Menikah Sebagai Solusi Pergaulan Bebas

Menikah Sebagai Solusi Pergaulan Bebas

Tahun-tahun belakangan ini masyarakat Indonesia kerap digegerkan oleh kasus beredarnya video mesum. Video-video porno itu mempertontonkan adegan-adegan nan tidak pantas dilakukan kecuali oleh pasangan nan telah absah menjadi suami-istri.

Pelakunya dari mulai remaja, guru, pejabat, hingga seniman papan atas. Kasus ini mendapat banyak sorotan. Pemerintah pun ikut turun tangan. Namun, solusi pergaulan bebas agaknya tidak hanya sebatas memburu pelakunya dan menjebloskannya ke dalam penjara, seperti nan dilakukan terhadap seorang seniman pentolan grup musik papan atas Indonesia.



Pergaulan Bebas Menurut Islam

Islam sangat menjunjung tinggi kodrat manusia sebagai makhluk nan memiliki nafsu syahwat. Nafsu semacam ini sesungguhnya sangat positif dan sengaja diciptakan Allah swt. demi menjaga kelestarian makhluk manusia di muka bumi.

Namun, nafsu syahwat menjadi sesuatu nan negatif dan berakibat jelek jika dilampiaskan di luar bingkai kudus pernikahan. Wanita menjadi korbannya. Prestise keluarga ternoda. Juga anak-anak nan terlahir dengan cap “anak haram” dari masyarakat sekelilingnya.

Sesungguhnya, Islam tidak mengajari pergaulan bebas. Namun, mengapa pergaulan bebas demikian marak terjadi belakangan ini dalam masyarakat kita, dan sebagian besar pelakunya ialah generasi muda Islam? Hal ini disebabkan telah terjadi pergeseran pola konduite nan sesungguhnya tak pernah diajarkan dalam Islam.

Mendalami Islam dengan baik ialah merupakan solusi nan menentramkan bagi mereka nan haus akan ilmu dan khasanah pengetahuan agama. Dengan mengetahui hokum-hukum Islam nan terkait dengan interaksi antar versus jenis maka akan menghidarkan diri dari pergaulan bebas. Memang agama diajarkan sebatas pada nilai-nilainya saja di bangku sekolah sehingga tak bisa membentuk karakter pribadi seorang nan taat dalam akidah dan akhlak.

Bagi orang tua di rumah akan cemas saat anaknya menginjak remaja sebab memang usia tersebut sangat rawan bagi anaknya buat menjalin interaksi semisal pacaran dengan teman lain jenisnya. Memang budaya remaja saat ini sangat berbeda jauh dengan zaman orang tua dahulu. Bila dahulu remaja nan diketahui temannya pacaran maka dia akan malu dan menutup-nutupi, tapi saat ini remaja nan tak punya pacar justru dianggap tak gaul atau tertimpa sebuah aib.

Menanamkan nilai dan baku perbuatan menurut agama Islam sangat cocok buat membetengi mereka dari pergaulan bebas nan penuh dengan kemaksiatan. Ajarilah anak-anak mulai kecil tentang bagaimana menjaga sikap terhadap versus jenis, bermain dengan teman-teman sesama pria ataupun wanita akan baik karena itu membangun sikap malu mereka terhadap lain jenis. Ceritakanlah kisah tauladan para sahabat atau sahabiyah dalam menjaga sikap dan kemaluan mereka di tengah masyarakat, dengan begitu mereka akan mempunyai teladan nan baik buat panutan akhlak sehari-hari.

Saat anak-anak menginjak umur remaja, maka pahamkanlah bahwa saat seseorang menginjak baligh maka saat itu pula amalnya akan dicatat oleh Allah. Apakah amalan nan sholih ataukah maksiat? Berbeda dengan saat mereka masih anak-anak dimana tak ada dosa saat melakukan maksiat. Dengan pemahaman nan sahih seperti itulah mereka akan senantiasa menjauhi pergaulan nan merugikan di tengah masyarakat. Dan bangunlah kerinduan mereka akan mendalami ilmu agama seperti mendatangi pengajian, membaca artikel, majalah atau kitab islami atau dapat melihat tontonan di televisi nan didalamnya terdapat kajian Islam.



Budaya Pacaran

Mengapa dapat terjadi pergeseran pola perilaku? Banyak faktor penyebabnya. Salah satunya, sebab pengaruh media massa nan terus menjamur seiring semakin terbukanya kebebasan berekspresi.

Peran media dalam mengampanyekan pergaulan bebas melalui budaya pacaran sangat besar. Lihat saja acara infotainment di televisi. Rata-rata membahas tentang seniman A nan baru mendepat gebetan baru. Atau seniman B nan baru putus dari si anu. Cerita tentang manisnya romansa antara seniman C dengan seniman D. Interaksi dengan versus jenis menjadi porsi terbesar pemberitaan para seniman nan notabene ialah publik figur.

Menjelang “hari raya” Valentine, stasiun televisi berlomba-lomba membuat acara bertema kasih sayang. Semua film nan ditayangkan bertema kasih sayang. Makna afeksi menjadi sangat sempit, hanya sebatas pada pasangan muda-mudi nan sedang berpacaran.

Media massa nan membebek pada budaya barat saat ini membuat para remaja kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia nan sangat memperhatikan kebiasaan masyarakat dan agama. Betapa parahnya hingga banyak pemberitaan nan mengatakan bahwa setelah malam valentine berakhir akan ditemui ribuan kondom sudah terpakai di sekitar monas atau loka hiburan lainnya nan penuh sesak dengan para muda mudi di malam harinya. Begitu pula dengan momen tahun baru tak jauh berbeda dengan hal tersebut.

Pacaran bisa mengantarkan seseorang pada jurang kesalahan nan lebih dalam, maka bila diri mempunyai kemampuan buat menikah maka menikahlah secepatnya jangan ditunda-tunda.

Pacaran Menurut Islam

Menurut sudut pandang Islam, sesungguhnya tak ada embargo buat melakukan pendekatan atau penjajagan kepada versus jenis dengan tujuan saling mengenal. Tentu saja dengan batas-batas eksklusif nan dibenarkan oleh syariat. Jika terasa cocok, interaksi dapat berlanjut ke arah pernikahan.

Tapi apa nan kita lihat sekarang? Istilah “saling mengenal” nan merupakan definisi istilah “pacaran” melebar menjadi “saling mencicipi”. Ibarat mencicipi durian sebelum membeli. Proses “saling mengenal” lebih didominasi oleh pengaruh setan. Ironisnya, semua dilakukan atas nama cinta. Alangkah tipis batasan antara cinta dan nafsu bagi muda-mudi pelaku pacaran zaman sekarang!

Islam sebagai agama nan paripurna sesungguhnya telah mewanti-wanti umatnya agar tak mendekati zina. Peringatan ini terdapat dalam Al Quran Surat Al-Isra ayat 32. Jika kita mau mendalami ayat-ayat lain, maka akan kita dapati bahwa zina ialah perbuatan nan sangat keji, terlaknat, dan mendapat ancaman sanksi berat dari Allah swt.



Menikah Sebagai Solusi Pergaulan Bebas

Orangtua sangat berperan dalam memberikan solusi pergaulan bebas bagi putra-putrinya nan dilanda gejolak asmara. Bukankah anak ialah titipan-Nya? Tanggung jawab orangtualah buat mengarahkan si anak pada jalan nan benar. Tak sebatas melarang, namun juga memberikan solusi.

Jika si anak sudah menunjukkan itikad baik buat menikah, mudahkanlah jalannya. Itu tentu lebih baik daripada si anak terjerumus ke dalam zina.

Kita sering mendengar cerita tentang orangtua “matre” atau materialistis. Ketika ada seorang lelaki berniat melamar anak gadisnya, si lelaki justru dihujani dengan pelbagai pertanyaan terkait pekerjaan, besarnya gaji, sudah punya kendaraan atau rumah sendiri apa belum, dan lain-lain.

Walaupun faktor kesiapan materi sangat penting, hendaknya itu jangan dijadikan tolak ukur utama. Orangtua harus bijak menyikapi interaksi percintaan anak dengan versus jenisnya. Jika sudah menjurus ke hal-hal nan mengkhawatirkan, ada baiknya segera diambil langkah penting, yaitu menikahkan mereka secara sah.

Jika nan dikhawatirkan orangtua ialah soal materi, maka cukuplah mengingat sabda Rasulullah, “Menikahlah, dengan menikah maka Allah akan menjadikanmu kaya (mencukupkan rizkimu).”

Menikah ialah aktivitas ibadah nan menyatukan dua belahan jiwa buat mengarungi kehidupan rumah tangga. Interaksi suami istri diibaratkan sebagai seorang sahabat kehidupan nan akan saling berbagi saat duka maupun berbahagia.