Kode Etik Jurnalistik PWI - Kepribadian dan Integritas
Pers memang forum nan tak boleh diintervensi oleh pihak manapun. Tapi sayangnya tak banyak nan tahu bahwa sebenarnya pers juga memiliki batasan-batasan eksklusif dalam melakukan tugasnya. Batasan para jurnalis tersebut dituliskan dalam kode etik Jurnalistik.
Kode etik Jurnalistik dibuat agar pers tak melewati batas dalam menyampaikan Informasi. Jika ada nan melenceng, Dewan Pers akan melakukan sidang dan bisa-bisa membredel. Kode etik pun berbeda-beda. Ada Kode etik nan dirancang oleh AJI (Aliansi Jurnalis Independen) dan ada juga kode etik jurnalistik PWI (Persatuan Wartawan Indonesia).
Berikut Kode Etik Jurnalistik Versi PWI:
- Wartawan harus beriman dan bertakwa kepada Tuhan nan Maha Esa, berjiwa Pancasila dan taat kepada undang-undang dasar negara RI.
- Wartawan harus bertanggung jawab dan bijaksana dalam memilih dan menyiarkan karya Jurnalistik agar orang-orang nan terkait tak merasa tersinggung. Apalagi jika ini bisa membahayakan keselamatan bangsa dan menyangkut SARA.
- Wartawan hahrus dapat mempertanggungjawabkan karya jurnalistiknya. Tidak memutarbalikkan fakta. Selain itu, wartawan juga tak diperkenankan buat menyiarkan karya jurnalistik nan sifatnya fitnah, sadis, cabul.
- Wartawan dilarang menerima imbalan dari seseorang, atau instansi pemerintah terkait dengan pemeberitaannya. Ia tak boleh dibayar buat menulis warta sinkron dengan nan diinginkan oleh narasumber.
- Wartawan harus menyajian warta secara berimbang dan adil. Ia harus mengedepankan kecermatan. Selain itu, wartawan juga tak boleh mencampuradukkan anatara fakta dan opini. Jika tulisan ini bentuknya opini, harus dituliskan dengan jelas nama penulisnya.
- Wartawan menjunjung tinggi privasi narasumber. Ia tak boleh menyiarkan karya jurnalistik nan merugikan nama baik seseorang. Kecuali ini menyangkut kepentingan umum.
- Pemberitaan harus dapat membangun masyarakat ke arah nan lebih baik. Ia tak boleh merendahkan harkat dan prestise seseorang. Kecuali apa nan dilakukan orang itu mempunyai akibat negatif bagi masyarakat.
- Dalam pemberitaan nan sifatnya susila, wartawan dilarang merugikan pihak korban dengan cara apapun.
- Wartawan harus selalu memperkenalkan diri terhadap narasumber bahwa ia ialah seorang wartawan. Ia juga harus meminta secara sopan buat memperoleh bahan-bahan kegiatan jurnalistiknya.
- Wartawan harus dengan pencerahan sendiri melakukan pembetulan ketika ada pemberitaan nan sifatnya tak akurat. Pembetulan ini juga harus dilakukan dengan cepat. Selain itu, wartawan harus memberikan kesempatan bagi narasumber buat memakai hak jawab.
Sepuluh kode etik ini merupakan harga wafat nan harus dilakukan oleh para jurnalis nan tergabung dalam PWI. Sebenarnya banyak beberapa media nan sudah tak lagi mengindahkan masalah kode etik ini dalam mengerjakan kegiatan jurnalistiknya.
Untuk itu, diperlukan kontrol dari masyarakat agar semua siaran jurnalistik Indonesia bermutu dan sinkron dengan kode etik jurnalistik. Segera laporkan jika menurut masyarakat ada media nan melenceng. Jangan hanya menerima, mari mengkritisi!
Bermanfatkah Kode Etik Jurnalistik PWI bagi Publik?
Tahukah Anda kode etik jurnalistik PWI ? Sebelum membahas kode etik jurnalistik PWI, penulis akan membahas sedikit mengenai kebebbasan pers. Lebih dari 30 tahun terkungkung oleh rezim otoriter nan bersikap represif terhadap kebebasan menyiarkan dan mengakses informasi, menyebabkan terbukanya keran kebebasan sebagai salah satu dari 'bonus' reformasi dipandang oleh masyarakat sebagai sebuah keniscayaan
Satu hal nan sangat menarik ialah adanya gejala sangat kuatnya sikap reaktif masyarakat terhadap 'sistem lama' ketimbang antisipatif terhadap masalah-masalah nan mungkin timbul dalam 'sistem baru'.
Artinya, masyarakat lebih kuat bereaksi terhadap kontrol negara nan sangat ketat terhadap informasi dan opini di masa lalu ketimbang kemungkinan terjadinya penguasaan informasi dan opini oleh sekelompok orang (baca: pemodal dan atau kerja sama antara pengusaha dengan oknum penguasa) nan mungkin terjadi.
Akibatnya, kita barangkali bisa merasakan bahwa saat ini kita terjebak ke dalam suasana euforia nan melahirkan paradoks, yaitu kebebasan itu ternyata menjadi sesuatu nan sangat mengikat.
Berlindung pada slogan kebebasan pers, media dengan enteng memberitakan berbagai informasi nan sebetulnya kurang layak dan tak dibutuhkan publik. Wartawan, kurang memperhatikan keakuratan warta dan tak cermat memilih sumber warta nan layak dipercaya.
Prinsip cover both side pun sering terabaikan. Apalagi, di tengah menjamurnya perusahaan media pascareformasi nan menyebabkan persaingan antarmedia menjadi sangat ketat.
Dalam konteks inilah, menjadi sangat krusial bagi kita buat secara kritis melihat keterkaitan antara cara kerja wartawan, kode etik jurnalistik PWI , dan kepentingan publik.
Kode Etik Jurnalistik PWI
Pada dasarnya, semua wartawan Indonesia sangat menjunjung tinggi konstitusi, menegakkan kemerdekaan pers nan bertganggung jawab, mangikuti norma-norma preofesi wartawan, dan meningkatkan kesejahteraan umum. Selain itu, juga ikut serta memperjuangkan ketertiban global nan berdasar pada kemerdekaan, perdamaian abadi, serta keadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Atas dasar-dasar tersebut dan buat berdirinya harkat, martabat, integritas, serta mutu wartawan Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) membuat ketetapan Kode Etik Jurnalistik PWI. Kode Etik Jurnalistik PWI ini harus ditaati dan dilaksasnakan oleh semua wartawan, khususnya anggota PWI.
Kode Etik Jurnalistik PWI - Kepribadian dan Integritas
- Setiap wartawan harus beriman dan bertaqwa kepada Tuhan nan Maha Esa, berjiwa Pancasila, dan patuh kepada UUD Negara Republik Indonesia. Disamping itu, para wartawan juga harus menjunjung harkat, prestise manusia, lingkungannya, mengabdi terhadap kepetingan bangsa serta negara, dan terpercaya saat menjalani profesi wartawan.
- Kode Etik Jurnalistik PWI selanjutnya nan berhubungan dengan kepribadian dan integritas yaitu wartawan harus bijaksana dan tanggung jawab dalam menyiarkan karya jurnalistik (tulisan dan gambar). Artinya, harus dipertimbangkan layak atau tak layak karya jurnalistik tersebut disiarkan.
Kode Etik Jurnalistik PWI Sebagai Pagar bagi Wartawan
Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ PWI) ditandatangani oleh 29 perwakilan organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia pada 14 Maret 2006.
Kode Etik Jurnalistik PWI memuat tugas dan kewajiban, sikap, serta prinsip dan cara kerja wartawan dalam mencari dan menyiarkan berita. Di samping itu, Kode Etik Jurnalistik PWI pun memuat kepentingan serta hak sumber warta dan publik.
Tugas dan kewajiban, sikap, serta prinsip dan cara kerja wartawan mengambil porsi lebih dari setengah isi Kode Etik Jurnalistik PWI, sedangkan kepentingan dan hak publik secara eksplisit hanya termuat dalam pasal-pasal sisanya.
Akan tetapi, secara tersirat kepentingan dan hak publik termuat dalam seluruh pasal Kode Etik Jurnalistik PWI sebab sesungguhnya seluruh kerja wartawan secara langsung atau tak langsung bersentuhan dengan kepentingan dan hak publik.
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan warta nan akurat, berimbang, dan tak beritikad jelek seperti nan termaktub dalam pasal 1 Kode Etik Jurnalistik PWI jelas menjamin kepentingan dan hak publik.
Publik tentu membutuhkan sikap wartawan nan tak bisa diintervensi oleh pihak mana pun dan tak mencampuradukkan kepentingan pribadi atau kelompoknya dalam mendapatkan dan memberitakan informasi.
Wartawan Indonesia pun harus profesional dalam kerja jurnalistiknya; selalu menguji informasi; memberitakan secara berimbang, tak mencampurkan fakta dan opini nan menghakimi, serta menerapkan asas praduga tidak bersalah (pasal 2 dan 3); tak membuat warta bohong, fitnah, sadis, dan cabul (pasal 4);
Wartawan Indonesia tak menyebutkan dan menyiarkan bukti diri korban kejahatan susila dan tak menyebutkan bukti diri anak nan menjadi pelaku kejahatan (pasal 5); Wartawan Indonesia pun tak menyalahgunakan profesi dan tak menerima suap (pasal 6)
Pasal-pasal lainnya dalam Kode Etik Jurnalistik PWI juga mengatur hal-hal nan berkaitan dengan kerja wartawan. Kode Etik Jurnalistik PWI bisa dikatakan sebagai pagar nan membatasi kerja wartawan agar selalu berada dalam jalur nan benar.
Pokoknya semua nan tercantum dalam Kode Etik Jurnalistik PWI ialah hal-hal nan latif dan bila dilaksanakan dengan baik dan sahih oleh wartawan Indonesia akan memberi andil dalam proses demokrasi di negara kita serta turut serta dalam upaya 'mencerdaskan kehidupan bangsa'.
Kode Etik Jurnalistik PWI - Kepentingan dan Hak Publik
Kepentingan dan hak publik seperti hak tolak, ketentuan embargo, dan off the record tercantum dalam Kode Etik Jurnalistik PWI. Demikian pula pembetulan dan hak jawab. Pencantuman kepentingan dan hak publik dalam Kode Etik Jurnalistik PWI menjadi sangat krusial agar kerja wartawan tetap terkontrol oleh publik.
Kontrol publik sangat diperlukan sebagai konsekuensi logis penguatan masyarakat madani (civil society) seiring dengan berkurangnya peran negara sebagai karakteristik negara demokrasi.
Kode Etik Jurnalistik PWI - Manfaat bagi Publik
Publik akan mendapat kegunaan besar dari pemberlakuan Kode Etik Jurnalistik PWI hanya bila semua insan pers Indonesia, terutama wartawan, melaksanakan Kode Etik Jurnalistik PWI sepenuhnya. Kenyataannya, kita masih kerap menemukan berbagai pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik PWI nan dilakukan oleh wartawan.
Pemberitaan nan hiperbola (over dosage) tentang kasus-kasus pelanggaran susila nan dilakukan oleh beberapa media (terutama media pandang-dengar seperti televisi) dan banyak peristiwa lainnya menunjukkan bahwa masih banyak insan pers nan tak mematuhi Kode Etik Jurnalistik PWI.
Keadaan seperti sekarang memang mudah sebab Kode Etik Jurnalistik PWI memang hanya kode etik nan bersifat internal. Pelanggaran insan pers terhadap KEJ PWI pun hanya dinilai oleh Dewan Pers, kemudian sanksinya diberikan oleh organisasi wartawan atau perusahaan pers nan bisa saja bersifat subjektif.
Jadi, bermanfaat atau tidaknya Kode Etik Jurnalistik PWI bagi publik tetap menjadi pertanyaan nan selalu mengusik pikiran publik.
Kode Etik Jurnalistik PWI - Meningkatkan Kualitas Wartawan
Di indonesia, kualitas para wartawannya dinilai sebagian kalangan masih rendah. Bahkan, penelitian nan dilakukan oleh Dewan Pers menunjukkan bahwa sebagian besar atau 60% wartawan di Indonesia sama sekali belum pernah membaca Kode Etik Jurnalistik PWI. Jika hasil penelitian ini sahih adanya, sungguh sesuatu nan memprihatinkan.
Wartawan nan belum atau tak pernah membaca Kode Etik Jurnalistik PWI, tentu tak memahami anggaran dan batasan saat menjalankan tugas sebagai seorang jurnalis. Oleh sebab itu, PWI harus melakukan pembenahan internal dengan menyusun baku anggaran kerja jurnalis sehingga kualitas para jurnalis di Indonesia semakin maju.