Penemuan Perahu Nuh di Turki
Hampir semua dari kita niscaya pernah mendengar kisah bahtera Nuh nan legendaris itu. Kita mengenalnya dalam ajaran agama, baik itu dalam Aqur'an buat orang Muslim maupun di Kitab Perjanjian Lama bagi orang Kristiani.
Bahtera Nuh ialah sebuah kapal sangat besar nan dibangun oleh Nabi Nuh as. dan orang-orang nan percaya kepada Tuhan buat mengantipasi terjadinya bala banjir. Barang siapa nan percaya dan bertaubat dapat menaiki bahtera itu buat menyelamatkan diri ketika banjir bandang melanda.
Ketika bala banjir benar-benar terjadi seperti nan disabdakan Tuhan, Nabi Nuh bersama keluarganya dan orang-orang nan percaya naik ke bahtera itu buat menyelamatkan diri. Di dalam bahtera itu juga diangkut berbagai jenis binatang berpasang-pasangan dan juga berbagai jenis tanaman, buat dikembangbiakkan dan dibudidayakan di loka nan baru, ketika air surut dan kapal mereka pada akhirnya berlabuh.
Kisah nan sangat populer ini agaknya juga menginspirasi banyak orang di zaman modern ini buat mengangkat kisah tersebut dalam film. Para peneliti dan sejarawan juga berusaha melacak keberadaan kapal besar itu dan muncul pula beberapa hipotesis tentang keberadaannya di beberapa tempat. Beberapa negara bahkan membangun replika perahu nuh buat mengenang peristiwa nan syahdan hampir memusnahkan seluruh isi bumi itu.
Kisah Perahu Nuh dalam Kitab-kitab Agama
Kisah tentang Nabi Nuh nan biasa kita temukan dalam kitab-kitab agama baik itu Alqur'an maupun Kitab Perjanjian Lama, semuanya memiliki kisah nan sama. Ini ialah kisah tentang perjuangan Nuh buat mengingatkan orang-orang agar bertaubat dan membangun sebuah kapal besar buat menyelamatkan orang-orang nan bertaubat itu dari bala banjir besar.
Bencana banjir itu sendiri dikisahkan merupakan sanksi Tuhan atas kelakuan manusia nan penuh dosa dan semakin jauh dari jalan kebenaran.
Di dalam Kitab Perjanjian Lama, yaitu pada Kitab Kejadian pasal 6-9, diceritakan bahwa Tuhan Allah jengah melihat kelakukan manusia nan monoton melakukan dosa. Allah ingin memberi pelajaran kepada umat manusia dengan membuat bala banjir besar.
Namun, di antara manusia-manusia berdosa itu, ada seorang nan jujur dan halus budinya nan bernama Nuh. Ia dikatakan sebagai "seorang nan sahih dan tak tercela di antara orang-orang sezamannya". Maka Allah memberi dispensasi buat Nuh dan menunjuk Nuh sebagai penerus garis keturunan umat manusia.
Allah bersabda kepada Nuh agar membuat sebuah kapal besar nan cukup buat menampung keluarganya, orang-orang nan bertaubat, kumpulan binatang, dan tumbuh-tumbuhan sebagai bekal makanan selama mereka hayati di dalam perahu. Bahtera besar itu kemudian terkenal dengan sebutan perahu Nuh.
Tepat pada hari nan dijanjikan, banjir besar benar-benar melanda dan menghancurkan segala nan ada di permukaan bumi. Saking hebatnya banjir itu hingga menenggelamkan semuanya, termasuk gunung-gunung nan biasanya menjulang tinggi tenggelam hingga kedalaman lebih dari 20 kaki.
Kematian manusia dan makhluk-makhluk hayati lainnya tidak dapat dihindarkan, kecuali Nuh dan semua nan ada di dalam bahteranya nan selamat.
Bahtera ini berlayar dan terombang-ambing gelombang hingga berbulan-bulan lamanya. Kemudian syahdan kapal ini berhenti di Gunung Ararat. Kecerdikan Nuh dikisahkan tentang bagaimana dia melepaskan burung-burung buat memberi pertanda apakah air di muka bumi sudah surut atau belum.
Ketika ia melepaskan seekor merpati pada pertama kalinya, burung itu kembali lagi ke kapal sebab tak menemukan loka lain di muka bumi buat mendarat. Kemudian setelah menunggu beberapa hari berikutnya, Nuh kembali melepaskan seekor merpati dan tidak lama kemudian merpati kedua itu kembali dengan membawa sehelai daun zaitun. Itu ialah pertanda bahwa air surut dan pohon-pohon mulai tampak lagi.
Meski demikian, Nuh masih menunggu beberapa hari lagi sebelum memutuskan buat keluar dari bahtera. Untuk memastikan bahwa bala sudah berlalu dan air benar-benar telah surut, kembali Nuh melepaskan seekor burung merpati, dan kali itu burung terakhir tak kembali lagi ke bahtera.
Artinya burung telah menemukan loka lain bukan saja buat mendarat namun juga buat hidup. Maka Nuh berani mengambil keputusan buat meninggalkan kapal besar nan telah didiaminya selama berbulan-bulan lamanya.
Bahtera Nuh versi Bangsa Sumeria
Ternyata selain menemukan kisah Nuh di dalam kitab-kitab kudus agama Abrahamik seperti Islam, Kristen, dan Yahudi, kisah ini juga dapat ditemukan dalam mitos bangsa Sumeria, meskipun dengan nama nan berbeda. Sumeria merupakan sebuah peradaban antik nan pernah eksis di Timur Tengah sekitar 3500-2300 Sebelum Masehi.
Bangsa Sumeria disebut-sebut sebagai penghuni pertama wilayah Mesopotamia. Bangsa Sumeria memiliki peradaban nan maju dan telah mengenal sistem bercocok tanam dan irigasi. Mereka mendirikan rumah-rumah dari lumpur nan mengeras.
Sebelum sistem irigasi ditemukan, bangsa Sumeria sering mengalami bala banjir sebab berada di dekat sungai. Kemudian mereka menemukan sistem pengairan buat mengarahkan air luapan dari sungai ke huma pertanian sehingga terciptalah sistem irigasi dan kanal.
Akibat sering dilanda banjir inilah maka tidak mengherankan jika kemudian mitos homogen bahtera Nuh tercipta. Namun dalam versi bangsa Sumeria, sang pembangun perahu bernama Ziusudra dan bukannya Nabi Nuh.
Dikisahkan bahwa dewa-dewa berusaha memberi peringatan kepada Ziusudra tentang adanya bala banjir besar nan akan meluluhlantahkan peradaban manusia. Sebelum peristiwa itu benar-benar terjadi, para dewa memberi petunjuk kepada Ziusudra buat membangun sebuah kapal besar nan akan menampungnya dan orang-orang nan percaya agar selamat dari bencana.
Sebenarnya mitos tentang banjir besar nan syahdan merupakan sanksi dari Tuhan juga dapat ditemukan dalam peradaban-peradaban bangsa lainnya. Mitos ini merupakan cerita rakyat populer di seluruh penjuru global nan biasa diceritakan dari mulut ke mulut.
Penemuan Perahu Nuh di Turki
Kisah Nabi Nuh nan legendaris ini membuat orang terus menyimpan rasa penasaran tentang kebenaran cerita ini. Berbagai peneliti dan sejarawan berusaha melacak jejak perahu ini sinkron kisah dalam kitab-kitab agama, dan belum lama ini tim peneliti mengklaim sukses menemukan residu kayu perahu Nuh di gunung Ararat, Turki.
Keyakinan para peneliti ini berdasarkan hasil uji karbon pada relik kayu nan menunjukkan usia sekitar 4800 tahun lalu. Waktu nan hampir sama dengan masa Nabi Nuh.
Sisa-sisa kayu nan diduga dari perahu Nuh itu ditemukan pada ketinggian 13 ribu kaki. Para peneliti konfiden bahwa itu bukan sisa-sisa pemukiman penduduk, sebab tak ada pemukiman nan pernah ada di ketinggian belasan ribu kaki seperti itu. Meski demikian inovasi ini masih kontroversial sebab belum dapat dipastikan 100% bahwa sisa-sisa kayu itu merupakan bekas perahu Nuh dalam kisah kitab-kitab kudus itu.
Replika-replika Perahu Nuh di Berbagai Negara
Kisah Nabi Nuh dan bahteranya ini menginspirasi banyak orang buat membuat replika perahu Nuh di masa kini. Seorang warga Belanda, Johan Huibers, mengaku bermimpi bahwa negeri Belanda akan mendapat bala banjir besar dan esok harinya segera ia memulai membangun bahtera raksasa.
Perahu ini dibuat dengan desain dan ukuran persis sama seperti perahu Nuh. Ulah Johan mendapat perhatian banyak orang dan ia sempat menjadi trending topic di global maya. Kapal ini direncanakan akan menyusuri Sungai Tahmes di London pada acara Olympic tahun 2012.
Sementara itu, replika perahu Nuh juga dibangun di Cina lengkap dengan binatang-binatangnya. Bangunan kapal ini juga difungsikan sebagai restoran dan hotel mewah di dalamnya. Rusia juga tidak ketinggalan. Para arsitek Rusia sedang mengembangkan replika bahtera Nuh sebagai hotel mewah nan dinamakan Ark Hotel.
Namun bentuk hotel nan mengapung di atas bahari ini tak berbentuk bahtera seperti kisah dalam kitab suci, melainkan berbentuk cangkang nan didesain buat mengatasi banjir dan gempa.
Hotel ini didesain dengan konsep eco friendly nan cerdik, di mana panel tenaga surya dan penampung air hujan difungsikan buat mendapatkan energi dan air alami. Vegetasi tumbuhan juga dikembangkan di bagian dalam bangunan nan memungkinkan lingkungan hotel menjadi lebih sejuk, sekaligus berfungsi sebagai sumber makanan.