Partai Golkar - Bukan Partai Orba
Mencermati Partai Golkar , bagaikan me- review suatu film klasik. Me- review sesuatu nan memberikan impact kepada generasi nan lebih tua, nan lebih lama hayati dari kita. Walau sejatinya Partai Golkar merupakan partai kader, nan syahdan isinya selalu di- update oleh wajah-wajah segar para politisi.
Partai Golkar tetaplah partai klasik, dosa-dosa kepartaiannya pun ikut menjadi dosa klasik. Ini ialah contoh partai nan telah melakukan shape pada Indonesia, sebagaimana saat ini kita menyaksikannya. Ketidakpastian sosial, korupsi nan merajalela, highcost democracy , dan segala macam dosa sosial nan setidaknya masih dihinggapi oleh generasi muda penerus bangsa ini.
Partai politik di Indonesia (termasuk Partai Golkar) memang meneruskan tradisi nan baru hadir di tengah-tengah. Terdapat putus sejarah dalam perkembangan politik Indonesia. Betapa masih segar aroma kemerdekaan Indonesia setelah di jajah oleh Belanda, para politisinya sudah sekawakan mereka nan tengah hayati di negara maju dan merasa bahwa Indonesia itu lebih sejahtera dari AS, atau Inggris.
Partai politik peserta pemilu 1955 (termasuk Partai Golkar), pemilu pertama nan syahdan paling demokratis kebanyakan merupakan partai oldcrack nan sudah eksis sebelum Indonesia merdeka. Mereka membawakan gagasan revolusi buat mencari bentuk Indonesia sejati. Entah NU, Masyumi, PNI, Murba, PKI, PSI, Parkindo, aroma para pejuang nasionalis masih tampak di antara mereka nan duduk sebagai wakil rakyat.
Mereka (salah satunya tokoh Partai Golkar) ialah para pejuang, setidaknya pernah ikutan dalam revolusi fisik. Mereka ialah veteran perang, veteran diplomasi melawan segala macam penindasan bangsa asing kepada bangsa sendiri. UUD negara ini mereka nan bikin, segala macam kelengkapan hukum di negara ini mereka juga nan meletakkan dasarnya. Mereka ialah pencipta NKRI.
Lalu tibalah masa itu. Revolusi politik Indonesia 60-an nan menjadi tonggak awal berdirinya partai-partai seperti Partai Golkar. Global pun sama sedang bergejolaknya. Perang dingin. Gerakan Hipies. The Beatles, Narkoba, Aids, krisis Nuklir, jika Anda seorang wartawan di masa itu. Anda kan menjadi wartawan matang dengan kemampuan jurnalisme pada puncaknya nan tertinggi. Ketika Anda seorang politisi di masa itu, Anda hanya punya dua kemungkinan: Mundur atau mati.
Banyak nan memilih mati. Mereka (tokoh Partai Golkar) idealis, mengeksekusi ide merevolusi Indonesia dengan kapital kekerasan pula. Habis-habisan. Muncul sebagai pemenang dalam perang politisi itu, ialah kelompok baru: militer, Politisi murni, para negarawan masuk ke rumah pensiun dini dengan pengawalan panser, sisanya berakhir di regu tembak. Untuk mengisi kekosongan itu, naiklah anak muda idealis dari kampus.
Anak muda kelahiran tahun 40, sampai anak muda kelahiran tahun 50 niscaya mengenal kejayaan Partai Golkar. Usia mereka dalam rentang 30-40 tahun pada masa orde baru menampakkan rohnya. Pengalaman politik mereka serba implan. Kerangka Indonesia baru dirumuskan. Indonesia tak lagi menjadi bagian nan heroik dari revolusi dunia. Indonesia ingin nyaman. Ingin makan, dan ingin membangun.
Cita-cita ideal nan masuk di akal. Karena UUD 45 itu terlampau hebat dan mendekatkan diri pada revolusi, maka dibuatlah tafsiran nan syah, tafsiran nan lebih soft dan mendukung adanya kestabilan politik. Demikian pula demi rumus itu. Di untuk pula semacam golongan nan harus dimenangkan di setiap pemilu demi kestablian politik apapun ongkosnya. Golongan itu bernama Golongan Karya nan dikenal dengan nama Partai Golkar.
Pengisi dari golongan karya ( Partai Golkar ) ialah campuran sipil dan militer. Partai ini memiliki semacam jalur-jalur terntentu, militer dapat mengakses kekuasaan politik dalam instalment komando. Dan para sipil ialah bagian dari mata rantai komando nan terpercaya. Sipil militer dalam satu mangkuk. Ibarat keberadaan gula nan mewakili sipil dan cabai nan mewakili militer dalam sebentuk sambal bajak. Tak ada rasa gula nan ada hanya pedas.
Demi kesan demokrasi, partai politik lama dipulihkan, tapi harus mau ikutan anggaran main nan dicetuskan oleh militer. Yakni penyederhanaan partai. Partai itu berfusi menjadi partai nan sama sekali baru dan tak mencerminkan jatidiri aslinya, mereka bahkan tampak seperti semacam papan reklame dari peradaban pra kemerdekaan, dibiarkan kosong, garing melompong, tanpa ada isi, seperti melihat sampul buku di masa lalu, begitulah adanya, PDI dan lantas PPP, merupakan pelipur lara dari sistem demokrasi satu partai nan digunakan Indonesia selain Partai Golkar.
Partai Golkar ialah pemenang kontes politik nan diinstalkan di orde baru. Menjadi mesin politik primer orde baru. Apapun nan Partai Golkar lakukan semua berakibat luar biasa bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di republik ini. Walau semua orang tetap melihat Presiden Soeharto nan sejatinya berkuasa di atas puncak piramide, dan Partai Golkar digambarkan sebagai piramide taraf kedua setelah puncak.
Pandangan itu salah besar. Partai Golkar itu terdiri dari banyak kepala, tetumbuhan pemangsa nan dapat saja melahap pemberi makannya. Gelagat ABS, asal bapak bahagia dari Partai Golkar kepada pembina-nya sang presiden, mulai terlihat tak konsisten pada saat kekuasaan orde baru menginjak dasawarsa ketiga.
Gelagat lainnya ialah konsentrasi sipil nan memenuhi ruang Partai Golkar. Sehingga Partai Golkar tak lagi khas. Kehilangan karakteristik khas dan lebih tampak murni sebagai partai. Ini dikarenakan proses regenerasi pula. Militer kebanyakan lebih tertarik menjadi kepala daerah, menjadi eksekutif dibandingkan wakil rakyat dengan demikian menajamkan diri di partai.
Akhirnya Partai Golkar pada era 90-an diisi oleh golongan mahasiswa nan dahulu begitu kritis bahkan kepada kekuasaan Orba. Mereka nan di unsur KNPI golongan muda mengirimkan jagoannya. Semisal Ferry Mursyidan Baldan, Yahya Zaini, Ade Komaruddin, Slamet Effendy Yusuf ke dalam jajaran baru di parlemen. Mereka ialah full time politisi. Tidak terbawa obligasi pada pendiri orde baru. Para impostor nan tetap bermain catur hingga titik Soeharto jatuh pada 1998.
Partai Golkar - Bukan Partai Orba
Dan merekalah peletak primer sendi dari Partai Golkar. Ketika Golkar jatuh saat reformasi 98, ada nan memberi asumsi bahwa Golkar habis. Partai Golkar sudah tamat riwayatnya. Partai Golkar ialah mesin politik penuh darah. Dan wajib dihujat, dihabisi, dibubarkan, dan segala macam reaksi lainnya berdasarkan perasaan euphoria terbebas dari rezim pemimpin nan mencengkeram lama.
Hal nan mereka tak mengerti, bahkan para pengamat politik di masa itu, suatu hype , suatu perasaan hiperbolis tentang situasi tak bernilai apa-apa di dalam politik. Politik itu mengenai keberlangsungan dan kesempatan nan sama di mata hukum. Mesin politik Partai Golkar masih hidup, bahkan dengan tamatnya Soeharto malah memasuki babakan baru.
Bukan sebab cabang dan ranting masih terisi SDM, walau hal semacam itu pun dapat dihitungi sebagai faktor. Melainkan sebab proses nan digulirkan sebagai reformasi, ialah proses memberikan akuarium nan baru pada ikan nan sudah malas berenang. Ikan itu bernama golkar. Mereka berubah menjadi Partai Golkar, semakin lincah semakin mencengkeramkan kukunya kuat-kuat.
Saat ini Partai Golkar belasan tahun lewat dari reformasi, bukan lagi partai Orba. Bukan lagi mesin politik orba. Ternyata mereka tak menyusu dari Orba, tak dibesarkan oleh Orba. Sebaliknya. Orba lah nan menyusu pada Partai Golkar, dan Orba lah nan diasuh oleh Partai Golkar. Sederhana, sebab gagasan tentang keberadaan satu partai pertengahan.
Tidak merujuk ke arah kanan atau kiri. Adalah gagasan berbahaya nan pernah di untuk dalam global politik, sebab sifat abadi dan permanen nan muncul darinya. Pemikir politik telah mengisahkan karakteristik partai semacam Partai Golkar ini tak muncul dari tradisi kepemimpinan nan mengakar di bawah, tapi muncul dari ploting, dramaturgi pengkhianatan dan kohesfitas kelompok, murni trik politisi dengan sumber daya nan mereka miliki.
Siapapun penggagas Partai Golkar, dia telah membuka suatu kotak pandora dengan kekuatan misterius nan lebih mengerikan dari kotak pandora sendiri. Gagasan pertengahan. Oportunis sejati, bunglon dari segala zaman. Dibenci dirindukan, dikecam dibutuhkan. Tapi bukan berarti tak ada pelipurnya. Satu hal saja resep buat bangsa ini. Arahkan Partai Golkar ke jalan nan benar!