3. Dewi Lestari

3. Dewi Lestari

Menurut Anda, siapakah dewi paling dikenal di Indonesia? Jawabannya boleh jadi Dewi Perssik. Namun, artikel ini tak membahas dewi paling kontroversial tetapi dewi nan dikenal sebab gambaran positifnya. Jadi, Dewi Perssik merupakan jawaban nan kurang tepat. Lantas, siapakah dewi paling dikenal di Indonesia sebab gambaran positifnya itu?

Sebelum menyebutkan dewi-dewi nan dimaksud, alangkah baiknya jika kita mengenal definisi dewi. Secara harfiah, dewi berarti (1) dewa perempuan; (2) perempuan nan cantik; dan (3) jantung hati. Berdasarkan maknanya, dewi tentu harus memiliki kesan dan pengaruh positif, bukan sebaliknya.

Oleh karena itu, dewi-dewi nan disebutkan dalam artikel ini hanya nan memiliki gambaran positif. Ketiga dewi nan dimaksud memiliki kedudukan serta profesi berlainan. Dewi nan pertama ialah seorang dewa, dewi nan kedua seorang pahlawan, dewi nan terakhir ialah seorang artis sekaligus sastrawan.

Berikut ini ialah penjabaran ketiga dewi nan dimaksud.



1. Dewi Sri

Dewi Sri atau Dewi Shri (bahasa Jawa) dan Nyai Pohaci Sanghyang Asri (bahasa Sunda), ialah dewi pertanian, dewi padi dan sawah, serta dewi kesuburan, di Pulau Jawa dan Bali. Pemujaan serta pemuliaan pada Dewi Sri telah berlangsung sejak masa sebelum Hindu dan sebelum Islam di Pulau Jawa.



Atribut dan Legenda Dewi Sri

Dewi Sri dipercaya sebagai dewi penguasa di global bawah tanah dan bulan. Dewi Sri berperan sebagai Dewi Ibu, yaitu sebagai pelindung kelahiran serta kehidupan. Dewi Sri pun dipercaya mampu mengendalikan semua bahan makanan nan ada di bumi, terutama padi.

Oleh karena itu, Dewi Sri berperan sebagai pengatur kehidupan, kekayaan, serta kemakmuran. Ketika panen padi berlimpah, berarti Dewi Sri sedang memberikan berkah. Dewi Sri telah dimuliakan sejak masa kerajaan antik di Pulau Jawa, seperti Padjadjaran dan Majapahit.

Selain mengendalikan kemakmuran, Dewi Sri dipercaya sebagai pengendali kemiskinan, bala kelaparan, hama penyakit, hingga memengaruhi kematian. Dewi Sri merupakan simbol bagi padi sehingga ia dianggap sebagai ibu kehidupan. Ia pun sering dikait-kaitkan dengan tanaman padi dan ular sawah.



Penggambaran Dewi Sri

Dewi Sri selalu digambarkan sebagai sosok gadis muda nan sangat cantik, bertubuh ramping tetapi sintal dan berisi. Secara kasat mata, Dewi Sri memiliki kecantikan alami khas wanita Nusantara. Dewi Sri digambarkan sebagai perempuan pada usia puncak kecantikan, kewanitaan, serta kesuburan.

Dalam kebudayaan adiluhung Jawa, Dewi Sri digambarkan seperti dewi dan puteri ningrat dalam global pewayangan. Wajahnya putih, bermata tipis menatap ke bawah, serta raut paras nan tampak tenang dan anggun. Kecantikan Dewi Sri hampir serupa dengan Dewi Sinta dalam kisah Ramayana.

Sedhana, pasangan Dewi Sri, pun digambarkan dengan paras tampan seperti Rama. Selain digambarkan seperti Dewi Sinta dan Rama, Dewi Sri dan Sedhana diibaratkan sebagai pasangan patung loro blonyo nan berarti 'dua lapik atau dasar'.



Ritual Penghormatan Terhadap Dewi Sri

Dewi Sri menjadi sosok nan sangat dimuliakan oleh masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali. Pemuliaan terhadap Dewi Sri tetap berlangsung hingga kini meskipun mayoritas penduduk Indonesia telah menganut agama Islam. Namun, tradisi penghormatan terhadap Dewi Sri tetap dilestarikan bersamaan dengan aplikasi ajaran agama.

Banyak keraton di Indonesia nan masih membudayakan tradisi pemuliaan Dewi Sri, di antaranya Keraton Cirebon, Yogyakarta, Surakarta, dan Ubud. Salah satu contoh upacara selamatan atau syukuran panen sekaligus pemuliaan terhadap Dewi Sri nan berlangsung di Pulau Jawa ialah sekaten dan grebeg mulud (dilaksanakan bersamaan dengan maulid Nabi Muhammad saw).



2. Dewi Sartika

Siapa tak kenal Dewi Sartika? Ya. Dewi Sartika ialah seorang pahlawan pendidikan nan lahir di Kota Kembang, Bandung, pada 4 Desember 1884. Dewi Sartika mati pada 11 September 1947 di Tasikmalaya.

Dewi Sartika dikenal sebagai tokoh pioner pendidikan bagi kaum perempuan. Karena jasanya nan begitu besar, Dewi Sartika diakui sebagai salah satu pahlawan nasional nan ditetapkan pemerintah Indonesia pada 1966.

Dewi Sartika lahir dari pasangan artis Sunda (penyanyi), Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara. Orang tua Dewi Sartika tetap kukuh buat menyekolahkan anak perempuannya ini meskipun saat itu dipandang melanggar adat. Terlebih, Dewi Sartika bersekolah di sekolah Belanda.

Setelah ayahnya meninggal, Dewi Sartika dirawat oleh pamannya nan menjabat sebagai patih di Cicalengka. Dari pamannya inilah, Dewi Sartika memperoleh pendidikan kesundaan. Selain pendidikan kesundaan, Dewi sartika memiliki wawasan kebudayaan Barat nan ia peroleh dari seorang nyonya Asisten Residen bangsa Belanda.



Bakat Pendidik Dewi Sartika

Bakat sebagai seorang pendidik serta kegigihan buat mencapai kemajuan memang sudah diperlihatkan Dewi Sartika sejak ia masih kecil. Seraya bermain-main di belakang gedung kepatihan, ia sering memperagakan praktik di sekolah, seperti mengajari baca-tulis. Ia pun mengajarkan bahasa Belanda kepada anak-anak pembantu di kepatihan.

Saat itu, Dewi Sartika baru berusia sekitar 10 tahun. Namun, ia telah sukses menggemparkan Cicalengka sebab banyak anak-anak pembantu kepatihan nan dapat membaca, menulis, bahkan berbicara beberapa kata dalam bahasa Belanda.

Kemampuan anak-anak itu tentu saja sangat menggemparkan sebab saat itu belum banyak anak-anak, terutama kaum jelata, nan mampu berbahasa Belanda. Apalagi, diajarkan oleh seorang anak perempuan.



Dewi Sartika Beranjak Remaja

Saat beranjak remaja, Dewi Sartika memutuskan buat kembali ke kota kelahirannya. Ia pun akhirnya kembali ke pelukan ibunya di Bandung. Usianya nan semakin beranjak dewasa terus mendorong jiwanya buat mendirikan sebuah sekolah. Namun, keinginannya itu tak mudah diwujudkan meskipun sangat didukung oleh pamannya, Bupati Martanagara.

Kendala tersebut berkaitan dengan adat pada saat itu nan sangat mengekang kaum perempuan. Meskipun tak mudah, kegigihan dan keinginan Dewi Sartika sukses meyakinkan pamannya sehingga ia diizinkan buat mendirikan sekolah spesifik perempuan.



Dewi Sartika - Pioner Pendidikan Kaum Perempuan

Sejak 1902, Dewi Sartika telah mulai merintis pendidikan nan dikhususkan bagi perempuan. Pertama-tama, ia mengajari anggota keluarganya di sebuah ruangan kecil belakang rumah ibunya. Yang diajarkan saat itu ialah membaca, menulis, memasak, merenda, menjahit, dan keterampilan lain.

Setelah berkonsultasi dengan pamannya, Bupati Martanagara, Dewi Sartika resmi membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda pada 16 Januari 1904. Saat itu, Dewi Sartika dibantu oleh dua orang pengajar nan notabene masih saudaranya, yaitu Ny. Poerwa dan Nyi. Oewid.

Pada angkatan pertama, Sakola Istri hanya memiliki 20 orang murid. Ruangan kelas nan dipakai ialah ruangan pendopo Kabupaten Bandung. Pada 1905, Sakola Istri menambah satu kelas baru hingga akhirnya dipindahkan ke Jalan Ciguriang, Kebon Cau.

Dewi Sartika rela mengorbankan apapun demi memajukan pendidikan bagi kaum perempuan agar bisa bersaing dengan kaum laki-laki. Bahkan, ia rela menggunakan hartanya sendiri buat memperbaiki gedung sekolah serta membeli peralatan di dalam kelas.

Kegigihan Dewi Sartika ini telah mampu menginspirasi banyak orang sehingga pada 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten. Dewi Sartika terus mengembangkan sekolahnya demi kemajuan kaum wanita. Atas jasanya itu, pemerintah Hindia-Belanda menganugerahinya bintang jasa.



3. Dewi Lestari

Dewi Lestari atau nan lebih akrab disapa Dee ini dilahirkan di Bandung pada 20 Januari 1976. Dewi Lestari merupakan seorang lulusan Universitas Parahyangan jurusan Interaksi Internasional.

Dewi Lestari Simangunsong, nama lengkapnya, memang lebih dikenal sebagai seorang penyanyi nan sempat bergabung dengan grup vokal RSD (Rida Sita Dewi). Setelah menerbitkan novel perdananya, Supernova (2001), ia mulai dikenal sebagai penulis nan layak diperhitungkan.



Karier Menyanyi Dewi Lestari

Dee, sapaan akrabnya, telah mengenal global musik sejak kecil. Sebelum bergabung dengan grup vokal RSD, karier menyanyi Dee diawali dengan menjadi backing vocal Iwa K., Java Jive, dan Chrisye. Pada bulan Mei 1994, Dee akhirnya bergabung bersama Rida Farida dan Latif Sita Nursanti sehingga terbentuklah grup vokal RSD nan diprakarsai oleh Adi Adrian dan Ajie Soetama.

Bersama RSD, Dee sukses menelurkan lima album dengan album perdana berjudul Antara Kita (1995). Pada 2006, Dee, tanpa nama RSD, menelurkan album berbahasa Inggris berjudul Out of Shell dan pada 2008 mengeluarkan album RectoVerso . Malaikat Juga Tahu menjadi single andalan nan sangat hits dari album RectoVerso ini.



Karier Menulis Dewi Lestari

Sebenarnya, Dewi Lestari sudah sering menelurkan tulisan jauh sebelum menerbitkan Supernova . Tulisannya telah dimuat di beberapa media. Salah satu media nan pernah menerbitkan tulisan Dewi Lestari ialah buletin seni terbitan Bandung, Jendela Newsletter . Sikat Gigi ialah judul cerpen Dee nan pernah dimuat buletin ini.

Pada 1993, Dewi Lestari sukses menjadi kampiun pertama dalam lomba menulis nan diadakan majalah Gadis . Tiga tahun kemudian, cerita kontiniu hasil karya Dewi Lestari, Rico the Coro , dimuat dalam majalah Mode . Bahkan, talenta menulis Dee sudah terlihat sejak ia masih duduk di bangku SMA dengan menghasilkan 15 karangan buat buletin sekolah.

Dari beberapa tulisan nan pernah ia karang, Supernova Satu merupakan karya paling sensasional hingga sukses terjual 12.000 eksemplar dalam waktu 35 hari saja. Supernova pernah menjadi salah satu nominator Katulistiwa Literary Award (KLA) nan diselenggarakan oleh QB World Books.

Menyusul kesuksesan Supernova Satu , Dee meluncurkan Supernova Dua pada 16 Oktober 2002. Namun, novel keduanya ini sempat menjadi kontroversi sebab dianggap melecehkan umat Hindu. Kontroversi nan didapat pada novel keduanya tak menghentikan insting berkarya Dewi Lestari. Hal ini dibuktikan dengan diluncurkannya Supernova episode Petir pada Januari 2005.

Setelah vakum hampir 3 tahun, akhirnya Dee merilis novel keempatnya, Rectoverso , nan merupakan perpaduan antara karya fiksi dan musik. Pada 2009, Dewi Lestari kembali menerbitkan novel Perahu Kertas .