Ikhlas Menjadi Pendengar
Menghilangkan bekas luka fisik mungkin mudah, tapi bagaimana dengan luka di hati. Banyak nan bilang, luka di hati ibarat paku nan ditancapkan di tembok. Sekali tertancap, selamanya lubang tersebut akan tetap ada walaupun pakunya sudah dicabut. Tentu saja memang dapat ditutup, tapi dibutuhkan semen, pasir, air, dan bahan- bahan nan mendukung lainnya buat menutupinya.
Dibutuhkan pula pengolahan nan baik agar bahan- bahan tersebut benar- sahih dapat menutup lubang di tembok. Si penambal juga harus memikirkan bagaimana bila hujan deras datang, apakah tambalannya akan tetap utuh atau hancur lagi? Ternyata tidak mudah, namun bukan berarti tidak bisa.
Cari Sebab Mengapa Terluka
“Do you know how to be strong? Know your own weakness!” Begitulah kata- kata Sakuragi Sensei kepada muridnya nan sudah hopeless menjalani kehidupan di drama Jepang Dragon Zakura. Sama seperti luka. Ketika kita merasa terluka, hal pertama nan harus kita cari ialah menjawab pertanyaan dengan jujur mengapa kita terluka. Dapat jadi menurut orang lain hal itu bukan luka.
Jadi, jujur saja pada diri sendiri, mengapa kita terluka ketika mendengar pernyataan orang lain nan tidak mengenakkan hati. Jujur ialah pintu gerbang buat dapat menghilangkan bekas luka nan ada di hati kita. Bila boleh jujur, sebenarnya penyebab luka hati ialah sebab kita merasa hebat.
Sebagai contoh, seorang penulis pemula membuat status di global maya nan berisi caci maki pada salah satu penerbit nan telah menolak naskahnya. Di sisi lain, di saat nan sama, ada penulis nan juga sama- sama masih baru merasa biasa-biasa saja ketika tulisannya ditolak. Kecewa tentu, tapi tidak sampai mengumpat apalagi menyebarluaskan di global maya. Mengapa hal tersebut dapat terjadi?
Untuk kasus nan pertama, silakan tanya pada penulis pemula tersebut mengapa dia berbuat seperti itu? Jawabannya ialah sebab ia merasa tulisannya bagus dan tidak ada kekurangan. Sedangkan buat penulis nan kedua, ia memang masih merasa tulisannya ada kekurangan, sehingga ketika penerbit menolak, hal tersebut ialah wajar.
Pun dalam kehidupan lain kita sering seperti itu, entah dalam bentuk apa. Adakah penyebab luka hati nan lainnya? Tentu saja ada. Kita juga dapat sakit hati ketika memandang terlalu rendah diri kita. Hal ini sangat berkebalikan dengan nan pertama. Bila nan pertama kita memandang tinggi diri kita, sedangkan nan kedua ini sebaliknya.
Kita memandang sangat-sangat rendah diri kita sendiri. Selanjutnya, kita akan mudah iri dengan orang lain nan memiliki kelebihan. Dan ketika orang lain nan kita maksud tersebut berbicara, kita menganggapnya sebagai pamer atau bentuk kesombongan, padahal dapat saja tidak.
Yang sahih ialah saat itu kita sedang merasa sangat kalah dan minder, sehingga buat “mengamankan” posisi, kita mencari pembenaran dengan cara seperti itu. “Ah, dia sombong! Kalau saya sih, enakan jadi orang biasa ya! Enakan juga begini aja! Ah, saya mah maunya nan sederhana, gak mau seperti dia! begitulah kira- kira.
Padahal, coba bila kita nan saat itu sedang sakit hati, diberi kenikmatan nan sama, apakah kita akan menolak? Dapat saja tidak. Hal-hal di atas ialah penyebab primer kita sakit hati. Sebenarnya, masih banyak lagi penyebabnya bila kita jabarkan satu per satu. Lalu, bagaimana cara menghilangkan bekas luka hati tersebut?
Jangan Gengsi
Akuilah bila rekan atau teman kita memang hebat. Akui juga bila kita ini ialah manusia nan memiliki kelebihan. Coba berikan selamat pada teman nan baru saja menerima kebahagiaan. Berikanlah selamat dengan tulus. Apa nan terjadi? Bagaimana rasanya hati kita? Tentu saja bahagia bukan! Kita merasa lega.
Pun saat kita merasa bahwa tidak ada satu pun hal nan dapat kita banggakan. Buang jauh- jauh dengan segera pikiran tersebut. Yakinlah dan akui, bahwa kita memiliki kelebihan. Carilah kelebihan itu dan fokuslah di situ. Bagaimana, apakah dengan cara ini kita sudah mulai dapat menghilangkan bekas luka hati? Mungkin, kita butuh langkah selanjutnya.
Ikhlas Menjadi Pendengar
Mungkin, banyak di antara kita nan sangat sering merasa jengkel sebab versus bicara kita selalu saja berbicara tentang kelebihan- kelebihannya, tanpa pernah sedikitpun bertanya balik walau hanya sekadar basa-basi. “Anak aku lulusan S2, suami aku sebentar lagi jadi direktur utama. Yahm wajarlah aku sendiri S3, oh iya besok kan keluarga kami mau buka puasa bareng anak-anak yatim, hampir lupa kalau mau mengundang profesor-profesor.”
Seperti itu misalnya. Dan sebab kita sama sekali tidak diberi kesempatan buat bicara, seolah-olah kita ini makhluk luar angkasa nan bodoh, hati kita jadi geram. Hal tersebut tidak hanya terjadi sekali, tapi setiap kali kita berbicara dengan orang nan sama, dia selalu seperti itu.
Bagaimana menghilangkan bekas luka hati sebab menghadapi orang semacam itu? Ikhlaskan saja. Tak usah berharap sama sekali pada orang seperti itu agar kita didengar. Tak perlu pula menimpali bicara dengan memperlihatkan semua prestasi-prestasi kita. Cukup senyum, masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri, beres!
Sadar saja bahwa orang seperti itu sebenarnya sedang menutupi majemuk kekurangan nan ada pada dirinya, sehingga dia menceritakan apa nan dapat dibanggakan. Dia nan ingin terlihat hebat dan seolah- olah menganggap versus bicaranya bodoh tersebut juga sebenarnya sedang menderita.
Tentu menderita, dia berusaha tampil baik di depan semua orang. Sebenarnya kita pantas kasihan bukan? Ikhlas saja bila pada saat itu kita berperan sebagai pendengar. Ikhlas dan dengarkan semua keluhan- keluhannya nan dituangkan dalam bentuk seperti itu. Tak perlu merasa rendah bila kita sama sekali tidak ditanya kabar.
Tak perlu kecewa bila kita seolah-olah dianggap tak krusial sebab sebenarnya kita sangat penting. Bagaimana mungkin orang tersebut dapat berhasil berbicara bila tidak ada nan mendengar dan kita ialah sukarelawannya. Ikhlas akan melapangkan rezeki kita. Ikhlas juga obat mujarab buat menghilangkan bekas luka hati nan kita rasakan.
Besok Mati
Bila besok kita mati, akankah hari ini kita melakukan hal nan sia-sia? Biasanya, siapapun nan sedang didekati deadline, tak akan sempat mengurusi hal- hal nan tak penting. Kita niscaya fokus pada deadline dengan mengerjakan tugas sebaik-baiknya. Dan bagaimana bila deadline itu bernama kematian nan dapat datang tiba-tiba?
Menganggap hari ini ialah saat terakhir dan besok ialah kiamat buat diri kita sendiri dapat menjadi obat mujarab buat menghilangkan bekas luka hati. Tentu kita ingin mengerjakan tugas sinkron perintah agar tak mengecewakan bukan? Begitulah.
Menulis
Kata Ali bin Abi Tholib, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya” Dan ternyata, makna tersebut sangat luas. Menulis juga dapat menenangkan pikiran dan menghilangkan bekas luka hati nan kita miliki. Menulis ialah obat murah dan mujarab nan dapat kita lakukan kapan saja dan di mana saja.
Contoh sederhana saja, sejak ada majemuk layanan social media, banyak orang-orang nan tadinya kita kenal begitu pendiam di global nyata, menjadi sangat cerewet atau mungkin galak di global maya. Lho, nan sahih nan mana? Dua kepribadian itu mungkin benar.
Hanya saja, tidak semua dari kita dapat mengungkapkan secara verbal apa nan kita rasakan. Apa nan tidak dapat kita ungkapkan secara verbal itulah kita ungkapkan dalam bentuk tulisan.
Ada majemuk cara nan dapat kita lakukan buat menghilangkan bekas luka hati. Semakin dalam luka hati kita, semakin canggih juga cara nan harus kita lakukan buat menghilangkannya. Yang jelas, sekalipun menghilangkan bekas luka hati tidak semudah menghilangkan bekas luka fisik, namun kita harus berusaha buat menghilangkannya agar dapat bahagia. Bangunlah global kita dengan penuh cinta dan bukan dengan penuh kebencian.