Syarat dan Rukun Wakaf

Syarat dan Rukun Wakaf

Wakaf menurut bahasa memiliki makna menahan. Sedangkan ditinjau dari istilah syarat, wakaf berarti menahan suatu benda atau harta nan kekal zatnya, buat diambil kegunaan darinya bagi kepentingan dan kemaslahatan umat islam. Maksudnya; mal nan diwakafkan tak dijual, tak diberikan dan tak juga diwariskan, namun hanya disedekahkan sepenuhnya buat diambil khasiatnya saja bagi kepentingan umat. Adanya forum pengelolaan wakaf menjadi krusial agar harta wakaf memberikan kegunaan maksimal bagi umat.

Dari pengertian di atas jelas terlihat bahwa tujuan amal wakaf ini sangat mulia, yaitu buat tujuan kemaslahatan umat. Harta nan diwakafkan (terutama buat umum) ialah harta/barang/sarana nan dapat memberikan kegunaan nan terus menerus bagi masyarakat luas. Contohnya rumah ibadah, jembatan, sekolah dan lain sebagainya. Wahana ini akan terus memberikan kegunaan dan kemudahan bagi orang banyak.



Sejarah Wakaf

Adalah hal nan cukup baik, bila kita mengetahui sejarah wakaf. Setidaknya ada dua pendapat terkait ihwal siapa orang nan pertama kali melakukan wakaf. Pendapat pertama, yakni para ulama nan meyakini bahwa orang pertama nan berwakaf dalam Islam ialah Rasulullah Saw sendiri selaku pemimpin umat dan negara. Rasulullah mewakafkan tanah miliknya buat dibangunkan wahana peribadatan, yakni masjid.

Hal tersebut didasatkan pada hadits nan diriwayatkan oleh Umar bin Syabah, dimana ia berkata: “dan telah diriwayatkan dari Umar bin Syabah, bahwa kami bertanya mengenai permulaan wakaf dalam Islam. Kaum Muhajirin mengatakan adalah wakafnya Umar, dan sebaliknya kaum Anshar berkata ialah Rasulullah”. Pada tahun ketiga hijrah, Rasulullah kembali mewakafkan sebanyak tujuh kebun kurma miliknya nan antara lain: Syafiah, Dalal, Airaf, dsb. Juga sebagian pendapat ulama lainnya, bahwa nan pertama kali mewakafkan ialah Umar bin Khatab.



Dasar Hukum Wakaf

Dasar hukum wakaf ialah firman Allah Swt,

Kamu sekali-kali tak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta nan kamu cintai. dan apa saja nan kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)

Dan sabda Rasulullah Saw., “Dari Ibnu Umar bahwa Umar pernah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi Saw. Meminta perintah beliau tentang tanah tersebut. Ia berkata, “Ya, Rasulullah! Aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, suatu harta nan belum pernah kudapat sama sekali nan lebih baik bagiku selain tanah itu, lalu apa nan hendak engkau perintahkan kepadaku?” Maka jawab Nabi, “Jika engkau suka, tahanlah pangkalnya dan sedekahkanlah hasilnya! Lalu Umar menyedekahkan dengan syarat tak boleh dijual, tak boleh diberikan, dan tak boleh diwarisi, yaitu buat orang-orang fakir, keluarga dekat, memerdekan hamba sahaya, buat jalan Allah, buat orang nan kehabisan bekal dalam perjalanan (ibnu sabil), dan menjamu tamu. Tidak berdosa orang nan mengurusinya itu memakan sebagiannya dengan cara nan wajar dan buat memberi makan (kepada keluarganya) dengan syarat jangan dijadikan hak milik. Dalam satu hadis nan lain, Ibnu Sirin berkata, “Dengan syarat jangan kuasai pokoknya.” (HR. Bukhari)



Syarat dan Rukun Wakaf

Untuk sahnya amalan wakaf, kita sebaiknya memerhatikan ketentua syarat-syarat berikut:

  1. Wakaf tak dibatasi oleh waktu atau keadaan. Artinya, wakaf tak boleh dibatasi dengan jangka waktu atau keadaan tertentu.
  2. Harta wakaf harus bisa dimanfaatkan tanpa mengurangi nilai asetnya.
  3. Harta wakaf merupakan harta nan bisa diperjualbelikan sehingga bisa dinilai dengan mudah.
  4. Harta wakaf bukan sesuatu nan secara alam akan berkurang atau menyusut melalui proses pembusukan atau penguapan.
  5. Wakaf bersifa kontan. Artinya, apabila seseorang telah menyatakan mewakafkan berarti secara kontan harus dipenuhi saat itu juga, tak boleh ditunda, atau menunggu keadaan tertentu.
  6. Wakaf hendaknya harus jelas kepada siapa benda itu diberikan atau diwakafkan.
  7. Wakaf merupakan suatu amalan nan monoton dan harus dilaksanakan. Oleh sebab itu, wakaf tak boleh dibatalkan.

Dalam ibadah wakaf, ada beberapa rukun dan syarat nan harus dipenuhi, yaitu sebagaii berikut.

a. Orang nan mewakafkan

Orang nan mewakafkan harta disebut waqif dengan syarat-syarat sebagai berikut.

  1. Baligh. Artinya, waqif ialah orang nan mampu mempertimbangkan segala sesuatu dengan jernih. Oleh sebab itu, hukumnya tak absah apabila wakaf dilakukan oleh anak-anak, orang gila atau orang nan kurang waras, dan hamba sahaya.
  2. Tidak punya utang.
  3. Dengan kemauan sendiri atau bukan sebab terpaksa oleh sesuatu atau seseorang.
  4. Wakaf tak boleh dibatalkan.

b. Harta nan Diwakafkan

Harta nan sudah diwakafkan disebut mauquf, syarat-syarat mauquf ialah sebagai berikut.

  1. Zat benda nan diwakafkan ialah tetap, tak cepat habis, atau rusak agar bisa digunakan dalam waktu lama.
  2. Batas-batasnya harus jelas.
  3. Milik sendiri atau bukan milik orang lain.

c. Penerima Wakaf

Penerima wakaf disebut mauquf ‘alaih . Syarat-syarat mauquf ‘alaih adalah

  1. Dewasa, bertanggungjawab, dan mampu melaksanakan amanat.
  2. Sangat membutuhkan. Tidak absah berwakaf kepada pihak nan tak membutuhkannya.

Selain kepada perseorangan, wakaf bisa diberikan pada badan sosial, yakni kelompok orang atau badan hukum nan diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf. Orang atau lembaganya disebut nazir.

d. Pernyataan Wakaf

Sighat wakaf ialah pernyataan orang nan mewakafkan dan merupakan tanda penyerahan barang atau benda nan diwakafkan. Sighat bisa dinyatakan dengan lisan atau dengan tulisan. Sighat wakaf harus dinyatakan secara jelas bahwa ia telah melepaskan haknya atas benda tersebut buat diwakafkan. Ketegasan tersebut diperlukan guna mengindari masalah di kemudian hari.



Harta nan Absah dan Tidak Absah Diwakafkan

Tidak semua harta menurut ketentuan Islam absah buat diwakafkan. Terdapat beberapa jenis barang dan benda nan tak absah buat diwakafkan.

Para ulama sepakat bahwa jenis harta nan absah diwakafkan berupa benda nan tak habis sebab dipakai dan tak rusak sebab dimanfaatkan, baik benda bergerak maupun benda nan tak bergerak. Sebagai contohnya, Umar bin Khattab mewakafkan sebidang tanah di Khaibar.

Seseorang tak absah mewakafkan barang-barang nan cepat rusak apabila dimanfaatkan, seperti uang, lilin, makanan, minuman dana segala nan cepat rusak seperti bau-bauan dan tumbuh-tumbuhan aromatik. Di samping itu, seseorang tak boleh mewakafkan apa nan tak boleh diperjualbelikan dalam Islam, seperti babi, anjing, binatang buas, dan barang tanggungan.



Potensi wakaf

Potensi wakaf di Indonesia sangat besar. Oleh sebab itu, agar potensi wakaf ini bisa terealisasi secara maksimal maka perlu adanya pengelolaan wakaf secara profesional dan bertanggung jawab. Sehingga, harta wakaf nan diserahkan oleh para dermawan dan hartawan tersebut benar-benar memberikan kegunaan maksimal bagi kemaslahatan umat secara luas.



Badan Hukum

Tujuan dari wakaf ini hanya dapat tercapai dengan baik jika ada faktor-faktor eksternal nan mendukung. Contohnya: kehadiran pihak pengelola wakaf (nadir) nan berbadan hukum. Pengelolaan wakaf akan menjadi lebih maksimal jika diserahkan pada sebuah badan hukum. Karena, pada forum ini nantinya prosedur kerja, orang bahkan program kerja sudah tertata dengan apik, matang dan sinergis. Sehingga barang-barang zakat terpelihara dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat lebih lama.

Badan hukum nan mengelola zakat umumnya dinaungi oleh sebuah yayasan sosial atau keagamaan. Prosedur pengaturan wakaf di badan hukum ini sudah diatur sedemikian rupa. Sebagai bentuk legalitas penyerahan harta wakaf biasanya dilakukan secara tertulis di atas materai dan dilampiri dengan akta notaris. Hal ini dimaksudkan buat mengurangi kemungkinan tindak kecurangan terhadap harta wakaf.



Hak dan kewajiban nadir

Nadir ialah organisasi, kelompok atau badan hukum baik nan diakui baik secara de facto maupun yuridis buat mengurus dan memelihara barang/harta wakaf. Adapun hak dan kewajiban nadir ialah sebagai berikut:

  1. Hak nadir
    1. Berhak mendapatkan penghasilan dari hasil pengelolaan tanah wakaf sinkron dengan ketetapan forum atau peraturan nan berlaku (biasanya berdasarkan peraturan nan ditetapkan oleh Departemen Agama taraf kabupaten). Dengan catatan, nilainya tak melebihi 10% dari hasil higienis tanah wakaf tersebut.

    1. Berhak menggunakan fasilitas wakaf dalam menjalankan tugasnya. Adapun jenis dan nilai fasilitas nan digunakan ditentukan oleh pihhak nan berwenang (dalam hal ini Kepala Departemen Agama Taraf Kabupaten).

  1. Kewajiban
    Adapun kewajiban nadir meliputi mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf nan diamanahkan kepada mereka termasuk mengelola penghasilan nan diperoleh dari pemanfaatan harta wakaf tersebut. Jadi kewajiban nadir ini meliputi:
    1. Menyimpan dengan baik arsip-arsip serah terima harta wakaf. Seperti Akta ikrar wakaf, Surat penyerahan wakaf bermaterai, dll.
    2. Memelihara dan mengelola usaha dari harta wakaf, termasuk berupaya buat meningkatkan hasil dari pengelolaan tersebut.
    3. Menggunakan dan menyalurkan hasil pengelolaan harta wakaf sinkron dengan ikrar atau amanat dari pihak nan berwakaf.

Inilah kajian singkat tentang lembaga pengelolaan wakaf beserta klarifikasi tentang wakaf, sumber hukum, rukun dan syarat wakaf. Semoga bermanfaat.