Sejarah Jakarta – Transjakarta, Solusi Stagnasi nan Tidak Efektif
Daerah Spesifik Ibu kota Jakarta atau biasa singkat DKI Jakarta ialah pusat pemerintahan sekaligus ibu kota Indonesia. Sejarah Jakarta dimulai sebelum 1527 dengan nama Sunda Kelapa. Kemudian, sejarah Jakarta dalam penyebutannya berubah menjadi Jayakarta pada 1527-1619. Sejarah Jakarta pun kembali berubah dengan penyebutannya berubah kembali menjadi Batavia pada 1619-1942).
Penamaan pun kembali berubah, dari Batavia menjadi Djakarta pada 1942-1972. Selanjutnya, sejarah Jakarta dalam hal penamaan pun kembali berubah, dari Djakarta menjadi Jakarta (1972-sekarang).
Sejarah Jakarta pun tercatat dalam hal jumlah populasi nan menempati suatu wilayah. Sampai sekarang, penduduk Jakarta hampir mencapai 10.000.000 jiwa. Sebuah jumlah nan fantastik dalam sejarah Jakarta. Jakarta disebut juga Kota Metropolitan sebab segala kegiatan mulai dari ekonomi sampai politik hampir semuanya terpusat di Jakarta.
Secara etimologi, sejarah Jakarta dalam hal penamaan menggunakan kata “Jakarta” dimulai sejak zaman penjajahan Jepang pada 1942. Dalam sejarah Jakarta, penamaan “Jakarta” merujuk pada kependekan dari nama Jayakarta. Ya, nama Jayakarta pernah mewarnai sejarah nama Kota Jakarta.
Sejarah Jakarta dari Masa ke Masa
Sejarah Jakarta dimulai dengan nama Sunda Kelapa. Nama Sunda Kelapa dalam sejarah Jakarta dikenal sebagi nama pelabuhan Kerajaan Sunda. Sunda Kelapa ini terletak di muara Sungai Ciliwung. Dulunya, Sunda Kelapa merupakan ibu kota dari Kerajaan Sunda, yaitu Kerajaan Pajajaran.
Dalam perkembangan sejarah Jakarta, nama Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan nan dimiliki oleh Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, pelabuhan Pontang, pelabuhan Cigede, pelabuhan Tamgara, dan Pelabuhan Cimanuk.
Pada abad ke-12, Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan sebuah pelabuhan nan sibuk dalam hal perdagangan rempah-rempah, khususnya lada. Berbagai kapal asing dari bebagai Negara, seperti Tiongkok, India, dan Timur Tengah berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa dengan membawa barang dagangan beupa porselen, sutra, kopi, kain, dan barang dagangan lainya.
Barang dagangan nan dibawa oleh kapal dagang asing ini buat ditukar dengan rempah-rempah nan menjadi barang komoditas bisnis nan menggiurkan.Dalam sejarah Jakarta, Sunda kelapa merupakan asal muasal Kota Jakarta sekarang ini.
Pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, Pelabuhan Sunda Kelapa sukses dikuasai oleh bangsa portugis. Saat itu, bangsa Portugis sedang melakukan perluasan ke segala penjuru Asia, temasuk Indonesia. kekuasaan bangsa Portugis di Sunda Kelapa pun berakhir ketika Fatahillah menyerbu dan merebut Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527.
Dalam sejarah Jakarta, tanggal perebutan nan dilakukan Fatahillah pun dijadikan hari jadi Kota Jakarta. Setelah direbut, nama Sunda Kelapa pun berubah menjadi Jayakarta. Dalam sejarah Jakarta, nama “Jayakarta” memiliki arti sebagai kota kemenangan atau kota kejayaan.
Dalam pekembangan sejarah Jakarta , Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami perkembangan mulai dari masa Hindu-Budha, masa Islam, masa kolonialisme Belanda, dan masa sekarang. Dalam sejarah Jakarta, Pelabuhan Sunda Kelapa sukses dikuasai oleh Belanda melalui kongsi dagangnya nan bernama VOC ( Vereenigde Oostindische Compagnie ).
VOC sukses menduduki Pelabuhan Sunda Kelapa pada 30 Mei 1619.Dalam sejarah Jakarta, perebutan Pelabuhan Sunda Kelapa oleh VOC ini dikomandoi oleh Jan Pieterszoon Coen. Setelah VOC berkuasa, penamaan Jayakarta pun berubah menjadi Batavia.
Pada abad ke-19, Pelabuhan Sunda Kelapa sudah mulai kehilangan pamornya. Pelabuhan Sunda Kelapa sudah tak seramai dulu lagi. Hal ini disebabkan pendangkalan nan terjadi di Pelabuhan Sunda Kelapa. Pendangkalan ini mengakibatkan kapal-kapal asing tak bisa berlabuh. Saat ini, Pelabuhan Sunda Kelapa direncanakan akan dijadikan objek wisata sejarah Jakarta. Hal ini bertujuan buat mengenalkan sejarah Jakarta kepada generasi penerus bangsa Indonesia.
Sejarah Jakarta berlanjut ketika penjajah Jepang sukses menduduki Batavia ketika Belanda diberitakan menyerah pada Perang Global II. Penjajah Jepang mengambil alih kekuasaan Batavia dari Belanda pada 1942. Pengambilalihan Batavia oleh Jepang diikuti dengan penggantian nama. Sejarah Jakarta mencatat, Jepang mengganti nama Batavia menjadi Djakarta.
Sejarah Jakarta mencatat, dulunya sebelum 1959, Jakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya, pada 1959, status kota Jakarta berubah menjadi kota nan dipimpin oleh seorang gubernur dari nan asalnya dipimpin oleh seorang walikota. Sejarah Jakarta mencatat, gubernur pertama nan memimpin Jakarta ialah Soemarno Sosroatmodjo. Selanjutnya, sejarah Jakarta pun berubah kembali. Stastus Jakarta diubah menjadi Daerah Spesifik Ibukota pada 1961.
Sejarah Jakarta mencatat, sejak dinyatakan sebagai ibukota Indonesia, pertumbuhan penduduk Jakarta melonjak pesat. Hal ini diakibat melonjaknya kebutuhan pekerja pemerintahan nan hampir seluruhnya terpusat di Jakarta. Dalam jangka waktu 5 tahun, penduduk Jakarta menjadi dua kali lipatnya. Berbagai daerah pemukiman pun bermunculan, seperti Kebayoran Baru, Pulo Mas, Tebet, Cempaka Putih, dan Pejompongan.
Pada masa pemerintahan Presiden Sukarno, sejarah Jakarta mencatat dibangunnya beberapa proyek besar, seperti pembangunan Stadion Gelora Bung Karno, Monumen Nasional (Monas), dan Masjid Istiqlal. Pada masa Pemerintahan Sukarno pun dikembangan pusat bisnis di kawasan Thamrin-Sudirman. Sejarah Jakarta pun mencatat bahwa Jakarta menjadi saksi bisu peristiwa Mei 1998.
Pada peritiwa itu, sejarah Jakarta mencatat kerusuhan nan menelan korban etnis Tionghoa dan kerusuhan antara mahasiswa dan aparat. Demo skala besar mahasiswa dan aktivis reformasi sukses mencatatkan sejarah Jakarta sebagai saksi bisu lengsernya presiden Suharto.
Sejarah Jakarta dalam Hal Budaya
Sejarah Jakarta mencatat, begitu banyak budaya nan berakulturasi di ibu kota Indonesia ini. Akulturasi budaya Jakarta ini terjadi sebab banyaknya budaya dari etnis nan mendiami Kota Jakarta. Sejarah Jakarta mencatat banyaknya etnis nan mendiami Jakarta sudah terjadi sejak zaman Belanda. Budaya orisinil Jakarta sendiri ialah budaya betawi.
Budaya betawi merupakan budaya orisinil suku Betawi.Selain suku orisinil Betawi, sejarah Jakarta pun mencatat Suku Jawa, Batak, Minang, Sunda, dan Bugis mendiami Kota Metropolitan Jakarta.
Sejarah Jakarta – Transjakarta, Solusi Stagnasi nan Tidak Efektif
Dari dulu hingga sekarang, sejarah Jakarta mencatat bahwa masalah stagnasi merupakan salah satu maslah di ibu kota Jakarta nan sulit buat dipecahkan, selain masalah banjir, kepadatan penduduk, dan polusi. Spesifik buat masalah transportasi dan kemacetan, pada 2004, Jakarta melakukan terobosan dengan meluncurkan wahana transportasi massal, yaitu Transjakarta atau Busway.
Sejarah Jakarta mencatat, peluncuran Transjakarta atau Busway ini dilakukan saat Bang Yos atau Sutiyoso menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. Tujuan diluncurkannya Transjakarta ini bertujuan buat memecahkan masalah stagnasi di Jakarta nan sudah kronis.
Dengan diluncurkannya Busway atau Transjakarta ini diharapkan pengguna kendaraan roda empat maupun roda dua beralih menggunakan Busway ini. Namun, solusi ini tak berjalan efektik sebab stagnasi tetap saja terjadi dan cenderung bertambah parah.
Sebenarnya, selain Busway, sejarah Jakarta mencatat KRL merupakan wahana transportasi massal. Namun, keberadaan KRL sebagai wahana transportasi massal nan ada di Jakarta tak berfungsi dengan baik buat pemecah stagnasi di Kota Jakarta.
Selain Busway dan KRL, sebenarnya saat dipimpin oleh Gubernur Sutiyoso, Jakarta berencana buat membangun wahana transportasi massal nan dinamakan Monorel. Namun lagi-lagi, planning pembangunan rel sebagai fasilitas Monorel tak terlaksana dampak terbentur huma dan aspek-aspek lainnya nan tak didiketahui secara jelas.
Itulah rekam jejak sejarah Jakarta dari masa ke masa. Rekam jejak sejarah Jakarta dari sejarah perkembangan kota hingga sejarah masalah kepedudukan, banjir, dan stagnasi nan menghantui Kota Jakarta.