang, dan ikan asap. Ada pula toko-toko nan menjual ikan-ikan olahan tersebut, baik grosir maupun eceran.
Tempat Wisata Masakan Seafood
Masyarakat Jakarta mengenal Muara Angke sebagai loka buat berwisata masakan dengan aneka kuliner hasil laut, khususnya ikan bakar. Sejak 1994, berbarengan dengan program makan ikan nan dicanangkan mantan Presiden Soeharto, banyak rumah makan seafood nan mengundang penikmat makanan mengunjungi Muara Angke.
Ikan-ikan nan diperoleh di sana masih segar, rasanya enak, dan harganya pun nisbi murah. Pengunjung dapat membeli langsung ikan dari nelayan di pasar ikan, kemudian membawanya ke rumah-rumah makan buat dimasak sinkron selera.
Nelayan-nelayan nan biasa beroperasi di kawasan Muara Angke umumnya tinggal di perkampungan sekitar. Sebagian menempati rumah-rumah susun nan disediakan buat mereka. Kebanyakan nelayan tersebut berasal dari Bugis dan Makassar.
Mulai Tenggelam
Kini, Pelabuhan Muara Angke mulai menghadapi masalah berat. Beberapa bagiannya tenggelam sejak pembangunan besar-besaran pada 2003. Ditemukan beberapa galangan di pelabuhan nan berada 20 sentimeter lebih rendah dari posisi semula. Penurunan ketinggiannya berkurang dua hingga tiga sentimeter per tahun. Galangan-galangan tersebut biasanya dipakai buat parkir kendaraan dan lokasi bongkar muat.
Para pakar memperkirakan penyebab penurunan ketinggian galangan-galangan tersebut ialah intrusi air bahari serta besarnya angka ekstraksi air tanah nan menyebabkan kepadatan tanah semakin berkurang.
Pemerintah DKI Jakarta harus segera menangani masalah tersebut, misalnya dengan cara memperbaiki hutan bakau sebagai pelindung daratan dari gerusan air laut, dan memperkuat wilayah daratan.