Ikon Kasus Pajak Indonesia
Kasus pajak sering menghiasi layar televisi kita belakangan ini. Pada 2010 lalu, kita sempat dihebohkan dengan kasus Gayus Tambunan nan memiliki rekening gendut. Lalu, seperti sebuah letusan gunung berapi, kasus pajak mengemuka dan melibatkan para pegawai nan masih tergolong muda. Pelaku nan terlibat kasus pajak biasanya mendapatkan sebutan sebagai mafia pajak.
Pajak dan Kasus Pajak
Kasus pajak. Pajak sudah dikenal orang sejak lama. Konon, pengenaan pajak penghasilan sudah ada pada zaman Romawi Kuno. Saat itu, pungutan pajak bernama Tributum. Pajak ini berlangsung hingga tahun 167 Sebelum Masehi. Pada 1799, di Inggris diberlakukan Undang-undang Income Tax sebagai dasar hukum nan mengatur pengenaan pajak penghasilan.
Di Amerika Serikat, pajak penghasilan pertama kali dikenal dengan sebutan New Plymouth pada 1643. Dasar pengenaan pajaknya berdasarkan, “a person’s faculty, personal faculties and abulitites”.
Di Indonesia sendiri, pajak sudah ada sejak berdirinya kerajaan-kerajaan dahulu. Pajak itu berupa upeti nan ditentukan besarannya oleh raja. Kasus pajak pertama, nan tercatat dalam sejarah kita ialah nan pernah dilakukan oleh pegawai Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Saat itu, pegawai VOC melakukan korupsi, salah satunya penggelapan hasil pajak nan ditarik dari orang-orang pribumi.
Dari sekian kasus nan membelit negeri ini, kasus pajak menduduki peringkat kedua setelah kasus korupsi nan sedang mewabah di semua kalangan saat ini. Sejak dulu, departemen nan satu ini memang terkenal sarat dengan permainan antara para pegawai nan terkait dengan para wajib pajak.
Hal itu menyebabkan berkurangnya rasa percaya masyarakat terhadap departemen. Hal ini membuat masyarakat enggan buat taat membayar pajak walaupun itu merupakan kewajiban sebagai warga negara nan baik.
Kasus Pajak Ada di Sekitar Kita
Berkembangnya kasus pajak di Indonesia tidak lepas dari beberapa faktor. Berikut ini faktor nan menyebabkan maraknya kasus pajak itu:
- Lemahnya ketegasan pihak nan seharusnya memberi konservasi kepada objek dan subjek pendayagunaan mafia pajak.
- Tidak adanya upaya penangkapan dan keseriusan memberangus mafia pajak.
- Adanya konservasi di balik layar kepada mafia pajak oleh penguasa.
- Terjadi proses demoralisasi mental dan integritas petugas nan seharusnya menegakkan peraturan dan perundang-undangan secara konsisten.
Dalam kehidupan di sekitar kita, sesungguhnya kasus pajak banyak terjadi. Namun, kita tidak sering tidak menyadarinya. Berikut ini beberapa pola kasus pajak nan sering terjadi di sekitar kita:
Kasus Pajak 1
Bagi para pengusaha ekspor, terutama barang berbahan dasar kayu, pemerintah telah mewajibkan buat memiliki sertifikat BRIK dan ETPIK nan dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Selain digunakan buat memvalidasi jumlah kayu nan digunakan juga dimanfaatkan sebagai salah satu syarat dokumen ekspor.
Dari usaha itu, pemerintah dapat memantau berapa jumlah ekspor nan dilakukan buat mengetahui besarnya pajak nan harus dibayar para pengusaha. Namun, tak sedikit pengusaha nan menyewa kedua dokumen tersebut (bahkan dokumen ekspor nan lain) buat menghindari membayar pajak kepada pemerintah.
Dengan menyewa dokumen dari perusahaan lain. Akibatnya, semua transaksi ekspor tak dapat dipantau oleh pemerintah sehingga para pengusaha dapat terlepas dari kewajiban membayar pajak.
Kasus Pajak 2
Jika kita pernah bekerja di perusahaan perseorangan nan dikelola dengan manajemen nan kurang baik, pembuatan laporan keuangan ganda sudah merupakan hal biasa, terutama di perusahaan dagang. Jadi, pegawai bagian keuangan dituntut buat membuat laporan keuangan ganda nan bertujuan buat menghindari atau memperkecil besarnya nilai pajak nan harus dibayar.
Laporan keuangan nan sesungguhnya disimpan oleh pemilik buat kepentingan pribadi, dan laporan keuangan nan fiktif disiapkan sedemikian rupa buat laporan pajak. Hal ini berlaku juga buat semua data penjualan nan berada di komputer kantor. Biasanya para pemilik akan kelabakan bila petugas pajak melakukan pengecekan di lapangan.
Kasus Pajak 3
Banyak orang asing (warga negara asing) nan mempunyai properti di Bali. Baik itu berupa hotel, villa, dan sebagainya. Untuk menghindari besarnya pajak nan harus mereka bayar, tak sedikit para pemilik nan warga negara asing tersebut melakukan transaksi di luar negeri buat para tamu nan akan menginap.
Jadi, setelah terjadi kesepakatan rates kamar, para calon tamu akan melakukan pembayaran berupa transfer ke rekening bank di luar negeri milik owner dari loka mereka akan menginap. Saat mereka sampai di Bali tak terjadi lagi transaksi pembayaran. Dalam kondisi ini, para pemilik tak mempunyai bukti transaksi buat diperlihatkan kepada petugas pajak. Hal ini dapat mengurangi jumlah pajak pendapatan nan harus mereka bayar kepada pemerintah.
Kasus Pajak 4
Pada 2008 lalu, pemerintah mempunyai program sunset policy bagi para wajib pajak. Sunset policy merupakan pengampunan dari pemerintah terhadap para wajib pajak nan dianggap kurang taat. Pengampunan itu dapat berupa penghapusan hukuman administrasi nan berupa kembang dan hukuman administrasi atas pajak nan kurang atau tak dibayar.
Tidak sedikit pengusaha nan memanfaatkan kesempatan ini buat mendapatkan pengampunan dari pemerintah. Bagi perusahaan besar dengan aset nan besar pula tentu mempunyai kewajiban membayar pajak nan tak dapat dibilang sedikit. Jadi, besarnya "pengampunan" nan mereka terima dari pemerintah juga jumlahnya besar. Hal ini tak dapat dibenarkan sebab telah menyalahi fungsi dari sunset policy itu sendiri.
Ikon Kasus Pajak Indonesia
Ada beberapa tersangka penggelapan pajak nan mengemuka secara nasional. Kasus pajak mereka ini boleh dibilang fantastis dan sulit diterima logika, jika dilihat dari masa kerja mereka di bidang perpajakan. Mereka itu, di antaranya:
1. Gayus Tambunan
Gayus boleh dibilang menjadi ikon kasus pajak Indonesia. Apapun kasus pajak, ingatan kita selalu terlintas nama Gayus. Mantan pegawai pajak golongan IIIA itu diduga menerima gratifikasi dan suap, lalu disimpan di safe deposit box miliknya, sebesar Rp74 miliar. Harta kekayaan Gayus ditotal mencapai 659, 8 ribu dolar AS dan 9, 68 dolar Singapura. Gayus juga terlibat kasus dugaan suap kepala rutan Mako Brimob.
Selain itu, dugaan paspor palsu juga menyeret Gayus. Dampak tumpukan kasus tersebut, tuntutan sanksi terhadap Gayus sudah lebih 20 tahun. Menurut kuasa hukumnya, Hotma Sitompul, saat ini Gayus sudah dihukum atas perkara-perkara lain dengan total sanksi sudah mencapai 22 tahun.
2. Bahasyim
Bahasyim ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pencucian uang dan korupsi sejak 9 April 2010. Bahasyim ditetapkan sebagai tersangka kasus pencucian uang dan korupsi sejak 9 April 2010 lalu. Pada 31 Oktober 2011 lalu, sanksi Bahasyim ditetapkan menjadi 12 tahun. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Bahasyim dengan sanksi 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta, subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, Majelis Hakim juga memerintahkan agar aset-aset Bahasyim, termasuk uang senilai Rp 64 miliar, dirampas oleh negara. Majelis Hakim menilai, Bahasyim terbukti bersalah melanggar Pasal 1 huruf a UU Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 12 UU Tipikor. Mantan pejabat pajak ini dinilai terbukti menyalahgunakan wewenang selama menjabat sejak 2004-2010 nan merugikan keuangan negara sebanyak Rp 64 miliar.
3. Dhana Widyatmika
Dhana Widyatmika memiliki pundi-pundi uang miliaran rupiah di tabungannya nan tersebar di 18 bank nasional. Kejaksaan Agung telah menetapkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak golongan IIIC nan kini menjadi pegawai Dinas Pajak DKI itu, menjadi tersangka kasus dugaan korupsi. Penelisikan dirinya, sebab rekening nan dimilikinya tak sinkron profil. Uang itu belum termasuk pundi mata uang asing sekitar Rp 2,4 miliar lebih. Belum juga termasuk logam mulia emas seberat 1 kilogram.
Dhana Widyatmika melaporkan hartanya pada 24 Juni 2011. Saat itu, dia tercatat sebagai Account Representative Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Kapital Asing Enam. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara nan diterima Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), total kekayaannya 'hanya' berjumlah Rp1.231.645.025.
Mengatasi Kasus Pajak
Kasus pajak di Indonesia saat ini sudah meresahkan banyak pihak. Pajak nan seharusnya menjadi alat pembiayaan dan pengaturan negara sudah di komoditikan berbagai kepentingan. Pemerintah dianggap kurang tegas dan memberikan banyak peluang dalam menghadapi kasus pajak ini. Terlalu banyak terjadi pelanggaran atau kolusi di berbagai lini. Memang ada nan ketahuan dan mendapat sanksi. Namun, jika dibandingkan dengan nan tak ketahuan, jumlahnya lebih banyak nan tak ketahuan.
Sebagai penegak hukum, seharusnya Ditjen Pajak bertindak tegas dan menyelesaikan kasus pajak sampai tuntas. Karena dengan penanganan nan tak tuntas maka akan makin banyak masyarakat nan melakukan kasus pajak. Selain dari masyarakatnya nan harus sadar, para penegak hukum negara juga harus bekerja sampai tuntas dan benar. Dengan kolaborasi antara masyarakat dengan pemerintah maka kasus-kasus pajak nan ada bisa dituntaskan dan tak akan ada lagi kasus pajak di Indonesia.