Syair Kehidupan dan Apresiasinya
Syair kehidupan ialah syair kejujuran nan tercipta atas perenungan nan dalam, atas merespon masalah nan tengah terjadi di sekitar kita, atas kebijakan pemerintah nan tak sinkron dengan kesejahteraan rakyat. Pada intinya, sebuah karya sastra puisi atau syair itu seperti dua sisi mata uang nan saling berhubungan dengan bahasa. Dan lewat bahasalah kita dapat menafsirkan menegenai kehidupan tadi lewat syair.
Syair kehidupan dapat tercipta atas persinggungan antara fenomena nan dialami, kemudian akal bekerja dengan perasaan, nan kemudian atas perasaan itu, dengan sendirinya akan melalui rendezvous antara sel-sel nan sering kita sebut majas (konotatif) nan kemudian dirangkai dengan bahasa nan indah. Syair kehidupan biasanya tegas dan penuh semangat. Syair kehidupan biasanya sudah melalui perenungan-perenungan nan dalam.
Ada istilah dalam penciptaan syair kehidupan, biasanya lebih dulu terkandung lewat rahim imajinasi, nan sudah memiliki penglihatan maupun lewat batin.
Syair nan keluar dari rahim khayalan (sekali lagi tak semuanya lahir hanya tok dari imajinasi, melainkan memerlukan proses riset dan pengalaman batin nan kaya) pada waktunya, syair kehidupan itu akan lahir di tengah-tengah kehidupan kita, baik itu beruapa rasa, cipta dan karsa. Menciptakan syair kehidupan tentu saja mesti terlibat dalam arus interaksi sosial, politik, budaya, cinta, agama, atau peradaban baik itu nan secara spiritual ataupun filosofis.
Syair kehidupan ialah hal mengenai kehadirannya terkadang tak bisa disangka-sangka, tak bisa disanggah, tak terelakkan. Syair Kehidupan memiliki kebebasan berkelana tanpa terikat oleh batasan waktu, baik antara ruang dan waktu. Dalam global kesusatraan, kita tahu bahwa sastra mempunyai karakteristik atau karakter tersendiri dan unik.
Pada prinsipnya, sastra membawa bahasa nan bersifat sendiri. Maka, bahasa sastra, lewat akal (berpikir) dan perasaan itu, masing-masing saling bereaksi satu sama lain. Karena karya sastra, dalam hal ini menciptakan syair kehidupan, atas rendezvous anatara global batin dan ilham.
Lewat syair kehidupan sebenarnya mengajak pembaca melihat lebih dalam, pada hakikat nan kenyataannya, seperti nan kita lihat dan rasakan. Karena jika kita berbicara mengenai masalah wilayah pengarang, itu tak terbatas dalam mengangkat perih kehidupan hinggga menyeluruh. Termasuk juga pada kehidupan dari diri manusia itu sendiri.
Antara Syair Kehidupan dan Syair Kamar
Kita semua mafhum, bahwa jika kita berbicara mengenai puisi atau syair, pada hakikatnya ada dua jenis besar dalam puisi. Yang pertama puisi sosial atau puisi mimbar, dan nan kedua puisi personal atau sering disebut puisi kamar.
Kali ini kita tak sedang membahas mengenai puisi personal, atau juga dapat disebut dengan puisi gelap. Puisi ini isinya lebih pada mengkritik terhadap diri sendiri, mempertanyakan diri sendiri atau keberadaanya. Maka tidak heran puisi ini disebut puisi kamar.
Nah, sementara puisi sosial ialah hal-hal nan banyak berbicara mengenai syair kehidupan (meski di puisi personal juga sering ditemukan). Tapi kebanyakan, syair kehidupan, lebih condong pada puisi sosial. Puisi ini bersifat terang, atau jelas, isinya mengkritik pada pihak lain, entah itu kepada pemerintah, penguasa, pada kehidupan, atau pada siapa saja nan sifatnya verbal. Syair kehidupan ada pada puisi sosial ini.
Dalam mazhab ini, kita mengenal, salah satunya penyair WS Rendra nan memiliki nama orisinil Willibrordus Surendra Broto Rendra, dia dikenal dengan sebutan 'Si Burung Merak' nan sering menyuarakan puisi sosial atau banyak menulis mengenai syair kehidupan. Salah satu puisinya nan terkenal berjudul "Sajak Sebatang Lisong". Mari kita kutip sekelumit bait syairnya nan berbunyi:
Menghisap sebatang lisong
Melihat Indonesia Raya
Mendengar 130 juta rakyat
Dan di langit
Dua tiga cukong mengangkang
Berak di atas kepala mereka
Matahari terbit
Fajar tiba
Dan saya melihat delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
Aku bertanya
Tetapi pertanyaan-pertanyaanku
Membentur meja kekuasaan nan macet.
Lanjutan puisi syair kehidupan ini masih panjang. Rendra, Si Burung Merak itu, membacakan puisinya pada 19 Agustus 1977. Rendra mempersembahkan puisi "Sajak Sebatang Lisong" buat menyemangati mahasiswa ITB. Syair ini berisi kritik sekaligus penyemangat konvoi mahasiswa pada waktu itu. Mari kita kutip bait berikutnya dari Sajak Sebatang Lisong:
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat
Apakah artinya kesenian
Bila terpisah dari derita lingkungan
Apakah artinya berpikir
Bila terpisah dari masalah kehidupan.
Jelas di sini bahwa syair kehidupan, Renda melihatnya atas kenyataan-kenyataan nan dilihatnya, nan dialaminya pada masa itu dan sepertinya masih juga berlaku buat masa sekarang. Selain karyanya tentang syair kehidupan dan berabu protes, Rendra juga banyak menulis karya sastra nan menyuarakan kehidupan kelas bawah. Itu dapat dilihat pada puisinya nan berjudul "Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta" dan puisi "Pesan Pencopet Kepada Pacarnya".
Banyak syair kehidupan nan telah dibuat Rendra nan sangat terkenal. Sebut saja syair kehidupan berjudul "Blues buat Bonnie", "Pamphleten van een Dichter", "State of Emergency", "Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api", "Mencari Bapak", dan masih banyak lagi.
Pada prinsipnya, seorang penyair atau penulis syair kehidupan ialah mereka nan berperan sebagai pelaku sejarah, tentu saja lewat syairnya. Lewat syair kehidupan, para penyair itu tak hanya dapat mengkritik atau menjelek-jelekan pihak lain, tapi mereka juga memberikan gagasan, mengkritik nan tentu saja bersifat membangun, tak berniat menjatuhkan, memberikan ide, banyak pesan nan implisit di dalam syair kehidupan itu, dan ada harapan, pandangan luas kedepan, tentang impian masa depan nan lebih cerah dan baik.
Syair kehidupan nan menginginkan konvoi maju, bukan konvoi mundur. Adalah buat mencapai sebuah perubahan lewat berbagai segi kehidupan. Syair kehidupan mewakili ratapan orang-orang kecil nan tak dapat atau tak berani bersuara lantang dalam mengkritik kebijakan pemerintah, misalahnya nan sewenang-wenang.
Syair kehidupan ialah suara rakyat nan menyuarakan cita-cita dan harapannya, buat hayati nan sejahtera dan merdeka dengan sebenar-benarnya. Syair kehidupan dapat jadi sangat jelas dan terang-terangan dalam mengkritik, namun tetap menggunakan bahasa nan indah.
Syair Kehidupan dan Apresiasinya
Banyak syair kehidupan nan lain nan ditulis oleh para penyair kita, seperti Chairil Anwar, sebelumnya telah juga menulis syair kehidupan, atau kita mengenal Widji Thukul nan juga puisi-puisinya lebih menyuarakan pada derita rakyat kecil, syair tentang kehidupan. Kita juga pernah melihat, ketika saat pelantikan Kennedy menjadi Presiden Amerika Serikat, dia mengundang penyair besar Amerika pada pertengahan abad ke 20, Robert Frost, buat membacakan puisi.
Kemudian, John F. Kennedy mengatakan "Kalau politik kotor, puisilah nan akan membersihkannya." Inilah bagian kecil apresiasi puisi, dan jika kita melihatnya dari segi lain, bahwa dalam syair kehidupan, dapat mengkritik atas kebijakan-kebijakan pemerintah nan tak pro rakyat. Kennedy baru saja berujar, jika dalam sebuah sistem politik itu kotor, maka lewat puisi atau syair kehidupan lah nan akan membersihkannya.
Maka, syair kehidupan dapat setajam pedang, nan siap menebas leher sebuah sistem politik nan sewenang-wenang terhadap rakyatnya.
Jadi, tidaklah heran jika kemudian para penyair membanggakan dirinya sebab masalah syair ini kemudian mendapatkan perhatian spesifik di mata Tuhan dengan adanya surat Assu'ara dalam Al-Quran.