Kebenaran Ijtihad

Kebenaran Ijtihad

Makalah ijtihad ialah makalah nan mengupas tentang ijtihad dan segala hal nan berhubungan dengannya. Ijtihad ialah menetapkan hukum terhadap suatu masalah nan tak ada dalil syar'i. Artinya, ranah ijtihad hanya berada konteks fikih saja.

Tidak ada ijtihad dalam konteks ilmu kalam atau tauhid . Dan, tak ada ijtihad terhadap dalil-dalil nan sudah niscaya (qath'i) seperti shalat fardhu, puasa, zakat, haji. Orang nan melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid.



Syarat Mujtahid

Dalam makalah ijtihad biasanya strata mujtahid tetap menjadi kupasan. Strata tersebut pun harus melalui beberapa prosedur. Pasalnya, tak semua orang dapat menjadi mujtahid . Karena syarat-syarat buat menjadi mujtahid juga tak mudah. Bila diringkas ada lima syarat mujtahid:

  1. Mengetahui al-Qur'an dan hadist
  2. Mengetahui masalah-masalah nan sudah ijma' ulama
  3. Mengetahui bahasa Arab
  4. Mengetahui ilmu ushul fikih
  5. Mengetahui masalah nasikh dan mansukh


Tingkatan Mujtahid

Para ulama ushul fikih membagi strata mujtahid menjadi tiga:

  1. Mujtahid mutlak, yaitu mereka nan memenuhi syarat-syarat berijtihad dan mengeluarkan fatwa dengan tanpa terikat pada mazhab mana pun

  2. Mujtahid muntasib, yaitu merek nan memenuhi syarat berijtihad, tapi masih menggabungkan dirinya pada salah satu mazhab nan ada. Artinya, ia tetap mengikuti koridor imam mazhab tersebut di dalam berijtihad.

  3. Mujtahid muqayyad, yaitu orang nan terikat kepada imam mazhab, sebab ia tak mau keluar dari dalil-dalil imam tersebut. Meski, ia sendiri pun dapat memberi dalil-dalil.


Kebenaran Ijtihad

Rasanya, tidak salah bila di dalam makalah ijtihad ini dimuat pesan Rasulullah tentang ijtihad . Rasulullah Saw. bersabda, "Hakim apabila berijtihad kemudian sahih maka baginya dua pahala. Dan jika ijtihadnya salah, maka baginya satu pahala."

Hadist ini mengindikasikan bahwa kebenaran hanya satu. Jika seorang mujtahid mendapatkanya maka ia memperoleh dua pahala . Jika tidak, maka ia mendapatkan satu pahala. Pahala nan diberikan ialah pahala berijtihad.

Pesan lain dari hadist di atas, bahwa kebenaran ijtihad cuma satu. Jika masing-masing ijtihad nan dilakukan mujtahid benar, maka tidak ada gunanya pembagian mujtahid. Artinya, keputusan hukum nan dilakukan mujtahid tetap mendapat nilai di sisi Allah SWT. Meski kebenarannya baru diketahui nanti saat di hadapan Allah SWT.