Sebagai Mitos Gaya Hayati Baru

Sebagai Mitos Gaya Hayati Baru

Dalam global pergaulan masa kini, kita sering ditemukan dengan berbagai Norma dan budaya baru, salah satunya dengan remix dance nan akhir-akhir ini menjadi minat para remaja hampir di seluruh penjuru Indonesia.

Remix dance sendiri sebenarnya sudah muncul sejak beberapa tahun nan lalu di luar sana, namun baru mulai diaplikasikan oleh penggiat seni di Indonesia pada awal 2000-an dan baru digemari sekarang-sekarang ini.

Beberapa ahli kesenian tradisional pun bahkan menggunakan remix dance buat menarik perhatian khalayak ramai agar lebih tertantang buat melihat, mengapresiasi, bahkan mempraktikkan bentuk seni nan dipamerkan.

Salah satu jenis remix dance tradisional juga pernah dibawakan oleh satu grup penari tradisional dari Bandung, yaitu Rumingkang dalam acara live ajang pencarian talenta di Indonesia.

Dalam ajang tersebut, beberapa kali Rumingkang beraksi di atas anjung dengan memperagakan remix dance tradisional antara tari Sunda dengan tari Bali, atau tari Sunda dengan tari Minang, dan tarian daerah lainnya.

Dengan musik nan juga di remix , kedua tarian tersebut terlihat sangat menyatu dan seolah-olah membuat tarian baru nan bahkan belum pernah ada sebelumnya.

Hal ini membuktikan bahwa remix dance merupakan salah satu cara buat meningkatkan popularitas budaya daerah ke permukaan masyarakat modern sehingga tak kalah bersaing dengan budaya-budaya modern lain nan masuk lewat jalur nan sama (seni).

Selain remix dance tradisional, ada juga remix dance modern nan mengambil gerakan tarian modern dan menggabungkannya dengan tarian modern lainnya.

Sebagai contoh, kita sering melihat shuffle dance nan di- remix dengan breakdance. Kedua tarian modern tersebut disatukan dengan musik ala R n B dan Punk nan dapat menimbulkan semangat ingin ikut serta saat melihat para penari melakukan adegan tersebut.

Adanya remix dance membuktikan bahwa budaya Indonesia memang mau dan mampu menerima disparitas serta menjadikannya satu, seperti halnya slogan negara kita, yakni Berbeda-beda Tunggal Ika; meskipun berbeda, tapi kita tetap satu jua.



Pengaruh Remix Dance Terhadap Kebudayaan di Indonesia

Selain memberikan perbedaan makna baru di bidang seni dan kreativitas, remix dance juga memberikan pengaruh terhadap kebudayaan Indonesia. Salah satu pengaruh tersebut ialah munculnya nasionalisasi tarian daerah nan justru diusung oleh kaum remaja.

Hal tersebut merupakan akibat positif nan dapat kita rasakan dengan adanya remix dance nan menyatukan tarian daerah nan satu dengan tarian daerah nan lain.

Selain itu, secara filososfis pun, kedua tarian nan disatukan akan menghasilkan filosofi baru nan tentu saja ruang lingkupnya tak akan jauh-jauh dari tarian asalnya. Misalnya, remix antara tarian Sunda (Sekar Putri) dengan tarian Bali akan menimbulkan cerita dan filosofi baru dalam khasanah budaya Indonesia.

Tarian Sunda nan khas dengan lemah lembutnya dapat dipadukan dengan tarian Bali nan agak kaku dan terkesan liar (terutama saat tarian tersebut memunculkan Leak di tengah pertunjukan). Ini menandakan akulturasi nan dilakukan antara lemah dan lembut dapat saja menjadi satu remix nan latif sekaligus harmonis.

Sisi lembut nan dimiliki tarian khas Sunda serta sisi keras tarian khas Bali membentuk filosofi nan serasi antara bumi dan langit, laki-laki dan perempuan, hitam dan putih, dan berbagai oposisi biner lainnya. Dengan kata lain, remix dance tradisional membawa kita pada pemahaman budaya primordial nan berpedoman pada ekuilibrium energi nan ada antara bumi dan langit.

Contoh lainnya juga dapat kita temukan pada remix dance nan memadukan tarian tradisional daerah Indonesia dengan tarian modern pada masa ini nan dewasa ini sering kita lihat di televisi. Misalnya, tari Jaipongan (tarian khas Jawa Barat) nan dipadukan dengan break dance akan menghasilkan remix dance nan paradoksal sekaligus mewah.
Kedua tarian tersebut dapat dipadukan dengan melakukan remix lagu Sunda dengan pop elektrik sehingga menghasilkan ciptaan baru di bidang tarian.

Selain itu, kebudayaan Indonesia juga melihat remix dance tradisional ini sebagai modus baru buat membuat masyarakat Indonesia lebih menyukai budaya dalam negeri dibanding budaya luar negeri. Atau setidaknya, memiliki ekuilibrium antara pro kultur modern dan pro kultur tradisional.



Remix Dance Sebagai Mitos Gaya Hayati Baru

Menjadikan remix dance sebagai media kreativitas dan penemuan ialah hal nan sangat baik. Sayangnya, media tersebut sering dijadikan mitos buat membuat gaya hayati nan juga baru.

Setiap tarian memang melambangkan sebagai kepribadian sekelompok orang atau seseorang nan menyukai dan melakukan tarian tersebut, tarian juga seringkali dianggap sebagai salah satu karakteristik gaya hayati seseorang, termasuk remix dance nan juga dapat diartikan sebagai gaya hidup.

Misalnya, orang nan suka dengan tarian tango, maka identik dengan para borjuis nan gaya hidupnya serba tertata dan mewah, sedangkan tarian breakdance identik dengan gaya hayati R n B sehingga tak heran jika sering kita lihat anak-anak atau remaja gaul nan mengapresiasi tarian tersebut berpakaian mirip dengan orang-orang kulit hitam (asal tarian hip hop dan R n B).

Remi x dance antartarian daerah masih memungkinkan buat dijadikan gaya hayati sebab kultur daerah nan sama, yakni Indonesia. Hal nan membedakan dua tarian nan dipadukan hanyalah simbol-simbol filosofis nan digunakannya saja. Sementara itu, makna nan dihasilkan dari simbol-simbol tersebut hampir sama sepenuhnya.

Berbeda dengan jika kita mengaplikasikan r emix dance modern dan tradisional sebagai gaya hidup. Kedua tarian nan paradoksal tersebut membuktikan bahwa konflik budaya nan terjadi di Indonesia pun sama halnya dengan kedua tarian itu.

Modern dance nan secara mitos merupakan lambang gaya hayati nan serba modern, bebas, dan tak memiliki sisi lembut di-remix dengan tarian tradisional nan secara filosofis jauh lebih manusiawi sebab memiliki simbol gaya hayati nan sederhana, teratur, dan tak individualis.

Secara estetika, keduanya akan menghasilkan tarian baru nan berbeda dari nan lain. Akan tetapi secara filososfis, remix dance tersebut sama saja merupakan bukti bahwa masyarakat Indonesia hampir-hampir kehilangan jati diri bangsa mereka sendiri sebab mau tak mau, tarian nan di-remix antara modern dan tradisional akan menimbulkan komparasi, baik dari pihak nan pro tradisional maupun sebaliknya.

Komparasi inilah nan akan menimbulkan ketegangan secara budaya. Meskipun konflik budaya nan dihasilkan bersifat lebih lembut, namun remix dance ini sebenarnya potensi buat mengenyahkan satu tarian nan hayati di dalamnya.

Misalnya, jika kita tak pandai-pandai menjaga simbol-simbol dan filosofi budaya nan terdapat dalam tarian daerah nan kita remix dengan tarian modern, bukan tak mungkin kalau suatu hari kita menemukan tak ada lagi tarian daerah tersebut dalam remix dance . Dapat jadi, nan ada hanyalah tarian modern baru nan terinspirasi dari tarian tradisional Indonesia.

Oleh sebab itu, kita sebagai generasi penerus bangsa Indonesia harus pandai-pandai membaca situasi budaya nan berjalan di negara ini. Budaya massa nan selama ini kita ikuti lambat laun akan mengubah gaya hayati kita sinkron dengan penggerak budaya tersebut, termasuk remix dance yang juga membawa nilai-nilai budaya eksklusif jangan sampai menimbulkan bias budaya dalam kehidupan kebudayaan masyarakat Indonesia.