Angkatan '60
Indonesia memiliki estetika alam dan sumber daya nan sangat melimpah ternyata banyak mendatangkan ide-ide segar buat dituangkan dalam sebuah karya tulis. Hal tersebut terbukti dengan adanya kumpulan biografi sastrawan Indonesia .
Sejak masa kerajaan, karya tulis nan dihasilkan oleh para penulis Indonesia memang sangat mengagumkan dan mampu menjadi sebuah dokumentasi sejarah nan sangat berharga. Sebut saja Pakubuwana V dengan karya besarnya berjudul “Serat Centhini (Suluk Tambangraras)” nan hingga kini masih saja menarik buat dinikmati.
Para pengarang Indonesia ini memiliki karakteristik dalam setiap karya nan dihasilkannya dan hal inilah nan mengukuhkan mereka menjadi legenda dalam global sastra Indonesia.
Para pengamat sastra dan pakar sastra, kemudian melakukan pembabakan atau periodisasi dalam sastra berdasarkan tema nan diangkat oleh pengarang. Masing-masing periode dalam pembabagan ini melahirkan sastrawan nan hebat dan memang layak buat dijadikan panutan. Beberapa sastrawan nan selalu ada dalam kumpulan biografi sastrawan Indonesia nan memang layak buat disimak antara lain sebagai berikut.
Angkatan Balai Pustaka
1. Merari Siregar
Pengarang roman Azab dan Sengsara ini dilahirkan di Sipirok, Sumatera Utara pada tanggal 13 Juli 1896. Beliau mati pada taggal 23 April 1941 di Kalianget, Madura, Jawa Timur. Merari Siregar pada masanya bersekolah di Kweekschool Oost en West nan berlokasi di Gunung Sahari Jakarta .
Pada 1923, setelah lulus dari sekolah , Merari Siregar bekerja menjadi seorang guru di Medan nan kemudian pindah ke Jakarta dan bekerja di RS CBZ nan sekarang dikenal dengan nama RS Cipto Mangunkusumo. Terakhir Merari pindah ke Kalianget, Madura dan bekerja di Opium end Zouregie hingga ia menutup usia.
Sebagai seorang sastrawan handal, Merari Siregar sangatlah layak berada pada jajaran terdepan biografi sastrawan Indonesia sebab dia memiliki beberapa karya nan fenomenal, yaitu Azab dan Sengasara (Balai Pustaka, 1920), Binasa Karena Gadis Priangan (Balai Pustaka, 1931), Cerita Tentang Busuk dan Wanginya Kota Betawi (Balai Pustaka, 1924), dan Cinta dan Hawa Nafsu (tanpa tahun).
2. Marah Roesli
Marah Roesli merupakan sastrawan Indonesia nan dilahirkan di Padang, 7 Agustus 1889, dan mati pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung Jawa Barat. Marah Roesli, pengarang satu angkatan dengan Merari Siregar, mengukuhkan dirinya sebagai seorang sastrawan nan fenomenal dengan karyanya berjudul Siti Nurbaya nan terbit pertama kali pada 1920 oleh Balai Pustaka.
Tak banyak nan tahu jika sebenarnya Marah Roesli nan dikenal sebagai sastrawan ini ialah seorang dokter hewan dengan jabatan terakhir ialah Dokter Hewan Kepala.
Marah Roesli mendapat gelar sebagai "Bapak Roman Modern Indonesia" sebab karya-karya nan pada masanya tersebut mempunyai tipografi nan berbeda dengan jenis roman pada umumnya nan berbentuk hikayat.
Selain Siti Nurbaya , Marah juga menulis beberapa roman lainnya, yaitu Lasmi (Balai Pustaka, 1924), Anak dan Kemenakan (Balai Pustaka, 1956), Memang Jodoh (naskah roman), dan Tesna Zahera (naskah roman).
Selain menulis roman, Marah juga pernah menerjemahkan novel karya Charles Dickens nan berjudul Gadis nan Malang (1922). Marah Roesli merupakan kakek dari musisi pada masa ini Indonesia, yaitu Harry Roesli.
Angkatan Pujangga Baru
Setelah angkatan Balai Pustaka nan dirajai oleh Marah Roesli dan Merari Siregar, kemudian muncul angkatan Pujangga Baru nan lahir dampak adanya sensor nan dilakukan oleh Balai Pustaka.
Pada angkatan ini, tema nasionalisme dan pencerahan kebangsaan menjadikan karya sastra angkatan ini mempunyai karakteristik intelektual, nasionalistik, dan elitis. Beberapa sastrawan Indonesia nan terangkum dalam angakatan Pujangga Baru antara lain ialah sebagai berikut.
1. Sutan Takdir Alisyahbana
Sutan Takdir Alisyahbana atau nan dikenal dengan STA merupakan salah satu sastrawan angkatan Pujangga Baru nan lahir di Natal, Sumatera Utara, pada 11 Februari 1908. Ia meninggal pada usia 86 tahun di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1994.
Selain dikenal sebagai sastrawan, STA juga dikenal sebagai pakar bahasa Indonesia. Ia menikah dengan tiga orang istri dan dikaruniai 9 orang anak. Sebagai seorang sastrawan dan juga pakar bahasa, banyak karya nan sudah dilahirkan oleh STA.
Beberapa karya STA nan mampu menyita perhatian khalayak, antara lain Tak Putus Dirundung Malang (novel, 1929), Dian Tak Kunjung Padam (novel, 1932), Tebaran Mega (kumpulan saja, 1935), Kalah dan Menang (novel, 1978), dan Layar Terkembang (novel, 1936). Sedangkan buat karya ilmiahnya ialah Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia (1936), dll.
2. Haji Abdul Malik Karim Amrullah
Nama lengkapnya ialah Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau nan lebih dikenal dengan nama Hamka merupakan salah satu nan juga selalu ada dalam biografi sastrawan Indonesia juga seorang pakar filsafat, ulama, dan juga aktivis politik.
Ia dilahirkan di Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam, Sumatera Barat pada tanggal 17 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta pada 24 Juli 1981. Karya Hamka nan sangat terkenal ialah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dan Di bawah Lindungan Ka’bah .
3. Sanusi Pane
Sebagai seorang sastrawa dan penulis nan sangat konsisten di jalurnya, Sanusi Pane lahir pada 14 November 1905 di Muara Sipongi, Sumatra Utara, dan meninggal di Jakarta pada 2 Januari 1968.
Sebagai seorang sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru, ia memiliki karya nan paling banyak diterbitkan oleh Balai Pustaka. Karyanya antara lain ialah Pancaran Cinta (1926), Prosa Berirama (1926), Puspa Mega (1927), Airlangga (yang ditulis dengan bahasa Belanda, 1928), Sandyakala Ning Majapahit (drama, 1933), Manusia Baru (drama, 1933), dan masih banyak lagi.
Angkatan '45
Setelah periode Pujangga Baru, muncul angatan nan lebih revolusioner nan mengetengahkan tema-tema kritik sosial budaya dan dipandang lebih realistik dengan mengangkat cerita perjuangan merebut kemerdekaan. Satrawan Indonesia nan Berjaya pada masa angkatan ’45 ini antara lain ialah sebagai berikut.
Siapa nan tak kenal dengan pujangga satu ini, Chairil Anwar punjangga angkatan Pujangga Baru, nan lahir pada tanggal 28 April 1949 ini, mendapat julukan “Si Binatang Jalang”.
Lebih dari 90 karya telah dihasilkannya menjadikan Chairil dinobatkan sebagai pelopor Angkatan ’45 oleh H.B. Jassin dan sekaligus mengukuhkannya sebagi pelopor puisi modern di Indonesia. Ia meninggal pada usia 26 tahun membuat banyak orang nan menyayangkannya. Namun, karya-karyanya tetap hayati hingga sekarang.
Angkatan '60
1. Pramudya Ananta Toer
Sastrawan Indonesia selanjutnya nan berjaya dan masuk dalam Angatan ’60 ialah Pramudya Ananta Toer. Sebagai salah seorang sastrawan, nan sangat aktif dan telah menelorkan karya lebih dari 50 buah ini, mempunyai semangat nan luar biasa meski ia pernah diasingkan dan dibuang ke Pulau Buru oleh kolonial Belanda.
Karyanya nan sangat kontroversi dan terkenal nan ia tulis selama masa pengasingan ialah tetralogy Bumi Manusia ( Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa , Jejak Langkah , dan Rumah Kaca ) nan merupakan novel sejarah semi fiksi.
2. W.S Rendra
Penyair nan dikenal sebagai “Burung Merak” ini dilahirkan di Solo pada 7 November 1935 dan meninggal pada tanggal 6 Agustus 2009 di Jakarta. Banyak sekali karya nan sudah dihasilkannya.
Tak hanya puisi , namun juga naskah drama karena ia juga sebagai pendiri "Bengkel Teater" di Yogyakarta pada tahun 1967. Sastrawan nan satu ini juga sangat layak berada di jajaran para sastrawan nan ada di dalam setiap kumpulan biografi sastrawan indonesia.
Angkatan Reformasi (2000)
Dewasa ini seiring perkembangan global dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak bermunculan sastrawan baru dengan mengusung tema nan lebih segar dan variatif.
Sebut saja Andrea Hirata nan berhasil dengan Laskas Pelangi -nya, Ayu Utami nan berani membongkar sisi lain dari feminitas perempuan dan maraknya novel religi menjadikan Habiburrahman El Shirazy berhasil dengan Ayat-Ayat Cinta -nya.
Demikian sedikit ulasan mengenai kumpulan biografi sastrawan Indonesia dari tiap angkatan. Semoga uraian tersebut bermanfaat dan menambah wawasan Anda mengenai para sasatrawan Indonesia.