Fenomena Bayi Matahari Kembar

Fenomena Bayi Matahari Kembar

Apa nan terlintas dalam benak Anda ketika mendengar tentang bayi matahari ? Niscaya rasanya aneh bukan. Bagaimana mungkin matahari dapat menghasilkan anak sehingga tercipta bayi matahari. Tentu saja hal itu tak mustahil. Tidak ada nan mustahil dalam tata surya kita. Matahari sendiri merupakan sebuah kenyataan alam dalam kehidupan. Jadi, tak mengherankan apabila kemudian muncul bayi matahari.

Sebelum lebih jauh membahas mengenai bayi matahari, mari kita cari tahu sebenarnya bagaimana matahari itu dapat terbentuk. Matahari merupakan bola raksasa nan terbentuk dari helium dan gas hidrogen. Matahari juga merupakan salah satu dari jenis bintang nan ada di langit. Mengapa dapat begitu?

Dari pengertiannya sendiri, bintang merupakan benda langit nan memancarkan cahaya. Matahari ialah salah satu bintang nan bisa menghasilkan cahaya sendiri, serta bisa menghasilkan energi melalui reaksi gabugan nuklir.

Sebagai bintang nan berwarna putih, matahari memiliki peran sebagai pusat tata surya. Di mana terdapat banyak komponen dalam tata surya, seperti 8 planet dengan satelitnya masing-masing, planet-planet kerdil, asteroid, komet, serta debu angkasa. Semua komponen itu berputar mengelilingi matahari.

Selain sebagai pusat peredaran, matahari juga merupakan sumber energi buat kehidupan nan berkelanjutan. Adanya energi nan dihasilkan matahari menghasilkan panas. Panas itu berguna buat menghangatkan bumi dan membentuk iklim. Cahayanya berguna buat menerangi Bumi serta bermanfaat bagi tumbuhan buat proses fotosintesis.

Tanpa adanya matahari, maka tak akan ada kehidupan di Bumi. Seorang peneliti bernama Nicolaus Copernicus mengemukakan teori bahwa matahari merupakan pusat peredaran tata surya pada abad 16. Kemudian, teori tersebut dibuktikan oleh Galileo Galilei dan pengamat angkasa lainnya.

Teori ini kemudian dikenal dengan nama heliosentrisme, di mana teori ini telah mematahkan teori geosentrisme milik Ptolemeus nan telah bertahan sejak abad ke dua sebelum masehi. Menurut teori Ptomelus, Bumi lah nan menjadi pusat dari tata surya. Pada matahari, terdapat enam lapisan nan memiliki ciri tertentu.

Tiap lapisan tersebut meliputi inti matahari sebagai area terdalam dari matahari, dengan suhu sekitar 15 juta derajat Celcius atau 27 juta derajat Fahrenheit. Sementara, ukuran bagian inti matahari ialah seperempat jeda dari pusat ke permukaan, serta 1/64 total volume matahari. Untuk kepadatannya sendiri berkisar 150 g/cm3.

Suhu serta tekanan nan demikian tingginya memungkinkan terjadinya pemecahan atom-atom menjadi elektron, proton, dan neutron. Neutron nan tak bermuatan akan meninggalkan inti menuju bagian nan lebih luar dari matahari. Sementara itu, energi panas nan ada di dalam inti akan menyebabkan konvoi elektron dan proton menjadi sangat cepat. Hal itu mengakibatkan terjadinya tabrakan antara satu dengan nan lain sehingga terjadi reaksi gabugan nuklir atau nan disebut dengan termonuklir.

Nantinya, energi nan dihasilkan oleh reaksi termonuklir pada inti akan berupa sinar gamma dan neutrino. Keduanya akan memberi tenaga nan sangat besar, sekaligus sebagai penghasil seluruh energi panas dan cahaya nan diterima di Bumi. Energi tersebut kemudian dibawa keluar dari matahari melalui radiasi kandungan helium. Luar biasa bukan. Itulah sebabnya, matahari seakan tak habisnya memberikan cahaya dan energinya kepada kita.



Awal dan Akhir Bayi Matahari

Seperti halnya manusia dan kehidupan. Ada akhir dan ada awal. Ada kematian, kemudian ada kelahiran sebagai pengganti sesuatu nan telah berakhir. Sama halnya dengan tata surya, dan matahari. Matahari sebagai bintang pada suatu hari akan memiliki akhir. Mungkin itulah kemudian nan menyebabkan munculnya bayi matahari. Namun, kemunculan bayi matahari ini, masih menjadi perdebatan antara banyak ilmuan dan pakar agama. Baik dari segi ilmu pengetahuan maupun ilmu agama tentang hari akhir.

Coba kita mulai jajak terlebih dahulu dari awal terbentukanya dan berakhirnya bintang. Pembentukan bintang terjadi di dalam awan molekul, nan meruapkan sebuah daerah medium antarbintang nan luas, serta dengan kerapatan nan tinggi. Umumnya, awan ini terdiri dari hidrogen nan mengandung sekitar 23 hingga 28% helium, serta beberapa persen elemen berat. Komposisi elemen pada awan tersebut tak banyak berubah setelah terjadinya peristiwa nukleosintesis Big Bang ketika awal terjadinya alam semesta.

Gravitasi mengambil peran krusial pada proses pembentukan bintang. Di mana pembentukan bintang ini dimulai dengan terjadinya ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul, nan bisa memiliki massa ribuan kali matahari. Ketidakstabilan ini umumnya terjadi dampak adanya gelombang kejut dari supernova, atau tabrakan antara dua galaksi. Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi nan cukup buat memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, maka mulai runtuhlah awan tersebut di bawah gaya gravitasinya sendiri.

Menurut syarat instabilitas Jeans, bintang tak terbentuk dengan sendiri-sendiri, melainkan dalam kelompok nan berasal dari suatu keruntuhan di suatu awan molekul nan besar. Di mana kemudian awan molekul itu terpecah menjadi konglomerasi individual. Hal tersebut didukung oleh pengamatan beberapa ilmuan, di mana banyak bintang dengan usia sama nan tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang.

Ketika awan runtuh, maka akan terjadi konglomerasi individual dari debu serta gas padat nan disebut sebagai globula Bok. Globula Bok ini memiliki massa hingga 50 kali dari matahari. Dengan runtuhnya globula, akan menambah kerapatan. Pada proses tersebut, energi gravitasi berubah menjadi energi panas,. Hal itu mengakibatkan temperatur menjadi meningkat.

Saat awan protobintang mencapai kesetimbangan hidrostatik, maka pada intinya akan terbentuk sebuah protobintang. Bintang pra deret primer tersebut akan dikelilingi oleh piringan protoplanet. Terjadinya pengerutan atau keruntuhan awan molekul ini dapat berlangsung hingga puluhan juta tahun. Saat terjadi peningkatan temperatur pada inti protobintang hingga mencapai kisaran 10 juta kelvin, maka hidrogen di inti "terbakar" berubah menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir.

Reaksi nuklir di dalam inti bintang akan memberikan cukup energi nan bisa digunakan buat mempertahankan tekanan di pusat, sehingga proses pengerutan berhenti. Saat itu, protobintang memulai kehidupan baru sebagai bintang deret utama.

Struktur, evolusi, sertan nasib akhir dari sebuah bintang dipengaruhi oleh massanya. Akan tetapi, komposisi kimia juga memiliki sedikit. Saat kandungan hidrogen di teras bintang habis, maka teras bintang menjadi kecil serta membebaskan banyak panas dan memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar bintang dengan banyaknya hidrogen nan mekar dan bertukar rona merah serta disebut bintang raksaksa merah, bisa mencapai 100 kali ukuran matahari sebelum membentuk bintang kerdil putih.

Jika bintang tersebut memiliki ukuran lebih besar dari matahari, maka bintang tersebut akan membentuk super raksasa merah. Super raksasa merah ini pada akhirnya membentuk Nova atau Supernova, serta membentuk bintang neutron atau Lubang hitam.



Fenomena Bayi Matahari Kembar

Bagaimana dengan bayi matahari? Bayi matahari sendiri diperkirakan merupakan embrio nan dihasilkan dari energi nan disuntikan oleh ledakan supernova dari akhir hayati bintang lama. Bakal bayi matahari kembar ini ditemukan oleh teleskop Herschel milik Badan Luar Angkasa Eropa (ESA), nan menangkap embrio bintang baru nan disebut sebagai matahari dua. Diperkirakan bayi matahari ini akan nantinya memiliki besar nan melebihi besar matahari nan sekarang.

Pada teleskop itu, calon bayi matahari itu terlihat seperti sebuah gumpalan putih di tepi bawah gelembung. Embrio bayi matahari itu diperkirakan bisa tumbuh menjadi salah satu bintang terbesar, serta menjadi paling cerah di galaksi dalam ratusan ribu tahun mendatang.

Massa dari calon bayi matahari ini diperkirakan sekitar delapan hingga sepuluh kali lebih besar dibanding massa Matahari, serta dikelilingi banyak material. Apabila lebih banyak gas dan debu berjatuhan pada bakal bayi matahari tersebut, maka diperkirakan ia memiliki potensi menjadi salah satu objek raksasa dalam Galaksi Bima Sakti, serta akan memiliki pengaruh bagi lingkungan sekitarnya.

Fenomena adanya bayi matahari kembar ini tentunya memperlihatkan betapa tak ada nan tak mungkin pada alam semesta ini. Dan harusnya dapat disikapi secara positif sebagai inovasi pengetahuan, nan tak disangkutpautkan dengan perdebatan adanya hari akhir.