Berniaga dalam Islam
Secara bahasa, berniaga memiliki kecenderungan makna dengan berdagang. Kedua kata tersebut dapat saling menggantikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , berniaga memiliki arti nan hampir sama dengan berdagang nan berarti kegiatan jual beli dengan tujuan buat memperoleh untung. Dari pengertian tersebut, kegiatan primer dari berniaga terdapat dua macam, yakni kegiatan jual dan beli. Kedua kegiatan tersebut terjadi secara bersama-sama.
Jadi, ketika berniaga seseorang akan bertindak sebagai penjual (orang nan melakukan atau menawarkan barang sehingga mendapatkan upah dengan harga tertentu) atau sebagai pembeli (orang nan meminta barang atau jasa eksklusif sehingga ia memiliki kewajiban buat menggati barang atau jasa nan telah atau akan ia nikmati).
Berniaga dalam Konteks Ilmu Ekonomi
Dalam konteks ilmu ekonomi, kegiatan berniaga (baca : jual beli) tak akan pernah lepas dari konsep kelangkapan. Konsep kelangkaan menjadi karena muasal mengapa seseorang berniaga. Seseorang tentunya tak akan mampu buat menguasai dan memiliki seluruh sumber daya nan ada di bumi. Suatu saat, ia akan memerlukan sumber daya nan dimiliki oleh orang lain. Untuk melakukan itu, tentunya ia harus meminta kepada orang lain tersebut tetapi dengan imbalan tertentu.
Konsep ini sangat krusial buat dipahami sebab merupakan dasar terbentuknya proses jual beli atau berniaga. Sebuah permintaan akan percuma ketika penjual (yang melakukan penawaran) tak memiliki barang nan diminta. Akibatnya, kegiatan perniagaan menjadi terganggu. Orang-orang nan berniaga pada fase ini akan mengalami kenaikan harga. Artinya kelimpahan kebutuhan barang menjadi lebih sedikit.
Secara logika, tentunya penjual akan memiliki kekuatan penuh buat mengendalikan harga sebab kendali keberlimpahan barang ada di tangan mereka. Namun demikian, penjual juga tak serta merta dapat menaikkan harga begitu saja. Terjadi proses penyesuaian sehingga tercapai titik keseimbangan. Terdapat tiga pihak nan berperan di sini yakni penjual, pembeli, dan pemerintah.
Proses pembentukan harga ditentukan oleh ketiga pelaku ekonomi tersebut. Ketika harga masih berkisar pada angka nan wajar, ekuilibrium masih dapat terjadi. Lain halnya ketika harga turun atau naik drastis, maka salah satu pihak akan mengalami kerugian sehingga peran pemerintah sangat dinantikan. Pemerintah dapat mengatur taraf harga nan bermain di masyarakat melalui kekuasaan politik nan dimilikinya.
Hal itu dilakukan agar tujuan dasar dari kegiatan ekonomi (berniaga) tercapai yakni buat meningkatkan tingkat hayati masyarakat nan berada di bawah komandonya. Dengan konsep tersebut, Anda tentunya cukup mafhum bahwa perputaran uang atau ekonomi sebagian besar ada di sektor perniagaan. Kegiatan primer ekonomi masyarakat terutama ialah berniaga.
Kegiatan perniagaan sendiri sejatinya merupakan ranah sektor real nan memang sangat erat sekali dengan kegiatan masyarakat. Namun demikian, kegiatan berniaga mengalami transformasi nan cukup signifikan. Kegiatan perniagaan kini dapat dijumpai pada sektor lain seperti sektor jasa keuangan. Sektor real perlu digenjot sedemikian rupa sehingga masih menjadi tumpuan dan asa ekonomi negara. Mengapa harus sektor real?
Masyarakat nan berniaga pada sektor akan mengakibatkan multiplier effect nan sangat hebat. Bayangkan kegiatan berniaga nan ada di pasar. Di pasar akan terjadi jual beli sayuran atau sembako lainnya. Tentunya sayuran tersebut didapat dari perkebunan nan mempekerjakan puluhan atau bahkan ratusan pekerja.
Para pekerja tersebut dapat hayati bila sayuran mereka dibeli oleh pedagang. Pedagang tersebut dapat hayati dan membeli hasil sayuran dari petani bila masyarakat membeli barang dagangannya. Terjadi imbas nan begitu dahsyat dari kegiatan berniaga. Orang-orang akan dapat bertahan hayati dan saling berkegantungan satu sama lain sehingga tercipta suatu harmoni nan begitu indah.
Bagaimana dengan sektor non-real seperti perdagangan saham atau perdagangan uang di pasar keuangan. Sejatinya perdagangan tersebut sangat bermanfaat bagi kelangsungan hayati perusahaan. Orang-orang akan dengan mudah menginvestasikan hartanya dan memberikan asa hayati bagi sebuah perusahaan.
Namun, terkadang kegiatan berniaga di sektor ini masih dilingkupi konduite spekulasi dan ambil untung nan tak begitu terasa di kalangan masyarakat level terbawah. Praktik berniaga seperti ini pada akhirnya mengakibatkan imbas bubble economy , seperti seolah-olah ekonomi tumbuh dengan paripurna padahal sejatinya keropos di dalam dan tak dijamin dengan keadaan mendasar nan kuat.
Berniaga dalam Islam
Dalam Islam, hukum berniaga pada dasarnya ialah boleh selama memenuhi syarat-syarat nan telah ditetapkan. Kegiatan berniaga tersebut bahkan disinggung dalam salah satu Firman-Nya berikut.
" Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Q.S Al-Baqarah: 275)
Pesan ayat tersebut implisit bahwa Allah Swt memerintahkan kepada hamba-Nya buat melakukan kegiatan jual beli (berniaga). Allah mengisyaratkan bahwa manusia boleh melakukan kegiatan jual beli selama tak ada aspek riba di dalamnya. Uniknya, jual beli (berniaga) dalam Islam tak diperkenankan menghalalkan segala cara buat mendapatkan keuntungan.
Islam melarang setiap jual beli nan mengandung unsur riba di dalamnya. Kegiatan jual beli (berniaga) akan tak bernilai barokah bila unsur riba atau segala macam nan dilarang dalam proses jual beli (berniaga). Hukum jual beli pada dasarnya boleh, namun akan berubah menjadi dilarang (haram) bila memenuhi unsur-unsur di bawah ini
a. Adanya Unsur Ghoror (Ketidakjelasan)
Ketidakjelasan dalam berniaga sangat dilarang dilarang dalam Islam. Seorang penjual wajib menceritakan dan memberikan citra menyeluruh tentang barang nan sedang didagangkannya. Rasulullah saw seringkali mencontohkan umatnya buat berlaku jujur dalam kegiatan jual beli. Bahkan Rasulullah saw menceritakan akan terdapat kebarokahan di dalam berniaga bila kedua belah pihak saling jujur dan tanpa mengurangi dosis sedikit pun.
Pada kegiatan berniaga sektor real, penipuan, pengurangan atau praktik jual beli nan haram seringkali ditemui. Salah satunya ialah melakukan praktik ijon terhadap hasil tanam pada periode tertentu. Praktik seperti ini sangat dilarang sebab berkaitan dengan ketidakjelasan barang nan sedang diperjualbelikan.
Sebagai contoh, seorang penjual berniat buat membeli langsung buah-buah nan ada di kebun. Padahal kebun tersebut baru akan panen dua bulan mendatang. Hasil kebun nan ada tersebut belum tentu bagus seluruhnya atau bahkan mengalami gagal panen.
Penjual dan pembeli hasil kebun tersebut melaukan praktik spekulasi. Bila spekulasi salah satu pihak terjadi, maka tentunya akan ada pihak lain nan dirugikan. Praktek spekulasi seperti ini mirp dengan praktik jual beli saham dalam rangka profit taking.
b. Adanya Unsur Riba
Dalam Q.S Al-baqarah : 275, Allah secara tegas menghalalkan setiap praktik jual beli (berniaga). Namun praktik berniaga tersebut harus terbebas dari unsur riba nan memang sangat diharamkan oleh Allah Swt. Riba berarti memberikan tambahan nilai di masa nan akan datang terhadap suatu nilai eksklusif dampak adanya transaksi jual beli. Salah satu contoh nan paling konkret dari praktek ini ialah pinjam meminjam dana di bank konvensional.
c. Merugikan Banyak Pihak
Penyelundupan dan bentuk penimbunan lainnya sangat dilarang dalam Islam. Penimbunan komoditi nan sangat dibutuhkan oleh masyarakat akan menimbulkan kegoncangan struktur sosial ekonomi masyarakat. Dengan adanya penimbunan itu, otomatis suplai barang akan berkurang di pasar.
Dengan berkurangnya suplai barang tersebut tentunya akan mengudang harga buat bergerak naik. Dengan naiknya harga tersebut, tentunya akan meresahkan sebagian rakyat dan mencekik pengeluaran mereka. Praktik penimbunan seperti ini secara tak langsung menzalimi rakyat khususnya rakyat kecil dengan penghasilan pas-pasan.
d. Adanya Unsur Khida
Praktek lainnya nan sering dijumpai dalam berniaga sehari-hari ialah praktik penipuan harga. Pada peristiwa ini, seolah-olah pembeli mengajukan harga setinggi-tingginya buat menaikan nilai barang nan sedang dijual di mata pembeli lainnya. Padahal pada kenyataannya, pembeli pertama tersebut telah bersekongkol buat menaikan harga. Penipuan seperti lazim ditemui pada praktik jual beli rumah.
e. Jual Beli Barang-barang Haram
Allah Swt jelas-jelas mengharamkan setiap barang-barang nan memang akan merusak tubuh manusia. Allah Swt mengetahui pengetahuan nan manusia tak mengetahuinya. Segala macam dampak nan ditimbulkan ketika mengonsumsi barang-barang nan diharamkan telah disusun dan dilarang oleh Allah Swt buat dikonsumsi.
Oleh sebab itu, penyebaran dan penjualan barang-barang tersebut juga dijatuhkan hukum haram juga. Contoh-contoh barang haram nan dilarang buat diperjualbelikan ialah minuman keras, narkoba, dan daging babi.