Isi Lain Khutbah

Isi Lain Khutbah



Makna Idul Adha

Idul Adha merupakan hari raya besar kedua ummat Islam setelah idul fitri. Idul Adha atau nan lebih akrab disebut dengan lebaran haji atau hari raya kurban, merupakan bentuk penghormatan dan pemuliaan Islam terhadap para jamaah haji. Yang telah menyempurnakan aplikasi rukun Islam nan ke lima yakni melaksanakan ibadah haji bagi nan mampu. Tidak sporadis ketika khutbah disampaikan, ada saja jamaah nan menangis sebab teringat keluarganya nan sedang berada di tanah suci. Kerinduan nan mendalam itu menambah keharuan pada hari raya tersebut.

Hari Raya Idul Adha biasanya dirayakan pada hari nan sama di seluruh Indonesia. Hal ini sebab berdasarkan jadwal wukuf nan ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi. Ketika jamaah calon haji telah berkumpul di Arafah, saat itulah umat Islam nan tak menunaikan ibadah haji, berpuasa. Sehari setelahnya, maka seremoni hari raya haji. Di beberapa tempat, seremoni hari raya Idul Adha ini sama ramainya dengan seremoni hari raya Idul Fitri.

Tetapi di loka lain, tak ada seremoni spesifik kecuali mutilasi hewan kurban dan makan bersama. Semua disparitas itu hanyalah bentuk kebiasaan. Apalagi kini telah ada ponsel dan wahana jejaring sosial nan malah membuat orang tak banyak lagi melakukan silaturahmi. Masing-masing orang seolah merasa telah ‘bertemu’ walau hanya lewat sms atau telepon. Terkadang malah hanya memasang status di facebook dan di twitter atau di BBM. Perkembangan zaman memang menimbulkan perubahan dalam bergaul.

Khutbah Hari Raya Haji ini juga mengingatkan kepada semua jamaah betapa ratusan ribu bahkan malah hampir lebih dari 2 jutaan umat muslim diseluruh penjuru global berkumpul buat melaksanakan wukuf di padang Arafah. Mereka berdiam diri di adang yang luas itu tidak lain hanyalah buat memuji dan mengagungkan nama Allah nan Maha Kudus dan Maha Besar. Suasana nan ada di padang Arafah itu sebagai satu citra bahwa suatu saat nanti manusia akan dikumpulkan di padang Masyar dengan sinar matahari yang terik.

Masing-masing orang bertanggung jawab terhadap apa nan telah dilakukannya. Itulah mengapa masing-masing individu harusnya mengejar ilmu dan pengetahuan agar hidupnya dapat terbebas dari keraguan tata cara bermunajad kepada Allah Swt. Isi kandungan khutbah tidak lain juga semata-mata buat mengagungkan kebesaran Sang Maha Pencipta nan Maha Pemurah lagi Maha Pengasih itu akan sangat menyentuh ketika sang khatib menyampaikannya sepenuh hati.

Idul Adha sebagai salah satu hari raya besar ummat Islam, layaknya hari raya idul fitri juga didahului dengan ibadah puasa sunnah. Sebelum berangkat menunaikan ibadah shalat Idul Adha disunnahkan buat tak menyantap makanan apa-apa atau minum. Hal ini antagonis dengan sunnah nan dianjurkan sebelum menunaikan shalat Idul Fitri. Pada Idul Fitri, kita disunnahkan makan-makan terlebih dahulu sebelum berangkat menunaikan ibadah shalat Idul Fitri.



Shalat Idul Adha dan Khutbahnya

Salah satu hal nan menambah khidmat dan khusuknya kita dalam menjalani hari raya Idul Adha ialah pada saat kita melaksanakan shalat Idul Adha. Dan dalam shalat ini, hal nan akan paling sangat berkesan tentunya sejauh mana kita memaknai dan menyimak khutbah Idul Adha nan disampaikan seorang khatib.

Khutbah merupakan bagian dari rukun shalat. Layaknya kita sedang membaca Al-fatihah dalam shalat. Oleh karena itu pada saat khatib tengah berada di atas mimbar buat berkhutbah, maka kita tak diperkenankan berbicara, ngobrol atau melakukan aktivitas tidak krusial lainnya. Ingat bahwa khutbah merupakan bagian dari rukun shalat itu sendiri. Tidak boleh juga beranjak meninggalkan loka sholat. Untuk mengingatkan hal ini, biasanya panitia akan mengingatkan para jamaah agar tetap berada di loka sholat.

Berikut ini beberapa poin krusial nan biasanya terkandung sebagai muatan khutbah pada Idul Adha nan disampaikan oleh seorang khatib.

1. Pemaknaan Hakikat Berkurban
Ulasan nan biasanya kerap kita dengar ialah sejarah turunnya syariat berkurban nan diajarkan oleh Nabi Ibrahim beserta putranya Ismail. Belajar dari ketulusan seorang Ibrahim dalam mengikhlaskan putranya Ismail buat disembelih.

Yang dengan keikhlasan itu, Allah tak menyia-nyiakan ketaatan seorang Ibrahim dan Ismail. Maka Allah pun mengganti Ismail nan akan dipotong dengan seekor kambing. Riwayat ini juga sekaligus mengajarkan dan mencontohkan ketaatan seorang anak terhadap orang tuanya nan berupaya melaksanakan syariah Allah dengan benar, meski dengan pengorbanan nyawa sekalipun.

2. Kurban dan Manfaat Sosial
Poin krusial lain nan perlu disampaikan dalam khutbah Idul Adha ialah kegunaan dan peran sosial nan akan muncul dari ibadah berkurban ditengah masyarakat. Islam ialah agama nan mengajarkan kepekaan dan kepedulian nan sangat besar kepada masyarakat.

Disyariatkannya ibadah kurban bagi kaum muslimin tidak lain semata-mata sebagai salah satu bentuk rasa saling berbagi, peduli dan kecintaan nan tinggi terhadap masyarakat kurang mampu nan merasa kesulitan buat mengkonsumsi makanan mewah seperti daging sapi misalnya.

Ibadah kurban ditujukan bagi mereka nan memiliki kondisi ekonomi sulit. Sehingga akan sangat terasa keberkahan dari hari raya Idul Adha nan mereka jalani. Bukan buat golongan orang-orang ekonomi elit nan menjadikan daging sapi atau kambing sebagai makanan sehari-hari.

3. Pemaknaan Kurban pada Kondisi Kehidupan Bernegara
Hakikat kurban ialah pengorbanan. Ditengah keprihatinan bangsa Indonesia atas segala musibah nan datang beruntun memberikan tuntutan dan anjuran kepada kita buat terus memupuk rasa kepedulian terhadap sesama.

Rasa solidaritas dan kepekaan terhadap nasib saudara-saudara kita nan tengah dilanda bala menjadi bentuk pelaksanaan konkret dari aplikasi ibadah kurban. Inilah beberapa hal krusial nan dapat menjadi muatan khutbah hari raya Idul Adha.



Isi Lain Khutbah

Terkadang ada juga khatib nan mengungkapkan interaksi orangtua dan anak nan seharusnya baik. Anak hendaknya menghargai dan menghormati orangtua. Orangtua oun begitu. Tidak boleh orangtua meminta terlalu berat kepada anak. Kalau orangtua mengungkit apa nan telah ia lakukan pada anaknya, anak akan menjadi tersinggung dan tak akan menaruh hormat kepada orangtuanya. Sebaiknya memang orangtua merelakan dan mengikhlaskan apa nan telah ia lakukan buat anaknya.

Bukankah memang merupakan kewajiban orangtua buat memberikan semua itu kepada anaknya. Anak tak minta dilahirkan. Semua telah diatur oleh Allah Swt sehingga tak boleh mengeluh dengan apa nan telah terjadi. Kalau orangtua malah meminta balasan dan malah mengatakan tak akan memberikan restu atau ridho kepada anak, hal ini malah akan memperburuk interaksi mereka. Kerendahan hati masing-masing memang sangat diharapkan agar tak terjadi kesalahpahaman.

Di zaman nan semakin tak karuan ini, makin banyak saja interaksi antara anak dan orangtua nan tak harmonis. Penyebabnya dapat bermacam-macam. Orangtua nan arogan nan memaksakan kehendaknya kepada anak atau anak nan merasa tak perlu menyayangi orangtua nan telah membuatnya sakit hati. Sebaiknya masing-masing dari mereka berusaha saling memaafkan dan saling mengerti apa nan mereka alami.

Kalau mereka tetap pada pendapat masing-masing, maka interaksi mereka tak akan pernah akur. Mereka hayati pada zaman nan berbeda sehingga pandangannya pun berbeda. Akan sangat berbeda ketika masing-masing hayati dengan pandangan nan sama. Memang tak akan terlalu panjang khatib mengingatkan agar interaksi orangtua dan anak ini diperbaiki demi kemaslahatan bersama. Tetapi memang hal ini harus diungkapkan agar global ini lebih damai lagi.

Selain itu, khatib juga dapat menyampaikan siapa saja nan berhak atas daging kurban. Termasuk teknologi nan menggunakan kornet. Hal ini perlu disampaikan sebab terkadang begitu banyak nan berkurban sehingga daging tersisa begitu banyak. Alangkah baiknya kalau daging itu diserahkan kepada Rumah Zakat nan mempunyai cara mengatur agar kornet kurban lebih tersebar ke banyak orang di seluruh negeri.