Perjalanan Peradaban
Manusia dan peradaban merupakan dua hal nan tak mungkin terpisahkan. Manusia melalui kemampuan cipta dan karya selalu melakukan karya-karya di segala bidang kehidupan. Istilah peradaban mempunyai arti nan erat kaitannya dengan manusia. Istilah peradaban seringkali merujuk pada suatu masyarakat nan kompleks.
Peradaban manusia dapat dilihat melalui praktik pertanian, hasil karya, permukiman, dan berbagai pandangan manusia mengenai ilmu pengetahuan, politik, dan kehidupan. Jadi, intinya manusia dan peradaban itu merupakan hasil cipta karya manusia sendiri, nan ditunjang oleh pengetahuan mereka dan bagaimana mereka menyelaraskannya dengan lingkungan sekitar.
Peradaban
Peradaban merupakan terjemahan dari kata civilization nan berasal dari kata civil (warga kota) dan sivitas (kota; kedudukan warga kota). Biasanya, peradaban juga disamakan dengan budaya dan kebudayaan dalam beberapa literatur.
Menurut Huntington, peradaban mewujudkan puncak-puncak dari kebudayaan. Manusia sebenarnya sudah mencapai puncak kebudayaan walaupun masih dalam tingkat primitif.
Akan tetapi, tak semua kebudayaan dapat mencapai termin puncaknya. Kadang, kebudayaan manusia terhenti dengan apa nan disebut blind eyes atau jalan buntu. Frans Boas mengartikan peradaban sebagai holistik bentuk reaksi manusia terhadap tantangan dalam menghadapi alam sekitar, individu ataupun kelompok.
Peradaban dapat meliputi segala aspek kehidupan manusia, seperti budaya materiil, rekanan sosial, seni, agama, dan ditambah dengan sistem moral, gagasan, dan bahasa. Dapat dikatakan manusia nan mudun itu ialah manusia nan menggunakan sistem budaya nan dianutnya nan selaras dengan lingkungannya.
Peradaban juga dapat dikatakan sebagai cara manusia merefleksikan apa nan dianutnya, dalam kaitannya dengan budaya. Mungkin kita suka bertanya-tanya mengapa di setiap daerah atau wilayah atau negara memiliki peradaban nan berbeda-beda. Itu dikarenakan faktor budaya dan pola pikir anggota budaya di setiap loka nan berbeda-beda.
Perbedaan Kebudayaan dan Peradaban
Oswald membedakan antara kebudayaan dan peradaban. Menurutnya, dua hal tersebut merupakan dua gaya hayati nan berlawanan. Oswal berpendapat bahwa kebudayaan lebih dominan pada nilai-nilai spiritual nan menekan manusia pada perkembangan individu di bidang mental dan moral. Sementara itu, peradaban menurutnya, lebih mengarah kepada hal-hal bersifat material nan menekankan pada kesejahteraan fisik dan material.
Oswald mencontohkan bahwa gaya hayati Yunani Antik dan Romawi Antik sebagai peradaban. Bieren de Han berpendapat sama dengan Oswald. Ia juga membedakan antara kebudayaan dan peradaban.
Menurut Bieren, peradaban ialah seluruh kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan teknik. Kebudayaan, bagi Bieren, lebih menekankan kepada segala sesuatu nan berasal dari hasrat dan gairah nan lebih murni, berada di atas tujuan praktis interaksi masyarakat.
Berdasarkan anggapan dari kedua pakar tersebut bisa kita lihat jika sebuah peradaban tak akan mungkin muncul tanpa adanya kebudayaan. Meski secara fisik keduanya memiliki perbedaan, tetapi secara hakiki keduanya memiliki keterkaitan satu sama lain. Dengan kata lain, sebuah peradaban tak dapat berdiri begitu saja tanpa ada sentuhan dari kebudayaan.
Misalnya saja peradaban Islam nan ditandai dengan bangunan masjid nan dipenuhi corak khas budaya setempat. Secara generik masjid bagi umat Islam ialah loka beribadah dengan cirinya memiliki kubah.
Namun, peradaban membuat banyak variasi masjid sinkron dengan latar belakang budaya nan dianutnya. Segi arsitektur juga bermain peran dalam peradaban ini. Oleh sebab itu setiap bangunan masjid di masing-masing peradaban bangsa berbeda-beda.
Masih banyak contoh lainnya nan dapat kita lihat buat membedakan mana nan dinamakan kebudayaan dan mana nan dinamakan dengan peradaban. Contoh lainnya ialah penggunaan teknologi. Untuk sebagian bangsa teknologi mungkin masih belum kentara, tetapi di negara-negara maju, perkembangan teknologi begitu pesat.
Perjalanan Peradaban
Dalam perjalanan manusia dan peradaban, ada suatu kenyataan nan harus dihadapi, yaitu terjadinya benturan peradaban. Hutington menyebutnya dengan istilah clash civilization . Pada zaman modern, Hutington meyakini bahwa peradaban-peradaban nan muncul akan menimbulkan proses benturan-benturan. Benturan itu terjadi dapat antara peradaban Barat dan Timur. Dapat juga sebab disparitas ideologi.
Satu hal nan tak boleh terjadi ialah berhenti mempelajari peradaban manusia. Peradaban manusia harus terus dikaji atau dipelajari. Sejarah peradaban manusia dari tiap masa tak boleh hilang. Karena dari belajar peradaban di masa lalu itulah, kita dapat becermin buat mengembangkan peradaban manusia masa mendatang.
Sebuah peradaban tak dapat terjadi begitu saja. Ada serentetan proses panjang nan mengiringi perjalanan sebuah peradaban. Manusia dan peradaban tak dapat dipisahkan mengingat mereka saling mendukung membentuk sebuah manifestasi kehidupan itu sendiri.
Masih ingat dalam benak kita bagaimana peradaban manusia ini dimulai. Sejak zaman nenek moyang nan hidupnya berpindah-pindah, kemudian beralih menjadi berladang, berdagang, sampai akhirnya menemukan peradaban nan lebih modern.
Demikian halnya dengan sistem bertahan hidup, mulai dari berburu, meramu, bercocok tanam, sampai mengenal sistem mata uang sebagai alat tukar. Semua itu merupakan produk dari peradaban.
Manusia dan peradaban seakan selalu mencari penghidupan nan lebih baik atau lebih tepatnya lebih beradab.
Hal ini disebabkan sebab sistem kehidupan dari zaman ke zaman menunjukkan perubahan sistem kehidupan itu sendiri mulai dari ketidakteraturan, berlakunya hukum rimba siapa nan menang itulah nan dapat bertahan hidup, sampai menemukan sebuah tatanan kehidupan nan terangkum dalam nilai dan kebiasaan atau adat istiadat budaya.
Jadi di loka ini ditekankan jika sebuah peradaban itu merupakan sebuah perjalanan kehidupan manusia itu sendiri dalam menemukan kehidupan nan lebih baik. Tentu saja kehidupan nan lebih baik itu dimaksudkan kehidupan nan jauh lebih mudun dengan menitikberatkan pada nilai dan kebiasaan adat nan berlaku. Dapat dikatakan di sini, kebudayaan merupakan alasnya, sedangkan peradaban ialah bangunannya.
Peradaban merupakan sebuah manifestasi dan simbol kesejahteraan hayati nan berlandaskan kebudayaan. Dapat dikatakan semua segi kehidupan manusia merupakan sebuah peradaban. Mulai dari cara kita makan, berpakaian, bekerja, bermasyarakat dan sebagainya, semuanya tak dapat tak menyangkut peradaban.
Kehidupan nan memasuki masa modern pun tak lepas dari sebab konvoi peradaban itu sendiri. Semakin modern seseorang atau masyarakatnya, akan membentuk sebuah peradaban nan jauh lebih baik juga. Dengan kata lain peradaban itu menjadi sebuah ukuran tingkat kehidupan sebuah masyarakat apakah dapat dikatakan mudun atau masih berusaha menjadi beradab.
Perubahan Peradaban
Perkara mempertahankan sebuah peradaban bukanlah sebuah perkara nan mudah. Pergeseran nilai dan kebiasaan kehidupan bukan tak mungkin juga ikut mempengaruhi perjalanan sebuah peradaban. Kebiasaan nan sudah kita lakukan selama ini bukan tak mungkin suatu saat nanti akan ditinggalkan dan diganti dengan Norma nan baru.
Misalnya saja dalam teknologi. Bukan tak mungkin suatu saat nanti diciptakan manusia baru dengan mesin nan dapat menjadi partner kita dalam kehidupan. Bukan tak mungkin juga jika suatu saat nanti kehidupan manusia di global ini diatur dengan teknologi, sehingga kita tak perlu lagi saling bertatap muka.
Segala perubahan tersebut tentunya juga seiring dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Mungkin saat ini kita belum terpikir buat menggunakan tenaga mesin dalam perangkat rumah tangga misalnya. Suatu saat nanti mungkin saja jasa seorang pembantu tak lagi kita butuhkan.
Perubahan sebuah peradaban harus dapat kita sikapi dengan bijaksana. Dapat saja suatu hari nanti arus informasi sudah semakin banyak, bahkan setiap kita tak perlu lagi membaca surat kabar atau mendengarkan siaran radio dan televisi.
Apapun itu tak dapat kita prediksi bagaimana peradaban manusia di masa nan akan datang. Pastinya perubahan sebuah peradaban tak serta-merta terjadi begitu saja. Mengingat peradaban itu juga mau tak mau mengikuti nilai budaya nan berlaku.
Manusia nan mudun tak saja manusia nan pandai dalam mengolah teknologi, pun nan memiliki ilmu pengetahuan nan sangat tinggi. Manusia dikatakan mudun ialah manusia nan tahu bagaimana bersikap, bagaimana menyelaraskan alam loka mereka berlindung, serta bagaimana menyikapi sebuah perubahan nan tak sejalan dengan nilai nan mereka anut.
Perubahan peradaban juga mengikuti pola pikir manusia itu sendiri. Tipe manusia pada dasarnya tidaklah sama. Masing-masing tentu saja memiliki pola pikir nan berbeda, serta memiliki filter mengenai apa nan harus mereka lakukan dan tak mereka lakukan. Jadi, pola pikir juga turut mempengaruhi bagaimana perubahan peradaban manusia dapat terjadi.
Tidak semua orang dapat menerima sebuah peradaban baru meskipun itu jauh lebih baik dari segi materil, sedangkan sebagian lagi tak mempermasalahkannya. Apapun bentuk perubahannya, tentu saja keselarasan hayati dalam masyarakat kebudayaan nan diutamakan.