Sifat Perempuan Sunda

Sifat Perempuan Sunda

Budaya suku Sunda memiliki pandangan positif terhadap perempuan. Terutama bagi perempuan dari daerah orang Sunda, atau perempuan pasundan .

Sosok perempuan sangat terhormat dan krusial dalam kearifan masyarakat Sunda. Sosok nan dihormati, dilindungi, dan memiliki kemandirian.



Mitos Dongéng Poé

Mitos Dongéng Poé , atau asal usul hari, menempatkan sosok perempuan sebagai sentral dari terjadinya hari-hari. Simbol Robayah, sebagai hari Rabu atau Rebo, menjadi tokoh mitos perempuan. Mitos sebagai citra kosmologi Sunda nan mengakui eksistensi perempuan dalam kehidupan.

Dikisahkan perjalanan perkawinan primordial nan dilakukan oleh Robayah, sebagai ibu hari atau Indung Poé . Proses kawin-cerai nan dialaminya bersama sosok laki-laki bernama Jumantawal dari Ujung Lautan.

Kemudian datanglah Salasa dari Baratang Geni. Perkawinan terakhirnya dengan Kemis dari Nagara Atas Angin. Perkawinan primordial itu melahirkan 3 hari sebagai keturunan Robayah, yaitu Senen atau Senin, Ahad atau Minggu, dan Saptu atau Sabtu.



Tokoh Sunan Ambu

Kepercayaan Sunda Buhun mempercayai eksistensi Sunan Ambu . Tokoh sentral perempuan nan memiliki kualitas kasih sayang, keibuan, berwatak pengasih, dan pengertian kepada manusia di bumi.

Dalam banyak pantun, sebagai salah satu seni sastra budaya suku Sunda. Dikisahkan banyak tokoh nan dinisbatkan pada keturunan Kerajaan Sunda Pajajaran, mengadu masalah kepada Sunan Ambu.

Bahkan, Sunan Ambu seringkali mengirim utusan-utusan nan bertugas mendampingi mereka. Utusan dewata nan memiliki keahlian dan kelebihan banyak membantu Pajajaran dalam mengalahkan lawan-lawan.



Sifat Perempuan Sunda

Pada dasarnya dalam budaya Sunda, perempuan, terutama gadis mempunyai beberapa sifat. Adapun sifat-sifat nan dimaksud ialah sebagai berikut.



  1. Balakasiang

Balakasiang ialah sifat nan ada pada perempuan tomboi. Perempuan nan melakukan pekerjaan laki-laki, seperti memikul barang, naik pohon, menyandang golok, bersilat, menabuh gendang, dan lain-lain.

Tidak dapat disangsikan, pada zaman modern ini tidak sedikit perempuan nan melakukan pekerjaan laki-laki. Dalam budaya Sunda, perempuan ini disebut sebagai “ awewe balakasiang”.



  1. Jalingkak

Sifat perempuan nan cenderung bertingkah laku seperti laki-laki dalam cara berpakaian maupun telatah ialah sifat jalingkak . Seharusnya. Perempuan harus bertingkah laku sewajarnya dan jangan melanggar “batas kewanitaan”.

Melanggar ”batas kewanitaan” nan dimaksud ialah duduk bersila. Berpakaian minim, duduk dengan kaki terbuka lebar. Nah, dalam budaya Sunda perempuan dengan sifat seperti ini disebut “ awewe jalingkak” .



  1. Antieum

Antieum merupakan sebutan buat menyatakan sifat perempuan terutama gadis. Sebutan ini disesuaikan dengan perilakunya sehari-hari, seperti tak bertingkah, tak cerewet, ramah tamah, sopan santun, dan lembut. Sikap seperti itulah nan mencerminkan konduite ideal bagi wanita Sunda.



Potret Perempuan Sunda Kuno

Pesona kecantikan perempuan Sunda pada masa lalu tampak dari perilakunya. Ketika menunduk perempuan tersebut tampak bagai dewata nan tengah berkaca di telaga. Sementara, ketika perempuan itu menengadah, tampak seperti orang nan tengah membentangkan panah. Jadi, dibalik kelembutan seorang perempuan, juga terdapat kekuatan dalam dirinya.

Perempuan Sunda juga hrus memiliki dua keterampilan, yaitu menenun dan memasak. Pada zaman dahulu dua ketermapilan inilah nan membuat para perempuan dicintai dan disayangi oleh suaminya ( kacigeuy tuang caroge ).

Biasanya, para perempuan Sunda menenun kain di depan rumah buat dipakai keluarganya. Bahkan, perempuan dianggap kreatif, apabila mampu menenun dan mengaji di waktu gelap malam. Motif nan biasa ditenun perempuan Sunda ialah bunga gadung dan bunga kapuk.

Meskipun perempuan Sunda harus dapat menenun, namun keterampilan memasak juga diutamakan. Keterampilan memasak nan dimaksud di loka ini ialah memasak sayur, mengolah ikan dan ayam , serta merebus lalapan.

Mungkin bagi sebagian orang menganggap buat mengolah ikan dan ayam ialah hal nan biasa. Tapi pada kenyataannya, tak semudah nan dikira. Hal ini dikarenakan, setiap jenis ikan dan ayam mempunyai cara pengolahan nan berbeda. Misalnya, ikan lendi dipepes sedikit asam, sedang ikan paray dikembang lopang.

Demikian juga dengan memasak ayam. Ayam danten sebaiknya dibuat pecel, sedangkan ayam bikang dipanggang. Keterampialn dalam memasak inilah nan menjadi keutamaan kaum perempuan dibanding laki-laki.

Seperti itulah potret perempuan Sunda nan tercatat dalam teks-teks Sunda Kuno. Sifat dan konduite itu sudah ditunjukkan perempuan Sunda jauh sebelum kedatangan Belanda di Tatar Sunda dan Nusantara.



Nilai Perempuan

Tokoh pantun perempuan, Agan Sumur Bandung, wanita nan cantik jelita, berbudi pekerti, dan baik hati dari Nagara Kuta Tandingan. Sosok Sumur Bandung dikisahkan dalam Pantun Budak Manyor . Keberadaannya sangat krusial bagi eksistensi kerajaan.

Syarat buat bisa menikahi putri jelita ini ialah sanggup melakukan laku tapa tujuh tahun lamanya, di bawah Kiara Jingkang Dopang Malang. Hanya keturunan dari Kerajaan Pajajaran nan sanggup melakukan itu. Datanglah Ratu Sungging memenuhi syarat nikah dan menjadi raja di Kuta Tandingan.

Keberhasilan ini membuat para pangeran nan gagal marah dan dendam. Dengan donasi Sunan Ambu, maka Kuta Tandingan di bawah kepemimpinan Ratu Sungging menjadi pusat bagi empat kerajaan lain, yaitu: Nagara Kadu Pandak, Nagara Kuta Salaka, Nagara Kuta Pandak, dan Nagara Dayeuh Manggung Pasanggrahan Wetan.



Kemandirian Perempuan

Kemandirian perempuan dalam budaya suku Sunda digambarkan oleh kepribadian Nyi Sumur Bandung. Pantun Nyi Sumur Bandung mengisahkan seorang adik perempuan nan berjuang mempertahankan eksistensi Nagara Bitung Wulung. Berbagai ujian melanda dan mengancam amanat dari orang tua.

Sikap iri dan serakah dua kakak laki-laki, terus melakukan agresi perebutan. Usaha penculikan anak Nyi Sumur Bandung nan baru saja dilahirkan. Derita ketika dibuang dan diasingkan ke dalam Hutan Djala Tunda. Hingga perjuangannya mengembalikan keutuhan keluarga dan mengembalikan kejayaan kerajaan.

Dia mampu mendirikan kembali kerajaannya, dengan nama Nagara Kertayuga. Bertemu dengan anaknya nan bernama Nyi Mas Atji Bangbang Sumega Wajang Nyi Mas Aju Karantenan. Agresi penaklukan Nagara Kuta Waringan bisa ditumbangkan dengan mudah. Kerajaan Nyi Sumur Bandung Berjaya dan berkuasa. Kelak wilayahnya nan latif yang asri dikenal dengan nama “Bandung”.



Menjaga Kehormatan

Putri Dyah Pitaloka sebagai anak sulung Raja Sunda Prabu Maharaja (1350 -1357), ialah cermin sejarah perempuan Sunda nan mempertahankan dan menjaga kehormatan diri dan keluarganya. Tahun 1375, berangkatlah rombongan pengantin atas lamaran Hayam Wuruk dari Majapahit. Setelah memasuki wilayah Majapahit, iringan pengantin disambut pasukan perang pimpinan Gajah Mada.

Rombongan pengantin mempertahankan diri, dan akhirnya mati. Melihat ayahanda meninggal, pasukan Sunda berguguran. Dyah Pitaloka memilih termasuk orang nan gugur demi kehormatan, daripada menjadi barang upeti. Peristiwa ini dikenal dengan Pasundan Bubat .



Pujian Perempuan Rupawan

Rupa cantik dan jiwa berdikari perempuan Tatar Sunda, disimbolkan dalam Pantun Mundinglaya Di Kusumah. Sosok Dewi Asri dari Kerajaan Kuta Pandak membuat gregetan lima kerajaan tetangga. Tetapi buat menikahinya, harus sukses memiliki Langlayangan Domas dan Parahu Sorong Kancana di Jabaning Langit. Mereka harus dapat mengalahkan Guriang Tujuh buat mendapatkan 2 pusaka itu.

Terdapat peribahasa Sunda buat menggambarkan sosok perempuan nan cantik jelita dan menawan hati, yaitu: Lamun seug ditilik : ti gigir lenggik/ ditinggal ti tukang lenjang/ diteuteup di hareip sieup/ lamun angkat lir macan teunangan.

Atuh halisna ngadjelér paéh/ taarna bulan tumanggal/ / waosna gula gumantung/ damis kanu sapasi/ panangan bentik ngagondéwa/ taktakna taraju emas.

Di Sunda, dikenal Lasminingrat nan berjuang buat pendidikan perempuan masa penjajahan. Lalu, spirit R.A Kartini masih diteriakkan sampai saat ini. Kofi Annan mengatakan, menghormati dan mendidik perempuan artinya membangun satu generasi masa depan nan lebih baik.

Demikianlah artikel mengenai perempuan dalam budaya Suku Sunda. Semoga informasi nan ada di artikel ini bermanfaat bagi para pembaca.