Sayuti Melik Dari Dusun Kadilogo

Sayuti Melik Dari Dusun Kadilogo

Biografi seorang tokoh merupakan pelajaran bagi generasi selanjutnya, demikian halnya dengan biografi Sayuti Melik. Setiap bulan Agustus terutama menjelang hari keramat bagi seluruh rakyat Indonesia, yaitu 17 Agustus, di radio dan televisi sering berkumandang Presiden pertama Indonesia, Soekarno, sedang membacakan teks proklamasi. Suara jelas, tegas dan berwibawa. Tapi, apakah kita ingat siapa sebenarnya orang nan berjasa mengetik naskah teks proklamasi tersebut sebelum dibacakan oleh Ir. Soekarno itu ? Jangan-jangan anak muda sekarang sudah tak mengetahuinya lagi. Tokoh nan mengetik naskah proklamasi sebelum dibacakan oleh Soekarno tidak lain ialah Sayuti Melik. Sejarah memang seolah melupakan jasa pemuda nan mengetik naskah proklamasi tersebut. Padahal apa jadinya bila naskah nan awalnya tulisan tangan dan banyak coretan itu tak diketik terlebih dahulu. Karena itulah betapa pentingnya membaca biografi Sayuti Melik tersebut.

Sebagai pemuda pejuang, tentu saja jasa Sayuti Melik tidak hanya sebagai orang nan mengetik naskah proklamasi sebelum dibacakan oleh Soekarno. Sebagai seorang pejuang, Sayuti Melik telah mengabdikan hidupnya buat perjuangan. Sekali lagi, nama Sayuti Melik seolah tenggelam ialah sebab ketidak tahuan orang. Dengan demikian, setelah dibuatkan biografi nan tidak lain ditulis oleh mantan istrinya itu, masyarakat Indonesia terutama generasi muda mengetahui jasa-jasa Sayuti Melik nan dapat diperoleh informasinya dari biografi Sayuti Melik.

Memang sahih bahwa bangsa nan besar ialah bangsa nan menghormati jasa para pahlawannya. Tapi di negeri ini rupanya hanya para pahlawan nan benar-benar populer saja nan mendapat penghargaan. Padahal nan berjasa pada bangsa Indonesia sehingga terbebas dari belenggu penjajahan luar biasa banyaknya. Mereka ialah para pahlawan sejati. Mungkin mereka berjuang sebab ikhlas, panggilan jiwa, dan tidak pernah meminta penghargaan atau balasan. Tapi kita nan diberi umur panjang sampai dengan hari ini justru nan berkewajiban menghormatinya. Setidaknya dengan mengingat namanya kemudian mengirimkan sebait doa. Hal itu jauh lebih baik daripada tak samasekali. Biografi Sayuti Melik, tentu akan menjadi jalan dan kesadaran bagi siapa saja nan membacanya, bahwa sebelum naskah proklamasi dibacakan, ada seorang pemuda nan mengetiknya terlebih dahulu, dan pemuda itu bernama Sayuti Melik.



Mengetik Naskah Proklamasi

Sayuti Melik. Dialah sosok nan mengetik teks proklamasi sebelum dibacakan Soekarno. Biografi Sayuti Melik -suami dari S.K Trimurti ini memang tidak begitu banyak dipublikasikan. Sayuti Melik kemudian bercerai dengan S.K Trimurti, lalu menikah dengan perempuan lain.

Tidak mengherankan selama ini informasi tentang siapa sosok Sayuti Melik memang tidak banyak informasi nan dapat diperoleh. Dalam buku sejarah pun hanya sebatas menjelaskan bahwa Sayuti Melik ialah orang nan mengetik teks proklamasi. Ada pula sedikit informasi tambahan bahwa Sayuti Melik cukup lama menjadi sekretaris pribadi Soekarno. Sayuti Melik menikah dengan S.K Trimurti, salah seorang pejuang dan tokoh pioner jurnalistik di Indonesia. Ketika berbicara masalah perkembangan jurnalistik, S.K Trimurti memang selalu akan disebut, tapi tak dengan Sayuti Melik. Padahal Sayuti Melik ialah juga seorang wartawan seperti halnya sang istri, S.K Trimurti.

Sayuti Melik ialah seorang wartawan dan pejuang nasional. Sebagai pejuang dan sekaligus wartawan, Sayuti Melik terlibat langsung dalam persiapan proklamasi tersebut. Dia termasuk satu dari “kelompok lima” yakni Soekarno, Mohammad Hatta, Sukarni dan Achmad Subarjo. Pada posisi ini saja betapa Sayuti Melik memang seorang pejuang nan dedikasinya telah teruji. Tapi sayang sebab kurangnya publikasi, termasuk juga ketika biografi Sayuti Melik rampung dibuat, tidak banyak media nan mempublikasikannya. Maka nama Sayuti Melik memang tetap saja tenggelam.

Keterlibatan Sayuti Melik terutama dalam merumuskan point-point krusial nan kelak akan menjadi teks proklamasi. Kejadian itu berlangsung dini hari di rumah Maeda, seorang perwira tinggi Jepang berpangkat Laksmana Madya. Sebagai seorang wartawan nan juga pejuang, tentu saja jiwa dan insting Sayuti Melik telah berpikir jauh ke depan, sehingga ketika bersama-sama merumuskan naskah proklmasi, terlihat susunan katanya nan bernas dan cerdas, melampaui jamannya.



Sayuti Melik Dari Dusun Kadilogo

Sayuti Melik lahir di Dusun Kadilogo, Kelurahan Purwobinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Ayahnya bernama Dul Maini seorang kepala kerohanian di kelurahan Sembung kala itu. Dalam perumusan naskah proklamasi tersebut –menurut beberapa rujukan– pernah terjadi perbincangan sengit tentang siapa nan menanda tangani naskah proklamasi tersebut.

Saat itu, redaksi naskahnya sendiri telah mendapat persetujuan bulat terutama pada langkah penentuan nasib bangsa Indonesia selanjutnya itu. Lalu setelah jeda, Sukarni maju ke muka dan menyatakan bahwa nan menandatangani naskah proklmasi tersebut tak perlu semua dari kelompok lima, melainkan cukup oleh Soekarno dan Mohammad Hatta saja atasnama bangsa Indonesia.

Hadirin menyambut usulan itu dengan tepuk tangan. Tapi sesungguhnya nan mempunyai gagasan buat mengusulkan hal tersebut tak lain ialah Sayuti Melik dan diucapkan oleh Sukarno di podium. Kendati Mohammad Hatta nan awalnya mengusulkan agar naskah tersebut ditandatangani “Kelompok Lima” kecewa dengan diterimanya usul dari Sukarni tersebut, tapi sejarah kemudian mencatat bahwa nan menanda tangan naskah proklamasi pada akhirnya Soekarno dan beliau sendiri.

Dari informasi tentang Sayuti Melik tadi seperti dapat anda peroleh di dalam buku biografi Sayuti Melik, sebagai wartawan dan pejuang, ternyata Sayuti Melik bukanlah sosok nan ingin menonjolkan sendiri. Bukan tipe orang nan ingin dianggap dan dinilai paling penting, bahkan dalam suasana nan sangat menentukan seperti ketika Kelompok Lima merumuskan pikiran-pikirannya buat menyusun sebuah teks proklamasi.

Peran Sayuti Melik - dapat anda baca dalam biografi Sayuti Melik - termasuk sangat krusial dalam Kelompok Lima, selain sebagai orang nan mengetik naskah tersebut. Begitu pula usulan siapa nan menanda tangan naskah proklmasi, tak perlu lima orang dari Kelompok Lima seperti usulan Mohammad Hatta. Sayuti Melik lebih memilih orang lain dan mengusulkan agar nan menanda tangan naskah proklamasi tersebut cukup Soekarno dan Mohammad Hatta. Dan usulan itu diutarakan kepada Soekarni. Sehingga sebenarnya ketika Soekarni naik ke podium buat mengatakan bahwa nan menanda tangan naskah proklmasi tersebut cukup Soekarno dan Mohammad Hatta, tidak lain ialah atas inisiatif dari Sayuti Melik. Kenapa tak Sayuti Melik sendiri nan bicara ? Apakah Sayuti Melik ialah orang nan tidak cukup punya keberanian buat melakukan itu ? Tentu saja tidak. Sebagai seorang pejuang dan juga wartawan, kecakapan dan keberanian Sayuti Melik sudah teruji. Tapi kenapa justru mewakilkan kepada Soekarni ? Ini semua merupakan taktik cerdas, agar tak terlalu berlarut-larut hanya buat mendiskusikan siapa nan pantas menanda tangan naskah proklamasi. Suasana saat itu memang menuntut melakukan segala sesuati serba cepat, bila tak Jepang akan mengambil alih dan akan menyatakan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan pemberian dari Jepang.

Sayuti Melik mengusulkan nama Soekarno dan Mohammad Hatta juga bukan tanpa pertimbangan. Setidaknya usulan itu buat meredam diskusi nan semakin panjang, mengingat antara Soekarno dan Mohammad Hatta berbeda pandangan tentang siapa nan menandatangani naskah proklamasi tersebut.