Tata Busana Pengantin
Semakin Beragam
Adat membangun rumah berbeda dengan upacara kematian. Adat menyambut menantu berbeda dengan upacara turun tanah pada kanak-kanak. Adat pernikahan berbeda dengan kelahiran. Bila ingin memperhatikan kekayaan budaya itu, maka akan tampak pelangi kehidupan bangsa nan sangat majemuk dan makin majemuk ketika adanya perhelatan pernikahan antardua budaya nan sangat berbeda. Misalnya, pernikahan orang Jawa dan orang Kalimantan.
Akan sangat latif ketika baju nan pengantin kenakan ialah perpaduan antara baju adat pernikahan kedua budaya tanpa mereka mengenakan baju adat masing-masing pada waktu nan berbeda. Hal ini tentu saja akan menambah keragaman baju adat buat pengantin. Perhatikanlah gaya perancang busana pengantin nan memadukan berbagai adat dalam satu pakaian pengantin. Rona nan begitu latif ditambah perhiasan dandanan nan luar biasa, membuat Indonesia semakin kaya.
Bila telah seperti ini, lalu tak ada alasan bahwa orang Indonesia ini bertengkar dan hanya ingin menang sendiri. Keberagaman itu ialah kekayaan nan menambah ciptaan dan inspirasi buat membuat sesuatu nan lain nan belum ada. Inilah sesuatu nan harus disyukuri oleh semua pihak. Ketika adat itu terasa mengekang, nan dilakukan bukannya menghilangkannya, melainkan memodifikasi dan membuat improvisasi nan tetap mempertahankan kesulitan tersebut.
Pakaian pengantin nan berwarna-warni itu menambah meriahnya seremoni sebuah pernikahan. Bahkan baju nan sangat sederhana pun terlihat menarik dalam sebuah perhelatan pernikahan. Misalnya, adat pernikahan Papua nan mengenakan baju nan terbuat dari bahan alam nan eksotik. Sandang adat dari tanah Jawa pun cukup sederhana. Memang berbeda dengan baju adat dari tanah Sumatera nan begitu meriah dengan kombinasi rona merah, kuning, hijua, dan rona cerah lainnya.
Dipadukan dengan kain songket nan tak kalah gemerlapnya, membuat baju pengantin dari tanah Sumatera ini menjadi sangat indah. Sandang adat dari Bali juga ceria dan cerah sekali. Mungkin agak berbeda dengan baju pengantin dari tanah Madura. Wilayah pesisir nan cukup panas nan terkenal dengan produk jagung dan garamnya ini ternyata mempunyai baju pengantin nan cukup khas nan akan langsung dapat dikenali ketika melihatnya.
Prosesi Ala Madura
Di Madura, masyarakatnya mempunyai adat nan khas pula. Proses bertemunya seorang mempelai lelaki dan perempuan diatur dengan rentetan tata cara adat nan cukup unik dan panjang. Hal ini mungkin akan memakan waktu nan cukup panjang. Biasanya bila orang rantauan, mereka tak terlalu menggunakan adat secara utuh. Hal ini mengingat biaya, waktu, dan mungkin juga tak ada nan tahu secara persis bagaimana menjalankan semua adat itu. Tidak semua orang mampu melakukannya.
Mulai dari lamaran dilanjutkan dengan proses sebelum perkawinan, nan biasa disebut dengan malam rias. Lalu proses saat melakukan akad nikah. Terakhir ialah resepsi perkawinan. Resepsi digelar dalam tiga malam. Malam pertama hingga malam ketiga. Hal ini tentu saja menjadi sesuatu nan cukup luar biasa bila dilakukan saat ini. Di Pulau Sumatera saja nan perhelatan pernikahan terkadang dilakukan dua kali, siang dan malam, saat ini tak terlalu banyak dilakukan lagi. Satu kali resepsi saja sudah cukup.
Biaya dan waktu ialah pertimbangan nan paling banyak dipakai ketika tak melakukan resepsi nan begitu lama dan panjang. Jadi tak mengejutkan ketika budaya resepsi pernikahan Madura nan dilakukan selama tiga hari, tiga malam ini, kini sudah tak banyak dilakukan lagi. Apalagi ketika pengantin sendiri biasanya tak banyak mendapatkan cuti.
Dengan kesibukan nan luar biasa dan masyarakat pun sibuk dengan kegiatan dan aktivitas mereka masing-masing, maka dapat dipahami kalau resepsi hanya dilakukan selama beberapa jam saja di sebuah gedung atau tanah lapang. Keadaan ini dapat dilihat di beberapa loka bahwa tak banyak orang nan mau dan mampu melakukan resepsi pernikahan beberapa hari atau beberapa kali di beberapa loka nan berbeda.
Tata Busana Pengantin
Calon mempelai akan mengenakan busana perkawinan nan berbeda pada setiap prosesi pernikahan. Sudah tentu busana pernikahan harus tampak lain dan berbeda dengan busana pada resepsi biasa. Baju itu terkadang merupakan baju turun-temurun nan harus dikenakan. Biasanya kalaupun pakaiannya telah dimodifikasi, perhiasan terutama buat hiasan kepala dan keris atau senjata nan dikenakan ke baju pengantin pria, ialah sesuatu nan diturunkan dari satu generasi ke generasi.
Setiap helai busana pernikahan serta tata riasnya dilakukan dengan pakem-pakem eksklusif nan telah diwariskan turun temurun. Tata rias akan sukses bila pengantin kelihatan tampil beda. Pengantin pria terlihat tampan dan pengantin wanita nampak lebih cantik. Bahkan perias pengantin pun melakukan ritual eksklusif agar apa nan akan dilakukannya berdampak manis dan latif kepada kedua mempelai.
Tata rias pengantin Madura dipercayai mengandung kekuatan religius, selain juga mengutamakan unsur estetika, dan ditengarai memiliki arti simbolis dalam kehidupan masyarakatnya. Makna inilah nan terkadang hanya dimengerti oleh tetua saja. Generasi sekarang mungkin telah cukup sporadis mampu memahami semua itu. Kehidupan modern telah membuat mereka tak sempat atau bahkan tak peduli dengan semua itu.
Busana Berbeda Setiap Prosesi
Diawali dengan prosesi lamaran oleh calon pengantin pria pada calon pengantin wanita. Busana nan dikenakan ialah busana adat Madura pada umumnya. Namun pada hantaran nan dibawa oleh calon pengantin pria harus terdapat satu perangkat baju dengan ikat pinggang atau stagen .Ikat pinggang atau stagen ialah simbolis bahwa anak gadisnya telah diikat oleh seseorang.
Dilanjutkan dengan prosesi saat sebelum perkawinan, yakni malam menjelang hari pernikahan semacam midodareni di Jawa Tengah. Pada malam itu calon pengantin wanita menggunakan busana basahan berupa kemben.
Busana kemben digunakan oleh calon mempelai wanita saat melewati serangkaian perawatan tubuh. Sehingga calon mempelai wanita akan tampak terlihat cantik dan keluar pamornya.
Masih dengan menggunakan busana kemben, calon mempelai wanita dilulur dengan bedak penghalus kulit, bedak dingin, bedak mangir wangi. Lalu dilanjutkan dengan sapuan bedak kamoridhan, bedak bida nan sarat khasiat. Prosesi ditutup dengan meminum jamu nan dipercayai buat menimbulkan harum tubuh nan khas.
Seusai melewati malam saat sebelum perkawinan, maka tibalah saat melangsungkan akad nikah. Saat akad nikah, calon mempelai pria mengenakan beskap, blangkon serta kain panjang. Sedangkan calon mempelai wanita memakai abaya serta kain panjang. Keluarga kedua belah pihak menggunakan baju nan senada tetap dalam balutan adat Madura nan kental.
Akhirnya setelah prosesi akad nikah usai, tata cara pernikahan adat Madura ini hampir dikatakan telah selesai. Dengan ditandai adanya resepsi pernikahan nan digelar. Namun dalam kekhidmatan dan unsur sahnya sebuah perkawinan di Madura, sebenarnya hingga proses akad nikah semua dianggap telah lengkap. Resepsi perkawinan bisa dilaksanakan bila keluarga penyelenggara perkawinan memang cukup mampu.
Busana Resepsi Pengantin Madura
Resepsi perkawinan pengantin Madura biasanya digelar selama tiga hari tiga malam. Dalam setiap malam resepsi kedua pengantin mengenakan baju nan berbeda.
* Busana Resepsi Malam Pertama
Kedua pengantin mengenakan busana adat Madura biasa lengkap dengan kain panjang dan stagen (tanda telah diikat dan mengikat). Lalu keduanya melakukan rangkaian adat nan disebut dengan upacara muter duleng. Artinya keduanya telah siap buat memulai roda rumah tangga.
* Busana Resepsi Malam Kedua
Busananya bernama kaputren. Dikenakan oleh pengantin dalam rona dan motif nan seragam. Resepsi hanya dihadiri oleh pini sepuh dan keluarga dekat saja.
* Busana Resepsi Malam Terakhir
Pengantin mengenakan rias lilin dengan busana kebaya putih. Hiasan melati disematkan di kebaya sebagai lambang kesucian dan menjadi simbolis malam pertama bagi pengantin.
Dengan berakhirnya resepsi malam terakhir, usai sudah rangkaian pernikahan adat Madura tadi. Setiap prosesi dilampaui dengan khidmat dan sakral. Dengan menjunjung tinggi adat bumi nan dipijak.