Etika dan Profesionalitas

Etika dan Profesionalitas

Etika tak akan mengikat. Etika adalah petunjuk salah benar. Pantas dan tak pantas. Etika jadi guidance dalam budaya. Demikian pula dalam bidang kehumasan. Etika kehumasan tak akan tertulis baku. Etika tak bersifat formal dan kaku. Etika kehumasan menjalin rekanan dengan masyarakat dan akan berinteraksi dengan ragam kultur.

Setiap kultur memiliki karakter masing-masing. Mengapa etika kehumasan menjadi penting? Menilik ke anggaran sah humas tak akan ada nan mengatur demikian. Hanya etika nan membeberkan hal demikian.



Kasus Etika Kehumasan

Sebelum membahas poin inti tentang etika kehumasan, berikut ini dikaji kasus-kasus nan menyangkut etika kehumasan.

Kasus blacklist Indomie . Ketika mie sejuta umat ini dicekal di Taiwan, masyarakat panik. Namun, secara legowo, direktur PT Indofood menyebutkan bahwa mengonsumsi mie instan secara hiperbola tak baik. Perhatikan komentar Francis Weliran ini. Presiden direktur ini mengakui mie instan memiliki imbas samping buruk. Etika buat berlaku jujur.

Bencana Mentawai. Kehumasan tak melulu sekadar perusahaan, tetapi organisasi semacam DPR. Ketika tsunami menghantam Mentawai, Ketua DPR, Marzuki Alie, mengeluarkan pernyataan kontroversial. Bagi penduduk nan berada di Mentawai, hal itu ialah risiko. Relokasi ialah pilihan. Wow, sontak saja publik dibuat kaget. Esoknya, Marzuki Alie jadi target tembak media dan masyarakat. Perhatikan komentar Marzuki Alie. Tidak mempunyai rasa simpatik.

Pemukulan wartawan SCTV. Bank Indonesia tak lepas dari kasus etika kehumasan. Saat wartawan SCTV berniat meliput, bukan warta nan didapat. Justru bogem mentah dari penjaga keamanan. Aliansi wartawan langsung bereaksi keras, menuding otoritas ekonomi tersebut tak dapat menghargai profesi wartawan. Selang beberapa hari, Boediono, gubernur BI kala itu, meminta pengusutan tuntas atas kasus tersebut. Perhatikan siapa nan memberi komentar pada publik. Langsung dari top management . Hal ini buat mencitrakan keseriusan mengatasi persoalan.



Etika Kehumasan

Apa, siapa, dan bagaiamana etika kehumasan itu?

Adaptasi. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Etika kehumasan harus selalu menyelaraskan diri dengan kultur nan sedang dihadapi. Adaptasi tersebut berarti menyesuaikan diri dengan kebiasaan nan berlaku.

Responsif. Kehumasan akan jadi target tembak dari kemarahan atau ketidakpuasan. Sikap responsif akan menanggulangi sikap negatif berlebihan. Kehumasan harus berpikir out of the box . Keluar dari kotak formal nan mengungkung.

Simpatik. Tidak ada nan melarang kehumasan dipegang oleh orang nan kaku. Namun, apa jadinya ketika harus menghadapi publik nan sensitif? Simpatik dapat berasal dari pemilihan kata, gestur, dan mimik paras nan teduh..



Etika dan Profesionalitas

Profesionalisme berarti memiliki hak jenis sikap dan banyak dibahas dalam konteks dengan loka kerja. Jadi pada awal artikel, mari kita bahas ini istilah nan luas dan krusial - profesionalisme. Apa benar-benar berarti ketika kita mendengar seseorang mengatakan 'dia ialah seorang profesional menyeluruh'. Profesionalisme mencakup segala sesuatu dari nan tepat sikap buat menjadi paripurna dalam hal-hal sekunder seperti gaya berpakaian, perawatan dan perilaku.

Setiap organisasi mencari petugas PR dengan sikap nan tepat sebab mereka membawa bersama mereka semangat nan positif dan juga merupakan aset bagi organisasi.

Di sisi lain, PR nan tak profesional lebih atau kurang semacam beban organisasi. Unprofessionalism mempengaruhi kemajuan baik individu, dan organisasi. Belum lagi apabila bicara tentang etika nan mestinya di jalankan, walau terkadang dari sisi ini, antara etika humas dan profesionalitas sering bertabrakan.

Karena, apakah mungkin menjadi humas nan sukses dan profesional sekaligus memegang teguh etika. Tentunya Anda di nilai oleh pengawasan buat serba sempurna, namun juga dapat menjaga marwah dan paras perusahaan tanpa melanggar etika kerja.



Pengaruh Ketidakprofesionalan

Unprofessionalism PR mempengaruhi kerja individu. Perhatikan contoh seorang petugas PR nan membuang-buang waktu chit mengobrol dengan pekerja lain dan menciptakan gangguan di loka kerja. Ini ialah contoh paling tinggi dari sikap tak profesional nan dikaitkan dengan banyak petugas PR dari unit.

Ini mempengaruhi kerja semua pekerja sebab mengganggu kedamaian di loka kerja. Tidak mengikuti timing perusahaan diharapkan dan panduan juga merupakan tanda kurangnya profesionalisme.

Berkaitan dengan bekerja itu dapat apa saja seperti tak tulus dan berkomitmen terhadap pekerjaan dan tugas nan diberikan. Lebih dari tanda-tanda tak profesional telah dibahas pada akhir artikel.

Pada intinya, organisasi apapun tak akan mentoleransi sikap ini dalam petugas PR apalagi dan itu akan meningkatkan peluang petugas PR dipecat dari pekerjaan. Menjadi profesional juga bukan demi menghambat pola pikir individu demi keberhasilan kerja PR dengan melanggar etika.

Konsistensi PR memang terlihat dari hasil dibanding dari sisi etis atau tidak. Dan dari sudut pandang mempertahankan imej perusahaan ke masa depan, maka ini bukanlah profesionalitas.

Ditambah perlunya ada disiplin diri. Konduite ini sehingga berfungsi buat kepentingan pertumbuhan petugas PR dalam perusahaan dan sehingga petugas PR harus mencoba buat menumbuhkan disiplin dan organisasi dalam kehidupan kerja mereka.

Hal itu disebutkan dalam paragraf sebelumnya bahwa petugas PR nan memiliki keterampilan organisasi dan sikap nan sahih ialah beban bagi organisasi. Jika mayoritas petugas PR tak berperilaku dengan cara nan diinginkan atau egois, akan membahayakan kemajuan dan gambaran perusahaan mereka. Petugas PR tak profesional berkontribusi kurang dalam hal ini secara tak langsung akan

membahayakan kapasitas meraup laba perusahaan.

Akan ada evaluasi tentang organisasi jika semua petugas PR nan mendapatkan tugas internal relation di dalamnya tak disiplin dan sama-sama tak berkontribusi. Maka Anda melihat, konduite ini tak ada gunanya bagi perusahaan serta individu nan terlibat di dalamnya.



Tanda-tanda Ketidakprofesionalan

Profesionalisme ialah sesuatu nan kita pelajari saat kita dinamis dalam karir kami. Kebanyakan jelas mahasiswa merasa sulit buat mengembangkan sikap nan benar. Kami telah dibahas di bawah ini beberapa tanda-tanda generik nan berkaitan dengan konduite tak profesional.

  1. Petugas PR tak mengikuti disiplin selama jam kerja ialah salah satu dari tanda-tanda generik unprofessionalism. Ini termasuk menghabiskan berjam-jam berbicara di ponsel atau di dekat pendingin air dengan rekan-rekan, dan bergosip tentang orang lain di loka kerja.
  2. Tidak bekerja keras buat mencapai sasaran nan telah ditetapkan juga merupakan contoh konduite tak profesional. Hal ini sering merupakan hasil dari tanda pertama.
  3. Mengganggu pekerja lainnya, terlibat dalam rekaan tentang orang lain, melakukan kerusakan pada pekerjaan orang lain, dan seseorang tak perlu mengganggu di kantor juga menyumbang kurangnya sikap profesional.
  4. Perilaku kasar dengan klien atau rekan kerja, kehilangan kesabaran (tidak boleh ada PR nan hilang kesabaran), efeknya orang lain dalam tim dengan mudah akan memulai keengganan buat bekerja dalam tim juga merupakan indikator kurangnya profesionalisme di loka kerja.
  5. Membahas terlalu banyak tentang kehidupan pribadi dengan rekan-rekan selama jam kerja juga tak diharapkan dari petugas PR walau alasannya demi internal relation. Hal ini juga bisa menjelaskan menyebarkan hal negatif di lingkungan kerja, kecuali itu bagian dari assesment tugas.

Tidak ada organisasi ingin merekrut petugas PR tak profesional dan mengabaikan etika kehumasan. Ini ialah tanggung jawab petugas PR buat memahami dan melakukan dengan baik pekerjaan nan diharapkan darinya.