Produk Utang
Ekonomi Indonesia sedang gegap gempita menyambut genre deras hot money . Portofolio Indonesia menguat naik ketika Eropa dan US masih dilanda resesi global. Pasar kapital Indonesia terangkat pamor. Bursa Imbas Indonesia terbaik di Asia Pasifik. Namun sektor mikro Indonesia masih tertatih-tatih. Jumlah wirausaha di loka ini masih di angka nol koma sekian. Sasaran 2-3 % masih jauh. Postur ekonomi Indonesia dihuni banyak oleh sektor tradisional dan informal. Kapital mereka sedikit. Tapi denyut nadi ekonomi Indonesia bermula dari sana.
Krisis 1998 nan menerpa Indonesia diselamatkan oleh sektor informal. Namun mereka masih buta dengan perbankan. Sektor nan semestinya jadi sandaran usaha kecil mereka. Awam tentang suku kembang kredit bank . Tidak tahu soal prosedur pemodalan usaha.
Suku Bunga Kredit Bank
BI rate tahun 2010 berada pada level 6,5%. Namun, global perbankan masih bandel. Suku kembang bank kerap di atas angka tersebut. Suku kembang kredit bank dituding tak berpihak pada usaha kecil menengah.
Persepsi ini mesti kita revisi. Perbankan harus mau mengacu pada BI rate. Meski tak bersifat mengikat dan memaksa. Namun sebagai forum otoritas moneter BI harus dihargai. Mengapa hal ini terus terjadi?
- Pengawasan. BI belum punya sistem supervisi nan komprehensif. Menilik preseden kasus Century. BI rate perlu dikomunikasikan secara intensif. BI sebagai pemilik otoritas harus menjaga marwah dan prestise dalam menegakkan aturan.
- Non profitable . Suku kembang bank 6,5% tak dapat meraup untung banyak. Maka global perbankan ogah mengesekusi kebijakan BI rate. Dengan angka di atas 6% bank dapat menorehkan keuntungan fantastis. Toh, BI tak menjatuhkan sanksi.
- Non feasible . Memberi pinjaman pada usaha kecil menengah terkategori rawan. Rawan tak dibayar. Rawan macet. Bank sering mendapat kritikan mengutamakan kreditor besar. Karena kreditor kecil kerap berpotensi high risk but no high return .
Pemberdayan
Jika hendak bicara untung rugi, sektor informal atau tradisional tak terlalu menjamin. Pemerintah perlu bersikap dalam hal ini. Kebijakan afirmatif seperti PNPM Berdikari perlu diapresiasi. Namun, fakta di lapangan kerap tak match .
Usaha kecil menengah sering mendapat kesulitan mengajukan pelaksanaan peminjaman. Mereka pun kadang tidak hapal soal suku kembang kredit bank. Untuk apa siapa dan bagaimana.
Di sini letak krusial "perbankan plat merah". BUMN ini mesti menjadi pelopor buat memberi cermin kebijakan pemerintah. Peta perbankan nan banyak dihuni oleh asing membuat pemerintah dan BI kian minim kontrol. Kebijakan pemberdayaan ini harus didorong dari "perbankan plat merah".
Produk Utang
Perusahaan membutuhkan utang jangka pendek, jangka menengah dan utang jangka panjang dalam rangka buat melakukan sehari-hari mereka dan melakukan kegiatan investasi nan bisa mengakibatkan peningkatan produksi. Sebuah perusahaan membutuhkan pinjaman jangka pendek dalam rangka memenuhi kebutuhan kapital kerja perusahaan. Kapital kerja, nan didefinisikan sebagai selisih antara aktiva lancar dan kewajiban lancar nan diperlukan buat operasi berikut:
Melakukan pembayaran kepada pemasok, melakukannya sebelum menerima pembayaran dari pembeli, membayar upah dan gaji, dan sebagainya. Utang jangka menengah dan panjang diperlukan buat investasi seperti: Membeli tanah dan peralatan, investasi dalam penelitian dan pengembangan dan menimbulkan biaya lain nan biasanya dikapitalisasi.
Jenis Kredit Bank
- Kredit Aman: Kondusif pinjaman bank didukung dengan jaminan. Umumnya, aset fungsi perusahaan sebagai jaminan. Dalam kasus bisnis tak mampu membayar pembayaran suku kembang dan pokok pada jumlah pinjaman, bank memiliki hak buat menyita agunan. Ini semacam pinjaman bank generik dan mudah buat mendapatkan.
- Unsecured: pinjaman bank tanpa agunan seperti namanya, tak didukung dengan agunan apapun. Dalam hal ini goodwill dan reputasi perusahaan memainkan peran penting. Selain faktor-faktor ini, sejarah kredit peminjam juga menganggap penting. Tentu, sebuah start-up mungkin sulit buat mendapatkan pinjaman bank tanpa jaminan.
Pro dan Kontra Pilihan Pinjaman Bank
Pilihan apakah buat meminjam uang dari bank atau mengumpulkan uang dengan menerbitkan obligasi tergantung pada sejumlah faktor.
1. Kualitas kredit Peminjam: The kualitas kredit dari peminjam menentukan jenis utang disukai oleh peminjam atau jenis utang nan bisa dengan mudah diakses oleh perusahaan. Peminjam dengan kualitas kredit menengah umumnya lebih memilih pinjaman bank.
Obligasi nan diterbitkan oleh peminjam tersebut membawa kembang nan lebih tinggi daripada kembang pinjaman nan dikeluarkan oleh bank. Hal ini karena, klaim pemegang obligasi ialah bawahan klaim bank. Dalam kasus default, bank telah mengklaim sebelumnya atas aset perusahaan. Sebuah media buat kualitas kredit nan jelek memastikan bahwa peminjam berubah menjadi pinjaman bank.
2. Bidang Kredit: Bank memberikan fasilitas kredit kepada peminjam. Garis kredit memiliki kartu kredit bergulir struktur nan berarti bahwa perusahaan bisnis diharapkan buat melunasi hanya kembang minimum nan timbul atas pinjaman.
Sebuah fasilitas kredit berguna bagi bisnis buat memenuhi kebutuhan kapital kerja perusahaan. Secara umum, agunan atas jalur kredit ialah persediaan perusahaan atau piutang. Berbeda dengan jalur kredit, obligasi memberikan jumlah gabungan buat penerbit dan kembang nan dikenakan pada seluruh jumlah sanksi.
3. Pasar Iuran pertanggungan asuransi Negara: Telah diamati bahwa taraf kembang obligasi termasuk iuran pertanggungan asuransi risiko negara besar bagi perusahaan di negara berkembang. Hal ini karena, negara berkembang nan ditandai dengan inflasi dan ketidakstabilan politik dan ekonomi. Perusahaan seperti ini umumnya menerbitkan obligasi sampah nan membawa taraf kembang nan tinggi.
Pinjaman bank di sisi lain, lebih baik bagi perusahaan-perusahaan nan berlokasi di negara-negara berkembang sebab restrukturisasi pinjaman bank asing lebih mudah dibandingkan dengan obligasi restrukturisasi nan memiliki masa jatuh tempo nan panjang.
Bahkan mencairkan pinjaman bank juga lebih mudah. Oleh sebab itu bank umumnya mengenakan iuran pertanggungan asuransi risiko nan lebih rendah dari negara pemegang obligasi.
4. Perjanjian: Perjanjian menentukan kewajiban dan hak-hak dari peminjam. Setiap obligasi membawa kedua perjanjian positif dan negatif. Perjanjian positif ialah hak dari peminjam sedangkan negative covenants ialah restriksi nan dikenakan kepadanya. Restriksi mungkin terkait dengan menimbulkan utang tambahan atau menjual aset tertentu.
Bank pada umumnya memberlakukan restriksi lebih besar pada tindakan seorang peminjam. Peminjam juga bisa dipaksa buat menjaga EPS (laba per saham) dalam kisaran nan sempit. Kegagalan buat mematuhi perjanjian mungkin mengakibatkan peningkatan nan substansial dalam taraf kembang pinjaman.
5. Konversi Obligasi: Perusahaan bisa menerbitkan obligasi konversi buat meminjam uang. Obligasi konversi memberikan pemegang obligasi opsi buat mengkonversi obligasi menjadi saham nya.
Ini merupakan laba dari obligasi korporasi atas pinjaman bank sebab kreditur sekarang menjadi pemilik dan menerima dividen bukan bunga. Sebuah perusahaan tak berkewajiban buat membayar dividen tak seperti kembang nan wajib. Bunga obligasi konversi ialah dikurangkan dari pajak dan umumnya lebih rendah dari kembang utang nan sama.
Selama periode pertumbuhan ekonomi lebih mudah buat mengumpulkan uang dengan menerbitkan obligasi. Namun pada saat krisis telah diamati bahwa nan mendapatkan pinjaman dari bank ialah tugas nan mudah.
Tidak seperti saat Resesi dahulu nan telah mengakibatkan bank membekukan garis kredit berapapun suku kembang kredit bank nya.