Ikan Lumba-lumba - Lalu, Bagaimana Cara Ikan Ini Melakukan Aksinya?
Lumba-lumba atau disebut juga sebagai ikan lumba-lumba (walaupun sebutan ini tak tepat, sebab lumba-lumba ialah mamalia), sebenarnya ialah merupakan mamalia nan hayati di air laut. Hewan ini termasuk dalam Filum Chordata, Kelas Mammalia, Ordo Cetacea, Upaordo Odontoceti, Famili Delphinidae, dan ada lebih dari 40 jenis lumba-lumba. Hewan menyusui ini biasa hayati berkelompok dan terdapat di hampir semua bagian samudera di bumi.
Ikan Lumba-lumba - Sebagai Alat Terapi nan Baik buat Segala Penyakit
Ikan lumba-lumba termasuk hewan nan cerdas, volume otaknya lebih besar dari anjing dan simpanse. Lumba-lumba juga termasuk hewan nan bahagia bermain-main, seperti halnya kucing atau anjing, maka lumba-lumba pun dapat dengan mudah berinteraksi dengan manusia.
Lumba-lumba ialah mamalia, jadi lumba-lumba bernafas menggunakan paru-paru. Rata-rata lumba-lumba menghirup udara sekitar lima menit sekali. Ketika baru lahir, bayi lumba-lumba akan di bawa ke permukaan oleh induknya agar dapat menghirup udara. Induk lumba-lumba berperilaku sangat protektif terhadap anaknya. Sang induk akan selalu berada dekat dengan anaknya agar mudah buat disusui. Induknya pun memiliki panggilan spesifik buat anaknya berupa siulan nan khas.
Ikan lumba-lumba tak dapat tidur dengan nyenyak, sebab ia dapat tenggelam dan terpisah dari kawanannya. Jadi ia selalu stetengah tertidur selama beberapa saat setiap harinya. Mereka memakan berbagai jenis ikan kecil ataupun cumi-cumi. Seringkali mereka juga menggiring sekawan ikan agar mudah buat ditangkap.
Untuk mengetahui arah mana nan akan dituju, lumba-lumba mengeluarkan suara sehingga dipantulkan oleh benda nan ada di sekitarnya. Dari pantulan suara inilah mereka dapat mengetahui arah nan benar. Tetapi mereka sering mengalami kebingungan jika berada di sekitar loka pengeboran minyak, sebab suara mesin bor nan sangat keras terdengar oleh mereka hingga ke dalam lautan.
Banyak dari bagian tubuh lumba-lumba nan menginspirasi manusia, seperti kulitnya. Kulit ikan lumba-lumba memiliki struktur spesifik nan dapat memperkecil imbas gesekan dengan air, sehingga lumba-lumba bisa berenang dengan cepat dan bergerak gesit di dalam air. Manusia menciptakan teknologi pakaian renang berdasarkan struktur kulit lumba-lumba sehingga para atlet renang dapat bergerak lebih cepat ketika sedang bertanding.
Seperti hewan lainnya, lumba-lumba pun mempunyai cara buat berkomunikasi, yaitu dengan menggunakan sonar, seperti ikan paus. Sonar ini pun di adaptasi oleh manusia sehingga tercipta teknologi buat mengetahui kedalaman laut, keberadaan objek-objek di dasar bahari ataupun digunakan nelayan buat mengetahui posisi ikan nan akan ditangkap.
Kemampuan sonar ikan lumba-lumba ternyata tak hanya bisa diadaptasi oleh kapal selam atau nelayan saja. Kegemarannya bermain-main membuatnya menjadi cepat akrab dengan manusia, kemampuan sonarnya pun ternyata dapat menjadi alat terapi nan baik buat penderita berbagai penyakit, seperti stroke, autis, kanker, bahkan depresi berat ( down syndrome ).
Kemampuan sonar hewan ini sangat kuat hingga dapat membentuk lubang-lubang pada struktur molekul cairan dan jaringan lunak pada tubuh manusia. Frekuwensi sonarnya mempunyai frekuensi nan pengaruhnya sangat kuat terhadap otak manusia dan dapat memodifikasi aktivitas gelombang otak manusia.
Penyembuhan dengan donasi ikan lumba-lumba sudah merupakan hal nan biasa di luar negeri, khusunya Amerika Serikat. Terapi dengan donasi ikan lumba-lumba pertama kali dilakukan pada awal tahun 70-an oleh dr. Betsy Smith seorang antropolog. Dia melihat imbas positif pada kakaknya nan menderita gangguan syaraf ketika berenang bersama lumba-lumba. Beberapa waktu kemudian dr. Nathanson nan sudah 30 tahun menggeluti penelitian lumba-lumba mengembangkan terapi ikan ini di sebuah forum nan bernama The Dolphin Human Therapy Center , Florida, Amerika Serikat.
Dia pada awalnya menstimulasi panca indra anak-anak nan mengalami down syndrome atau keterbelakangan mental dengan cara membawa mereka berenang dan bermain-main di dalam kolam nan berisi lumba-lumba. Ternyata, anak-anak itu dapat menerima rangsangan dan stimulasi dari hewan ini dan mereka pun mulai memberikan reaksi balik. Dewasa ini, ikan lumba-lumba tak hanya dipergunakan buat terapi bagi anak-anak down syndrome atau penderita autis saja, orang dewasa pun dapat mengikuti terapi ini terutama nan menderita gangguan mental dan sensor saraf indra.
Setelah dilakukan tes, ternyata gelombang suara ikan lumba-lumba mampu mengubah frekuensi otak manusia dari gelombang beta menjadi gelombang alpha. Suara lumba-lumba mampu meningkatkan respon kognitif, fisik, dan afektif. Gelombang bunyi ini mengakibatkan belahan otak kanan dan kiri menjadi lebih sesuai sehingga komunikasi antarkeduanya dapat lebih baik dan lancar.
Hal ini sejalan dengan penelitian nan dilakukan oleh Vilchis Quiroz dari Medical Director Aragon Aquarium , Mexico City, Meksiko. Dia menemukan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan hewan ini, hormon endorphin pada manusia meningkat. Hal tersebut berakibat pada meningkatkan ekuilibrium antara otak kiri dan kanan manusia sebab gelombang ultrasonik nan dihasilkan oleh sonar ikan lumba-lumba bisa diterima dengan paripurna oleh otak manusia. Kesimpulannya, terapi penyembuhan dengan donasi hewan ini empat kali lebih cepat daripada terapi konvensional.
Di Indonesia sendiri, terapi ini sudah dilakukan. Rintisannya dilakukan pada sekitar akhir tahun 2007 di sebuah hotel di daerah Buleleng, Bali. Penelitian tersebut dilakukan oleh Aryo Hanggono, nan saat itu menjabat sebagai Kepala Pusat Riset Teknologi Kelautan DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan).
Ia nan menghimpun para peneliti nan berasal dari lima bidang kelimuan. Bidang keilmuan tersebut, yaitu Biologi Kelautan, Kedokteran Hewan, Psikologi, Kedokteran, dan Akustik, buat melakukan penelitian terhadap kemampuan ikan lumba-lumba dan mencoba mencari klarifikasi ilmiah mengapa ikan ini dapat membantu pengobatan dengan jalan melakukan terapi bagi beberapa pasien nan menderita kelainan syaraf.
Terbukti salah seorang pasien nan merupakan seorang tokoh masyarakat bali nan menderita stroke mengikuti terapi ini. Setelah 10 hari diterapi, pasien ini bisa menggerakkan kakinya. Ini terjadi pada tahun 2007, pada tahun 2008 terapi ini dilanjutkan dan hasilnya pasien dapat berjalan kembali. Penelitian dilanjutkan dengan mencoba melakukan terapi pada pasien penderita kanker.
Ikan Lumba-lumba - Lalu, Bagaimana Cara Ikan Ini Melakukan Aksinya?
Terapi ini dilakukan dengan cara nan cukup unik, yaitu pasien harus berada dalam kolam nan sama dengan si lumba-lumba. Pasien dapat menggunakan pelampung jika diperlukan. Pada awalnya ikan lumba-lumba hanya akan berenang di sekitar si pasien saja, sambil mencoba mendekati, tapi biasanya belum ada kontak.
Lalu pada termin berikutnya, hewan ini akan mulai mencoba buat berinteraksi dengan pasien. Caranya dengan melakukan totokan menggunakan moncongnya pada bagian-bagian tubuh pasien seperti kaki, kepala atau badan. Kadang juga menggigit tubuh pasien dengan lembut atau hanya sekedar mengibaskan tubuhnya ke arah pasien.
Untuk termin adaptasi biasa diperlukan waktu sekitar 1 hari. Pada termin berikutnya, suara-suara nan ditransmisikan dari lumba-lumba direkam menggunakan alat nan disebut hydrophone. Selanjutnya, setelah melalui analisis bioakustik dihasilkan spektrum gelombang optimal nan muncul setiap 30 menit. Bioakustik ialah ilmu nan mempelajari suara dalam air, baik nan ditransmisikan maupun nan diterima.
Ada satu hal nan unik, yaitu sentuhan-sentuhan atau totokan-totokan lumba-lumba ini dilakukan di titik-titik nan berbeda setiap harinya dan tampak sistematis seakan-akan hewan ini tahu bagian mana dari tubuh pasien ini nan memerlukan terapi. Ikan lumba-lumba nan dapat dilatih sebagai therapist ialah jenis bottle nosedolphin atau tursiops truncactus jantan.
Sejauh ini, hasil nan dicapai pada penderita autis cukup memuaskan, terutama pada aspek emosi, kontak mata, dan ketenangan. Sementara itu, masih ada lima hal nan masih belum menuai hasil memuaskan, yaitu rileksasi, motorik, kelincahan, fokus, dan kelincahan.
Selain sebagai therapist , ternyata di sebagian wilayah bumi ini, yaitu Jepang, ikan lumba-lumba secara rutin diburu buat dikonsumsi. Hal ini dilakukan sebagai tradisi. Tradisi ini tak dilakukan oleh seluruh penduduk Jepang, tapi hanya di daerah eksklusif saja, tepatnya di kota Taiji, sekitar perairan di Perfektur Wakayama, Jepang bagian Tengah. Sejarah mereka mengonsumsi hewan ini terjadi pada saat masa peperangan nan mengakibatkan kesulitan pangan nan parah, sehingga lumba-lumba menjadi satu-satunya pilihan.
Kebiasaan unik sebagian masyarakat Jepang ini tentu saja menuai pro dan kontra. Tetapi mereka merasa bahwa tradisi ini tak salah sebab sudah dilakukan selama ratusan tahun. Mereka malah merasa heran kalau tiba-tiba tradisi ini harus dihentikan.
Padahal menurut penelitian nan dilakukan Profesor Tetsuya Endo dari Health Science University of Hokaido , mengonsumsi ikan lumba-lumba sangat beresiko. Ini disebabkan oleh kandungan merkuri nan sangat tinggi pada daging hewan ini, seperti halnya nan terkandung pada ikan paus. Jadi pilih mana, menjadikan ikan lumba-lumba sebagai therapist nan ampuh atau mengonsumsinya? Tapi, dengan mengenyampingkan bahaya nan terkandung dalam daging lumba-lumba, sepertinya terlalu kejam buat memakan makhluk lucu nan satu ini.