Ciri-Ciri Penyandang Autisme
Anak-anak autis sering disebut anak malaikat, atau angelic child . Karena paras mereka atau sifat mereka. Anak-anak dengan autis ringan, tak dapat berpura-pura atau berbohong. Mereka selalu jujur, mengatakan segala sesuatu apa adanya. Sedangkan, anak-anak dengan autis berat, seringkali memiliki paras nan cerah, cantik atau tampan. Namun, konduite dari anak autis seringkali dianggap kerasukan setan, sebab mereka amat kuat saat mengamuk atau marah, dan sulit dikendalikan.
Penyebab autis sporadis sekali sebab faktor genetis. Tapi, lebih banyak disebabkan oleh makanan, zat kimia, polusi, dan berbagai faktor di luar dari individu. Penelitian menemukan bahwa penyebab autis ialah keracunan sel serta mutasi gen nan disebabkan oleh gambaran logam berat seperti merkuri dan plumbum. Hal ini sebab perkembangan teknologi nan menyertakan logam dalam unsur bahan pengawet makanan. Faktor luar itulah nan menyebabkan gangguan pada otak, saraf, dan perilakupenderitanya. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa rasio anak autis dan normal saat ini mencapai 1:100.
Oleh karena itu, ada baiknya jika kita jajak terlebih dahulu apa nan dimaksud dengan autis itu sebenarnya. Bagaimana ciri-cirinya, serta apa nan dapat menyebabkan seorang anak terkena gangguan autisme.
Pengertian Autis
Kata nan berasal dari auto ini berarti memiliki segala sesuatunya 'sendiri'. Oleh karena itulah kebanyakan orang menyebut penyandang autisme dengan sebutan makhluk asing atau orang nan memiliki global dan berbagai halnya sendiri. Istilah ini dianggap sebagai suatu gejala introvert atau tertutupnya kepribadian seseorang secara total sebab kehidupan kesendiriannya dianggap lebih menarik dan mengasyikkan dibandingkan dengan kehidupan konkret nan dilihat oleh penyandang autisme.
Oleh sebab itu, hal nan paling sulit dilakukan terhadap penyandang autis ialah mempertemukan kepribadiannya dengan kehidupan konkret di luar fantasinya. Karena kebanyakan penyandang autisme sama sekali tak mau berhubungan dengan global luar.
Seorang pakar patologi sosial bernama Kartono berpendapat bahwa autisme merupakan sebuah cara berpikir nan dikendalikan oleh kebutuhan diri sendiri secara personal. Para penyandang autisme akan menganggap segala hal nan dilihatnya dalam global fantasi sebagai realita nan memang terjadi di global ini. Akibatnya, mereka sulit sekali menerima fenomena bahwa apa nan dilihat, dirasakan, dan diharapkannya selama ini hanyalah fantasinya belaka.
Tidak mengherankan jika dalam berpikir, berkata, dan berperilaku, para penyandang autisme sangat tak mengindahkan apa nan dikatakan dan dilakukan oleh orang lain. Mereka kerap melakukan hal nan mereka sukai, hal nan mereka anggap sahih menurut khayalannya. Mereka mengalami gangguan secara komunikasi sehingga ada diskomunikasi atau komunikasi terputus nan membuat mereka sulit buat bersosialisasi dengan orang lain.
Seorang penyandang autis akan menanggapi fenomena dalam hidupnya dengan dua cara. Satu cara ialah menidakacuhkannya dan bertindak seolah-olah tak ada rangsangan nan bergerak konkret buat mendekatinya. Cara kedua ialah dengan menolak dan memberontak fenomena tersebut sehingga mereka kerap bertingkah seolah-olah merasa terganggu atas kehadiran dan konduite orang-orang sekitarnya.
Dengan kurangnya komunikasi tersebut, maka para penyandang autisme akan kesulitan menerima dirinya sendiri secara utuh. Berbagai ilmu pengetahuan dan wawasan pun akan sangat sulit diterima sehingga butuh perlakuan dan pendidikan spesifik bagi mereka agar mampu memiliki keterampilan dan ilmu pengetahuan seperti nan dimiliki oleh orang lain.
Ciri-Ciri Penyandang Autisme
Ciri-ciri generik para penyandang autisme ialah kebanyakan dari mereka lebih suka menyendiri dan bersikap apatis terhadap hal-hal nan ada di sekitarnya. Bahkan ada dari mereka nan sama sekali tak memperlihatkan respon kepada berbagai rangsangan nan memang ditujukan padanya, seperti sentuhan, ucapan, dan tindakan lainnya. Selain itu, mereka juga sering kali melakukan gerakan eksklusif secara berulang-uolang, seperti mengangguk-anggukan kepala, bergoyang-goyang, dan lain sebagainya.
Ciri-ciri spesifik para penyandang autisme terdapat pada lima hal berikut ini.
- Komunikasi. Para penyandang autisme biasanya memiliki masalah dalam berkomunikasi, yakni berbicara. Kebanyakan dari mereka tak dapat berbicara dengan cepat dan baik seperti anak pada umumnya. Bahkan ada pula penyandang autisme nan sama sekali tak mau berbicara sehingga dibutuhkan stimulasi nan cukup kuat buat dapat membuat mereka mau berbicara. Meskipun dalam beberapa kesempatan, mereka akan memperlihatkan bahasa tubuh buat dapat berkomunikasi dengan orang nan diharapkannya.
- Bersosialisasi. Para penyandang autisme sangat sulit melakukan interaksi sosial dengan global luar sebab fantasinya nan sudah lebih dulu memberikan banyak kesenangan dan khayalan mengenai kebahagiaan nan diharapkannya. Oleh karena itulah mereka tak dapat merespon segala sesuatu seperti orang lain.
- Kelainan penginderaan. Para penyandang autisme biasanya sangat sensitif terhadap cahaya, suara, sentuhan, dan hal lain nan berhubungan dengan penginderaan mereka.
- Reaksi. Tidak ada reaksi impulsif atau refleks nan dapat dilihat dari penyandang autisme. kebanyakan dari mereka juga tak mampu bermain dan berpura-pura.
- Perilaku. Seperti nan sudah disebutkan di atas, konduite penyandang autisme dapat menjadi hiperaktif atau dapat juga menjadi sangat pasif.
Bukan Kelainan Jiwa
Anak autis bukanlah anak nan menderita kelainan jiwa. Ia hanya mengalami gangguan perkembangan, nan membutuhkan multiterapi nan optimal. Secara medis, penderita autis banyak menderita berbagai alergi dan tak dapat memakan banyak jenis makanan seperti nan mengandung tepung, susu, atau kacang. Kandungan logam berat nan ada dalam tubuh penderita autis pun sebaiknya dikeluarkan melalui detoksifikasi, sehingga memudahkan dalam penanganannya.
Anak autis mengalami gangguan dalam komunikasi, bersosialisasi, gangguan penginderaan, dan perilaku. Anak autis banyak nan terlambat bicara, atau sama sekali tak bisa berbicara. Karena itu, mereka harus diajari berkomunikasi melalui media tertentu, seperti SMS. Anak autis pun tak dapat bersosialisasi dengan baik, mereka tak menatap versus bicara dan tak membalas senyuman. Mereka tak dapat menangkap frekuwensi emosi, dan tak dapat menyadari dan mengatur sendiri emosi nan mereka rasakan. Tapi, dengan pelatihan nan serius, hal ini dapat dikembangkan sedikit demi sedikit. Makin awal autis terdeteksi dan ditangani, akan lebih baik bagi perkembangannya.
Yang harus dibentuk dari anak autis ialah kemandirian mereka. Bagaimana mereka bisa menjalani hayati dengan tak bergantung pada orang lain, dan tak membahayakan diri mereka sendiri. Pedagogi seperti membuat teh manis sendiri, mandi dan memakai baju sendiri, dan berbagai keterampilan dasar rumahan, merupakan keterampilan nan dapat diajarkan pada penderita autis, agar mereka tak selamanya bergantung pada orangtua atau pengasuh.
Sejumlah observasi menyebutkan bahwa anak autis makin cepat perkembangannya bila ia disekolahkan di sekolah biasa, dibandingkan bila di sekolah khusus, sebab ia dapat belajar menyesuaikan diri dengan lebih cepat. Hanya saja, anak autis membutuhkan helper atau shadow teacher untuk selalu mengawasinya di kelas.
Ada majemuk jenis autisme. Ada autis infantile , nan menampilkan gangguan perkembangan sebelum berumur 3 tahun, dan memiliki ciri-ciri sering mengamuk dan susah diatur. Ada sindroma asperger , nan memiliki ciri-ciri autis tetapi sebenarnya memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Ada juga nan sporadis ditemui seperti Rett sindrom (anak nan semula normal kemudian mengalami gangguan motorik mulai umur 6-30bulan), gangguan perkembangan pervasif (autis tapi masih bisa berkomunikasi dan bersekolah), dan disintegrasi masa kanak-kanak (terjadi kemunduran hebat setelah umur 3 tahun).