Pernikahan Nabi Musa dengan Anak Syu’aib
Nabi Musa ialah putra Imran bin Yashar bin Qahit nan masih mempunyai interaksi nasab dengan Ya’qup bin Ishak putra Ibrahim. Nabi Musa dilahirkan ketika Mesir masih dipimpin oleh seorang raja nan diktator, ingkar kepada Allah Swt, dan berbuat sewenang-wenang kepada rakyatnya. Raja tersebut bernama Firaun. Sebagaimana nan diterangkan Allah Swt:
“Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Nabi Musa dan Fir’aun dengan sahih buat orang-orang nan beriman. sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah. Dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka, dan membiarkan hayati anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang nan berbuat kerusakan.
Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang nan tertindas di muka bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang nan mewarisi (bumi), dan akan kami teguhkan kedudukan merekadi muka bumi dan akan kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta tentaranya apa nan selalu mereka khawatirkan dari mereka itu.” (Lihat Surat Al Qashar ayat 3-6).
Sebelum kelahiran Nabi Musa, Firaun telah menggelarkan keputusan nan isinya membunuh semua bayi laki-laki nan lahir dan menghidupkan bayi perempuan nan lahir. Untuk melindungi Nabi Musa dari kekejaman Firaun, maka Allah Swt memerintahkan malaikat buat memberi ilham kepada ibunya Nabi Musa agar menyelamatkan bayinya.
Sebagaimana nan diceritakan Allah dalam Alquran:
“Dan kami ilhamkan kepada ibunya Nabi Musa agar menyelamatkan bayinya, dan apabila kamu risi terhadapnya, maka jatuhkannya di ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu risi dan janganlah (pula) bersedih hati, sebab sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang dari pada rasul. “Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun nan akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan Haman beserta tentaranya ialah orang-orang nan bersalah”. (Lihat Surat Al Qashash ayat 7-8).
Allah Swt Menyelamatkan Nabi Musa
Ketika Nabi Musa lahir, ibunya sangat takut akan kekejaman para algojo, namun ia percaya akan janji Allah Swt nan menyelamatkan bayinya. Setelah ibunya meletakkan bayi itu di dalam peti, ia pun mengalirkannya ke Sungai Nil. Pada saat para dayang sedang mandi, terlihat ada nan menarik perhatian mereka, lalu mereka beramai-ramai mengambilnya dan dilihatnya berisi seorang bayi laki-laki nan tampan.
Kemudian, mereka serahkan bayi Nabi Musa tersebut kepada Aisyah istri Firaun. Melihat bayi laki-laki nan sangat tampan tersebut Aisyah menyayangi dan merawatnya dengan baik. Ketika Firaun pulang dan melihat ada bayi laki-laki itu, ia bermaksud membunuh anak itu, namun istrinya mencegahnya. Sebagaimana nan diceritakan Allah Swt dalam Alquran:
“(Ia) biji mata itu bagiku dan bagimu janganlah kamu membunuh, mudah-mudahan ia bermanfaat bagi kita atau kita ambil sebagai anak.” (Lihat Surat Al Qashash ayat 9).
Nabi Musa Membunuh Orang Qibti
Ketika Nabi Musa tumbuh di tengah keluarga Firaun, lalu Nabi Musa malakukan perjalanan di luar istana. Di tengah perjalanan Nabi Musa melihat ada dua orang nan sedang bertengkar. Satu orang Qibti, satu orang Bani Israil. Ketika Nabi Musa hendak menolong orang tersebut, Nabi Musa memukul orang Qibti sampai terjatuh dan mati.
Setelah terjadi pembunuhan nan melibatkan Nabi Musa itu, penduduk kota menjadi takut, lalu orang-orang Qibti mendatangi Firaun dan berkata: “Sesungguhnya Bani Israil telah membunuh seorang di antara kita.” Setelah mendengar laporan dari orang Qibti tersebut, lalu Firaun menyuruh kepada para algojo buat mencari nan membunuh orang Qibti.
Setelah salah seorang sahabat Nabi Musa nan bernama Hazqil mendengar pencarian tersebut, lalu Hazqil memberi saran kepada Nabi Musa agar meninggalkan Mesir dan menuju ke daerah Madyan. Di tengah perjalanan tersebut Nabi Musa memohon kepada Tuhan agar diselamatkan dari kekejaman Firaun dan dibimbing menuju jalan nan diridhoi Allah Swt.
Pernikahan Nabi Musa dengan Anak Syu’aib
Setelah Nabi Musa melakukan perjalanan dari Mesir ke Madyan selama delapan hari, lalu Nabi Musa istirahat di bawah pohon nan rindang. Ketika Nabi Musa istirahat itu, beliau melihat 2 (dua) orang nan menggembalakan kambingnya nan akan memberi minum kambingnya dengan mengambil air sumur.
Keduanya menjaga kambing-kambingnya agar tak bercampur dengan kambing-kambing nan lain. Melihat kedua gadis itu Nabi Musa merasa kasihan dan mendekati kepada kedua gadis itu sambil bertanya dan ikut mengembalakan kambing-kambingnya. Setelah dua orang gadis itu sampai di rumah, lalu keduanya bercerita kepada ayahnya tentang keberadaan Nabi Musa nan datang ke Madyan tanpa sanak kerabat.
Mendengar cerita kedua anaknya tersebut, lalu orang tua tersebut menyuruh anaknya agar membawa Nabi Musa pulang buat dipertemukan dengannya. Setelah Nabi Musa sampai dirumah orangtua gadis itu, Nabi Musa menceritakan kisah nan terjadi padanya. Syu’aib berkata kepada Nabi Musa: “Janganlah kamu takut, kamu telah selamat dari orang-orang dzalim itu.”
Kemudian, Nabi Musa dinikahkan dengan anak gadisnya dengan mas kawin mengembalakan kambing. Nabi Musa kembali ke Mesir setelah tinggal di Madyan selama sepuluh tahun, Nabi Musa berkeinginan buat mengunjungi negeri Firaun, yaitu Mesir. Di tengah perjalanan Nabi Musa tersesat dan tak tahu arah, padahal waktu itu istrinya sedang hamil dan akan melahirkan.
Ketika dalam keadaan seperti itu Nabi Musa melihat ada sinar dari kejauhan, kemudian Nabi Musa mendekati cahaya barah itu. Setelah sampai di dekat gunung api, Nabi Musa menjadi bingung dan gemetar ketakutan, lalu mendengar suara, Allah Ta’ala nan memerintahkan kepada Nabi Musa agar melepas sandalnya dan masuk ke lembah kudus di dekat gunung Thur.
Kisah tersebut di ceritakan dalam Alquran sebagai berikut.
“Wahai Musa, sesungguhnya saya ini ialah Tuhanmu, maka tinggalkanlah kedua terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah nan suci, Thuwa dan saya telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa nan di wahyukan (kepadamu). Sesungguhnya saya ini ialah Tuhan Allah tak ada Tuhan selai Aku.” (Lihat Surat Thaaha ayat 9-14).
Sesampainya di Mesir, Nabi Musa minta kepada penjaga istana agar dipertemukan denga Firaun. Setelah Nabi Musa berjumpa dengan Fir’aun dan mengaku sebagai utusan Allah Swt. Kemudian Fir’aun berkata kepada Nabi Musa, sebagaimana diceritakan Alquran:
“Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan nan telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang nan tak membalas guna.”
Nabi Musa berkata:
“Aku telah melakukannya, sedang saya di waktu itu termasuk orang khilaf. Lalu saya lari dari kamu ketika saya takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikan salah seorang di antara rasul-rasul. Budi nan kamu limpahkan kepadaku itu ialah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil.”
Firaun bertanya:
“Siapa Tuhan alam semesta itu?"
Nabi Musa menjawab:
“Tuhan pencipta langit dan bumi dan apa-apa nan ada di keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya. “ (Lihat Surat Asy Syu’aara ayat 18-24).
Kisah Nabi Musa – Kehancuran Firaun dan Pengikutnya
Nabi Musa senantiasa mengajak Firaun agar beriman kepada Allah Swt. Akan tetapi, bukannya mengikuti ajakan Nabi Musa, Firaun malah mengancam akan menyiksa dan memenjarakan Nabi Musa jika ia masih menyuarakan ajakan serupa kepada masyarakat Mesir.
Setiap gerakan dan dakwah Nabi Musa selalu dibayangi oleh ancaman penyiksaan dari Firaun. Maka Allah Swt memerintahkan Nabi Musa buat meninggalkan Mesir menuju Palestina. Sayang, kepergian Nabi Musa diketahui oleh Firaun, lalu Firaun beserta pengikutnya mengejar nabi Musa.
Ketika Nabi Musa sampai di tepi lautan dan tak menemukan jalan lain, Allah Swt memerintahkan Nabi Musa buat memukulkan tongkatnya ke tanah. Apa nan terjadi kemudian adalah, lautan tersebut terbelah menjadi dua dan terbentanglah jalan nan bisa digunakan Nabi Musa buat menyeberangi lautan tersebut.
Setelah Nabi Musa menyeberangi lautan tersebut, Firaun beserta pengikutnya nan memburu Nabi Musa masih berada di tengah-tengah lautan. Lalu, Musa memukulkan tongkatnya lagi, maka tertutuplah jalan tadi sehingga lautan berubah seperti semula dan menenggelamkan Firaun dan seluruh pengikutnya.