Tujuh macam bacaan al quran nan diakui
Keadilan Allah Swt
Tuhan itu maha adil. Memang tak semua orang ditakdirkan mempunyai pelapalan nan bagus dan suara nan bagus juga. Ada banyak orang nan mempunyai kemampuan terbatas dengan memori nan terbatas pula. Ketika ada orang nan berusaha menghapalkan Al-quran, namun ia selalu gagal dan tak pernah dapat menghapalkan ayat demi ayat dalam kitab kudus itu, selama ia tak berputus asa, maka ia tak dianggap orang nan lalai.
Setiap hari ia membaca Al-quran dan mencoba menghapalkannya. Ia juga membaca terjemahan dan tafsirnya serta berusaha mengamalkannya. Rumahnya tak seperti kuburan sebab terdengar bacaan Al-quran di dalamnya. Orang seperti ini mendapatkan dua pahala. Sebaliknya ada orang nan mencoba membaca tetapi sebab merasa tak bisa, lalu ia menghentikan usahanya. Orang seperti ini tentu saja bukan seorang hamba nan benar-benar ingin mendapatkan ridho dari-Nya.
Apalagi kalau ada orang nan mempunyai kemampuan membaca Al-quran dengan baik tetapi malah tak melakukannya dengan berbagai alasan termasuk juga sebab terlalu banyak menonton televisi, maka orang seperti ini tentunya bukan seorang hamba nan dianggap bersyukur. Ia tak mau mendapatkan cahaya terang benderang di dalam kuburnya. Bacaan Al-quran itu akan menjadi cahaya di dalam kubur orang-orang nan melestarikan bacaannya.
Ketika banyak orang nan merasa malu membaca Al-quran di loka umum, sebenarnya mereka harus lebih malu lagi kalau tak pernah membacanya di mana-mana. Alangkah indahnya kalau mengisi waktu luang di manapun termasuk ketika sedang berada di tengah kemacetan, dengan membaca Al-quran. Hati tentunya semakin lapang dan dapat khatam Al-quran berkali-kali sebab waktu menanti itu diisi dengan pekerjaan nan bermanfaat.
Dengan memanfaatkan waktu sebaiknya ini pun, orang akan tetap menjadi imannya. Al-quran dapat diinstal ke dalam ponsel pintar nan banyak dimiliki orang modern saat ini. Adanya komputer mini berbentuk tablet, menjadi salah satu wahana meningkatkan pengetahuan tentang banyak hal. Walau demikian, jangan lupa buat terus bersilaturahmi dengan sesama manusia dan mahluk lain. Interaksi dengan Allah Swt diperbaiiki, maka Allah Swt akan memperbaiki hubungannya dengan sesama mahluk.
Kematian itu tak tahu kapan akan datang. Tidak kurang 70 kali malaikat pencabut nyawa melihat manusia nan ada di seluruh jagad raya ini. Karena kematian ini ialah sesuatu nan pasti, seharusnya manusia mempersiapkan dirinya sebaik mungkin. Keabadian itu akan menyakitkan kalau ditemani oleh amal nan jelek. Sebaliknya, keabadian itu akan sangat menyenangkan ketika teman di alam kubur nanti ialah amal nan baik. Jangan takut dan jangan membayangkan bahwa kubur itu gelap dan sempit seperti fisiknya.
Manusia tak hayati dengan tubuh kasarnya di dalam kubur. Manusia hayati dengan ruhnya sehingga perasaan dan estetika kubur itu akan terasa begitu nikmat bagi mempunyai banyak amal pahala. Sebaliknya, kubur akan menjadi taman neraka bagi nan tak mempunyai amalan nan baik. Untuk itulah semakin menambah ilmu pengetahuan tentang banyak hal ialah sesuatu nan sangat baik. Ilmu itu telah ada. Manusia tinggal mencari dan menjemputnya. Anggaplah bahwa ilmu ini ialah rezeki nan sangat besar.
Salah satu ilmu nan harus dipelajari segera ialah ilmu tentang bagaimana membaca Al-quran. Bacaan kitab kudus ini ada kekhususannya. Tidak boleh sembarangan membacanya. Ada tata cara nan harus diikuti. Untuk itulah, berikut ini ialah beberapa hal nan berhubungan dengan tata cara membaca kitabullah tersebut.
Tujuh Dialek
Al Quran itu diturunkan dalam tujuh huruf (tujuh dialek), sebagaimana dinyatakan Rasullullah Saw dalam hadisnya, “....Sesungguhnya Al Quran ini diturunkan dalam tujuh huruf (tujuh bacaan/dialek) maka bacalah nan kau anggap mudah.”
Islam terus berkembang luas ke seluruh penjuru dunia, dan masanya pun semakin jauh meninggalkan zaman kenabian. Dalam perjalanannya tentu saja melahirkan berbagai permasalahan-permasalahan. Tidak terkecuali permasalahan ke-Al quran-an.
Salah satu permasalahan paling fundamental nan berkaitan dengan Al quran ialah masalah bacaan (dialek). Bahkan pada zaman Rasulullah pun permasalahan ini sempat menimbulkan ketegangan di antara para sahabat.
Kriteria dan ketentuan bacaan Al quran nan diakui
Perbedaan dialek ini sangat berpotensi menimbulkan perpecahan dan kekacauan dalam tubuh ummat sebab kurangnya pemahaman terhadap fenomena ini. Para ulama serta pengahafal Al quran cepat menangkap isyarat tersebut dan segera mengambil tindakan konkret buat menyelamatkan kemurnian Al quran.
Mereka segera melakukan penelitian buat menguji teknik bacaan Al-quran nan dibawa oleh orang-orang nan mengaku bahwa ayat-ayat Al quran nan dibawanya dengan dialek eksklusif tersebut bersumber dari Rasulullah saw. Penelitian tersebut dilakukan dari segi sanad dan qiraat dengan menggunakan kriteria dan ketentuan nan disepakati oleh ulama Islam.
Adapun kriteria dan ketentuan tersebut ialah sebagai berikut:
* Sanadnya harus shahih.
Maksudnya bacaan Al Quran tersebut bersumber dari guru-guru nan jelas, tertib, tak stigma dan memiliki sanad nan kontiniu hingga sampai kepada Rasulullah saw.
* Sinkron dengan khath/rasam ustmani
Yaitu metode nan disepakati dalam penulisan Al quran semenjak zaman khalifah Ustman bin affan. Metode ini dinamakan dengan ‘Ar-Rasmul Ustmani Lil Mushaf’, yaitu dengan menisbatkan kepada Ustman.
* Sinkron dengan kaidah tata bahasa arab
Enam strata bacaan Al quran
Berdasarkan penelitian nan berlandaskan kriteria-kriteria nan telah disepakati oleh para ulama di atas, maka ditetapkan bahwa bacaan Al quran itu ada enam tingkatan:
1. Mutawatir.
Ini ialah strata paling tinggi dan diakui oleh para ulama Al quran dan ulama hukum islam lainnya sebagai bacaan Al quran nan sah. Bacaan ini diriwayatkan oleh sejumlah perawi nan sangat banyak, terpercaya, tak memiliki stigma dan memiliki sanad nan kontiniu hingga sampai kepada Rasulullah saw.
2. Masyur.
Sanad bacaan Al quran itu shahih namun jumlah perawinya mencapai jumlah mutawatir. Strata ini juga diakui sebagai bacaan nan sah.
3. Ahad
Bacaan ini banyak menyalahi kaidah tata bahasa atau rasam ustmani namun ia memiliki sanad nan shahih. Para ulama sepakat bahwa strata bacaan ini tak wajib diakui sebagai bacaan nan sah.
4. Syadz
Bacaan ini tak memiliki sanad nan shahih, banyak menyalahi tata bahasa dan rasam ustmani sehingga tak diakui sebagai bacaan Al quran nan sah.
5. Mudraj
Bacaan ini tak diakui sebagai bacaan al quran nan sah, sebab mengandung kalimat tambahan terhadap ayat-ayat Al quran.
6. Marudlu’
Tingkatan ini sangat menyimpang jauh dari kebenaran Al quran nan diajarkan oleh Rasulullah saw. Oleh sebab itu bacaan ini tak diakui sebagai bacaan nan sah.
Tujuh macam bacaan al quran nan diakui
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa bacaan nan memenuhi syarat dan kriteria mutawatir serta disepakti oleh para ulama hanya ada tujuh macam bacaan. Bacaan ini dsimbolkan dengan ‘nama’ para pakar Al quran nan mempopulerkannya, yaitu:
1. Qiraat Nafi’
Dipopulerkan oleh Nafi’ bin Abdurrahman bin Abi Nuaim al-Laitsy. Perawinya nan terkenal adalah Qalun dan Warsy.
2. Qiraat Ibnu Katsir
Dipopulerkan oleh Abdullah bin Katsir. Perawinya nan terkenal adalah Qunbul dan al-Bazzi.
3. Qiraat Abu Amer
Dipopulerkan oleh Abu Amr bin ‘Alla’, perawinya yaitu Ad-Duri dan As-Susi.
4. Qiraat Ibnu Amir
Dipopulerkan oleh Abdullah bin Amir dan perawinya nan terkenal yaitu Ibnu Zakwan dan Hisyam.
5. Qiraat Ashim
Dipopulerkan oleh Ashim bin Abi Nujuud. Perawinya nan cukup terkenal ialah Syu’bah atau Abu Bakar dan Hafs bin Sulaiman.
6. Qiraat Kisa’i
Dipopulerkan oleh Ali bin Hamzah al-Kisa’i. Perawinya adalah Hafs bin Umar (ad-Duri) dan al-Laitsy bin Khalid.
7. Qiraat Hamzah
Dipopulerkan oleh Hamzah bin Hubeib dan perawinya adalah Khallaf bin Hisyam dan Khallad bin Khallid.
Tujuh Qiraat ini sangat populer di kalangan pakar quran dengan sebutan “Qiraat Sab’ah” (Qiraat tujuh). Sampai saat ini diakui sebagai qiraat nan memiliki derajat mutawatir dan sinkron dengan ajaran Rasulullah Saw.