Tangan Kanan Raja
Abu Nawas dikenal sebagai tokoh dalam dongeng-dongeng lucu dan kocak. Dongeng Abu Nawas seringkali diceritakan kepada anak-anak. Namun, banyak nan mengira bahwa Abu Nawas hanyalah tokoh fitnah atau protesis pengarang seperti halnya dongeng-dongen lain.
Banyak orang nan tak tahu bahwa tokoh Abu Nawas bukanlah tokoh fiktif dan benar-benar pernah hayati di Baghdad beberapa abad silam. Abu Nawas ialah seorang lelaki sangat jenius nan hayati pada masa pemerintahan Baginda Harun ar-Rasyid, penguasa Baghdad saat itu.
Abu Nawas seringkali dimintai donasi buat memecahkan masalah-masalah kerajaan saat itu. Namun, Abu Nawas sering bertingkah kocak di hadapan rajanya itu sehingga cerita-cerita kocak itulah nan kemudian diceritakan kembali dan terdengar sampai telinga kita pada masa kini.
Akan tetapi, tentu saja cerita-cerita dan kisah tentang Abu Nawas banyak nan ditambahi. Bahkan, dilebih-lebihkan. Tidak sedikit pula nan murni dikarang. Untuk mengetahui lebih jauh tentang Abu Nawas, berikut ialah beberapa hal tentang kehidupan Abu Nawas.
Biografi
Nama orisinil Abu Nawas ialah Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dipanggil Abu Nawas sebab ada kuncir di bagian belakang rambutnya. Nawas (Nuwwas) ialah bahasa lokal Baghdad buat menyebut kuncir sehingga Abu Nawas/Nuwwas berarti 'lelaki berkuncir'.
Abu Nawas lahir di kota Ahvaz, Persia (sekarang masuk wilayah Iran), pada 145 Hijriyah (sekitar 747 M). Ayahnya bernama Hani al-Hakam dan ibunya bernama Jalban. Abu Nawas sudah yatim semenjak kecil sebab ayahnya ialah orang militer. Ibunya kemudian membawa Abu Nawas kecil ke Bashrah, Irak.
Masa Remaja Abu Nawas
Abu Nawas terkenal sebagai remaja nan jenius ketika masih muda. Ia banyak menulis sajak dan puisi Arab nan biasanya dipersembahkan pada raja. Hal ini sangat tren saat itu sebab mereka akan mendapat imbalan atau upah dari Baginda Raja atas puisi-puisi mereka.
Abu Nawas remaja juga merupakan sosok nan penuh kontroversi dan susah ditebak. Ia kerapkali berlaku aneh dan unik sehingga menarik perhatian banyak orang. Namun, dibalik itu, Abu Nawas sangat tekun mempelajari ilmu-ilmu kebatinan (spiritual), termasuk ilmu tasawwuf.
Abu Nawas muda termasuk pengembara. Abu Nawas mengembara ke kota-kota lain, termasuk Kufah. Abu Nawas mengembara buat belajar kepada orang-orang nan dianggapnya pintar nan ditemuinya dalam perjalanan.
Tangan Kanan Raja
Karena kejeniusan Abu Nawas, nama tenarnya kemudian sampai ke telinga Harun ar-Rasyid, penguasa Baghdad masa itu. Abu Nawas seringkali dimintai donasi buat memecahkan masalah kerajaan.
Misalnya, Baginda Raja meminta tolong pada Abu Nawas buat memikirkan taktik perang menghadapi musuh atau beliau meminta Abu Nawas memikirkan arsitektur tepat buat Masjid nan akan dibangunnya.
Akhir Hayat Abu Nawas
Akhir kehidupan diisi oleh kegiatan spiritual. Yang paling sering dilakukan di masa tuanya ialah menulis puisi (syi'ir). Kemudian, ia membuat sebuah syi'ir nan sangat terkenal sampai sekarang, yaitu syi'ir berjudul I'tikaf (Syi'ir Abu Nawas). Abu Nawas meninggal sekitar 811 M. Ia dimakamkan di Syunizi, Baghdad.
Dongen Abu Nawas nan Terkenal
Abu Nawas memang bukan seperti orang pada umumnya. Banyak sekali kepandaian nan dikaruniakan Allah kepadanya. Meskipun demikian kehidupannya nan bersahaja dan cerdik serta adil dalam menghadapi semua masalah menjadikannya sebagai sesosok figur nan patut buat dibuat cerita.
Dan memang sahih cerita atau dongen mengenai kecerdikan dari abu nawas tetap terkenal hingga sekarang ini. Tidak hanya kecerdikan nan dimilikinya tetapi juga sifat rendah hati dan tak silau terhadap harta global juga ikut andil dalam setiap bumbu-bumbu ceritanya.
Berikut ini ialah beberapa cerita atau dongen mengenai Abu Nawas dalam menyelesaikan setiap perkara dan bagamaina pula kecerdikannya menyelematkannya dari marabahaya.
Kisah Seorang Ibu
Kisah nan satu ini memang cukup terkenal di kalangan pembaca dan kisahnya juga hampir sama dengan kasus nan pernah dihadapi oleh Nabi Sulaiman. Kisah ini menceritakan konfrontasi nan terjadi antara dua orang wanita nan mengakui satu bayi sebagai anak mereka.
Di hari itu, tepatnya di pengadilan nan masih berada di dalam kepemimpinan raja Harun ar Rasyid sedang terjadi suatu masalah nan besar. Masalah nan terjadi antara dua orang wanita nan sama-sama memiliki tekad nan kuat. Hakim merasa sangat kewalahan dan belum mampu mencari solusi atas apa nan telah terjadi.
Kedua orang wanita tersebut sama-sama mengakui satu bayi nan pada waktu itu juga dibawa ke pengadilan. Mereka mengakui bahwa bayi itu ialah anak mereka. Masing-masing wanita tak ada nan mau mengalah dan mengaku siapa nan sebenarnya ialah ibu kandung dari bayi tersebut.
Karena merasa sangat kewalahan akhirnya hakim pun mengadukan masalah ini kepada Raja Harun ar Rasyid. Dengan kearifan dan kekayaan nan dimilikinya, maka sanga raja mencoba cara nan halus buat membujuk kedua wanita tersebut agar ada nan mau mengalah buat menjadi ibunya. Bukannya malah menyelesaikan masalah nan sedang terjadi.
Solusi nan diberikan oleh sang raja malah menjadi sebuah bomerang nan kembali datang menyerang. Raja berpikir bahwa dengan kelembutan dan kekayaan nan dimilikinya akan membuat wanita tersebut mau mengalah. Namun ternyata kedua wanita tersebut malah sekarang bersikukuh bahwa mereka ialah ibu kandung nan sebenarnya dari anak tersebut.
Raja pun akhirnya takluk dan merasa sangat kewalahan atas kasus nan terjadi itu. Lalu dipanggillah Abu Nawas buat menyelesaikan kasus nan satu ini. Kedua orang wanita tersebut pun dipanggil dan disuruh buat mengaku siapa nan sebenarnya ialah ibu dari anak tersebut. Namun lagi-lagi keduanya mengaku bahwa merekalah ibu kandung nan sebenarnya.
Sausana pengadilan sempat hening sebantar tatkala Abu Nawas nampak sedang berpikir atas kasus nan sedang terjadi tersebut. Lalu keluarlah perintah dari Abu Nawas bahwa sidang akan dilanjutkan esok harinya lagi. Semua orang mulai berpikir bahwa Abu Nawas ternyata juga mampu dibuat pusing oleh kedua orang wanita tersebut.
Mereka menganggap bahwa Abu Nawas masih memutar otaknya buat mencari cara agar masalah tersebut terselesaikan. Namun hal nan sebenarnya terjadi ialah dikarenakan pada waktu itu algojo nan biasa bekerja di loka sidang tersebut tak masuk.
Lalu pada keesokan harinya, kedua orang wanita tersebut hadir dalam sidang nan dihadiri juga oleh khalayak ramai nan antusias mengenai bagaimana cara Abu Nawas menyelesaikan masalah tersebtu. Abu Nawas mencoba melihat apakah algojonya sudah masuk hari itu, dan ternyata algojonya pun sudah siap dan masuk kerja seperti biasanya.
Sebagai pembukaan dalam sidang lanjutan kemaren, Abu Nawas kembali menanyakan pertanyaan nan sama mengenai siapa ibu kandung nan sebenarnya dari anak tersebut. Kedua wanita itu pun masih bersikukuh keras tetap mengatakan bahwa mereka ialah ibu kandung dari anak tersebut. Tanpa panjang lebar lagi maka Abu Nawas memerintahkan algojo buat maju ke depan.
Semuanya heran dan bertanya-tanya dengan apa nan akan dilakukan oleh Abu Nawas. Mereka semua berpikir bahwa Abu Nawas akan menggunakan cara kekerasan buat menyelesaikan masalah ini. Sebelum keputusan akhir dari Abu Nawas dijatuhkan, kembali lagi Abu Nawas memberikan pertanyaan nan sama tetapi jawaban nan didengar oleh Abu Nawas juga tetap sama.
Karena keduanya bersikeras bahwa anak nan hanya satu itu diakui oleh dua orang ibu sebagai anak kandungnya maka Abu Nawas memerintahkan algojo buat membelahnya menjadi dua bagian. Tentu saja hal tersebut membuat semua orang menjadi kaget termasuk kedua orang wanita itu.
Salah satu dari wanita nan mengaku sebagai ibunya menjerit sejadi-jadinya dan merelekan bahwa anak tersebut ialah bukan anak kandungnya. Dia rela agar anak itu diberikan kepada wanita nan satunya buat diasuh daripada harus dibagi menjadi dua. Sedangkan wanita nan satunya nampak santai saja dan menerima keputusan nan diberikan oleh Abu Nawas.
Tiada perasaan cemas dan takut akan kehilangan seorang anak dari raut paras wanita nan satunya. Maka tersenyumlah Abu Nawas sebab sekarang masalah telah terselesaikan. Tabir nan selama ini menutupi kebenaran telah terkuak dan membuka aib nan tertupi.
Wanita nan tenang dan tak ada raut kesedihan merasa dirinya telah menang sebab wanita nan satunya lagi telah rela menyerahkan anaknya. Hal itu berarti wanita ini ialah ibu kandung nan sebenarnya dan wanita nan satunya ialah pembohong.
Namun apa nan dibayang oleh wanita tersebut ternyata berbalik dari kenyataannya. Abu Nawas memberikan bayi nan direbut oleh kedua wanita itu kepada wanita nan tak tega anak tersebut buat dibelah menjadi dua oleh algojo. Betapa terkejutnya sang wanita tadi akan keputusan dari Abu Nawas.
Abu Nawas lalu menjelaskan bahwa tak mungkin ada seorang ibu nan rela membiarkan anaknya wafat oleh dirinya sendiri. Ibu tersebut tentu akan melakukan apa saja buat menyelematkan anaknya meskipun nyawanya sendiri taruhannya. Semua orang nan mendengar hal tersebut akhirnya puas akan solusi nan telah diberikan oleh Abu Nawas.
Raja pun tersenyum gembira sebab kepandaian dari Abu Nawas masalah itu bisa terpecahkan. Karena telah sukses menyelesaikan kasus tersebut maka Raja menawari Abu Nawas buat menjadi hakim namun dia menolaknya. Dia lebih bahagia buat hayati sederhana sebagaimana rakyat jelata lainnya.