Contoh Sebuah Resensi Fiksi
Menulis Resensi Fiksi
Contoh resensi fiksi nan baik tak akan berisi tentang sinopsis dan pujian kepada sang penulis saja. Seorang peresensi boleh saja memberikan masukan atau saran atas kelemahan sebuah karya. Tetapi memang tak boleh malah mencari-cari kelemahan dan menonjolkan kelemahan tersebut. Kalaupun tak setuju dengan karya tersebut, sebaiknya tak menggunakan kata-kata pedas dan masih berdiri di koridor ‘objektivitas’ secara keilmuan dan keilmiahan. Bila perlu mengatakan apa nan harus dipersiapkan oleh pembaca sebelum membaca karya itu.
Persiapan itu sendiri sebagai penyaring agar apa nan dibaca tak mengganggu konsep dan prinsip hayati nan telah diyakini selama ini. Kata-kata itu sangat krusial sebab kata-kata membedakan karakter seseorang. Kalau kata-kata nan digunakan sangat pedas dalam mengkritik, orang akan mengira bahwa nan membuat resensi mungkin merasa cemburu atau merasa terganggu dengan karya tersebut. Memilih sebuah karya nan akan diresensi memenag hak masing-masing orang nan akan meresensi.
Setiap peresensi niscaya mempunyai maksud dan tujuan sendiri ketika memilih karya tersebut. Dapat saja ia memilih karya itu sebab ia memang suka dengan karya tersebut dan ia konfiden bahwa resensi nan dibuatnya akan dimuat di koran atau media cetak lainnya. Dapat juga pemilihan sebuah karya itu sebab sang penulis ialah temannya atau karya seseorang nan sangat dihormatinya. Sebagai bentuk penghormatan itu, ia membuat resensi buat karya tersebut.
Apapun niat dan tujuan membuat resensi karya apapun, nan harus diperhatikan ialah bahwa resensi itu seperti membuat catatan bagi suatu karya agar orang nan belum membaca memahami sedikit mengenai karya tersebut. Dengan kata lain, meresensi buku berarti memberi opini terhadap sebuah buku nan dibaca. Opini tersebut bersifat subjektif menurut kemampuan si peresensi. Seorang peresensi dituntut mampu menggambarkan kandungan dan isi buku nan diresensi kepada para pembaca.
Sehingga orang nan belum mengetahui sebuah buku bisa tertarik buat membacanya, atau bisa dijadikan sebagai pedoman bagi seseorang nan ingin memiliki buku bersangkutan. Jika resensi ingin dimuat dan ditampilkan di media massa, haruslah buku-buku terbitan terbaru nan dijadikan bahan resensi. Serta jenis buku nan Anda resensi sinkron dengan karakter media massa nan Anda tuju.
Meresensi buku tidak hanya berpengaruh pada taraf skill kepenulisan Anda, meresensi juga menjadi cara efektif menambah finansial penghasilan, mendapatkan banyak buku-buku baru, menjalin link dengan penerbit dan penulis. Tidak sedikit penulis nan ingin dibuatkan resensi buat bukunya. Kalau bukunya diresensi oleh seorang peresensi profesional, biasa pihak media massa akan cepat mengakomodirnya. Dengan demikian, buku tersebut masuk koran dan itu merupakan suatu iklan dalam bentuk lain.
Tentu saja sang penulis harus memberikan bukunya kepada sang peresensi. Tidak hanya penulis, penerbit juga sering ‘meminjam’ tangan pakar seorang peresensi hebat buat membedah beberapa buku terbitannya. Ada harga buat ini. Bagi sang peresensi, ia tak hanya mendapatkan uang dan buku dari penerbit, juga mendapatkan honor dari koran nan memuat resensinya. Hal ini dapat diterima dengan akal sebab memang buat mendistribusikan buku-buku itu juga membutuhkan dana. Kalau tak dipromosikan, bagaimana orang akan tahu tentang buku itu?
Latihan ialah kunci menjadi seorang peresensi nan baik. Suatu saat niscaya akan ada gaya nan khas nan akhirnya menjadi karakteristik tersendiri.
Anda juga sebetulnya sedang berlatih menjadi seorang kritikus. Apakah sama teknik meresensi buku-buku fiksi dan non fiksi? Anda mungkin membutuhkan contoh resensi karya fiksi buat memastikan dimana letak disparitas kedua jenis resensi tersebut. Jangan terlalu banyak memikirkan hal-hal nan belum terjadi.
Kalau ingin mencoba meresensi, lakukan saja. Bila tak memulai, maka tak akan mendapatkan pengalaman. Pilihlah satu buku nan kira-kira memang patut ditelaah. Ciri-ciri buku atau karya nan patut dibedah ialah bahwa buku itu mempunyai kebermanfaatan nan sangat besar bagi para pembacanya. Buku itu bukan sebauh karya jiplakan atau sang penulis tak mempunyai karakter nan baik. Buku itu ditulis dengan kata-kata nan mudah dimengerti. Ilmu nan dihadirkan dalam buku itu ialah ilmu nan baru.
Kalaupun bukan ilmu baru, paling tak buku itu memberikan pengetahuan nan bagus nan akan memberikan inspirasi kepada pembacanya. Buku nan bagus tak harus mahal dan dari penerbit nan terkenal maupun dari penulis nan sudah mempunyai nama. Yang dilihat ialah isi dalam buku dahulu. Kalau penulisnya nan ditonjolkan, pastikan bahwa nama penulis tersebut memang identik dengan nilai-nilai nan baik dan bukan penulis nan mengajarkan sesuatu nan tak baik.
Teknik Meresensi
Secara umum, meresensi buku fiksi dan non fiksi mempunyai teknik nan sama. Tujuan dari meresensi ialah sama-sama ingin menggambarkan kandungan isi buku maupun penampilan buku secara representatif kepada para pembaca. Hanya saja, meresensi buku-buku fiksi mengharuskan Anda menyelami unsur-unsur nan terkandung dalam buku nan Anda resensi. Pengetahuan tentang kesusastraan sangat penting. Penulisan dengan bahasa Indonesia nan standar juga sangat diperlukan.
Tidak boleh menggunakan bahasa gaul atau bahasa ‘status di facebook’. Unsur-unsur tersebut bisa berupa: tema nan diangkat, karakter tokoh, ketajaman konflik, kekuatan latar belakang konflik, setting dan alur, gaya bahasa dan sebagainya. Inilah nan akan dinilai dan interpretasikan kepada para pembaca sebagai bahan pedoman bagi para pembaca buat mengetahui isi dan kandungan novel tersebut. Dari resensi itu pembaca paling tak dapat menebak arah alur dan nilai-nilai nan akan didapatkannya dari cerita tersebut.
Berikut ini ditampilkan contoh resensi fiksi dari bagian isi sebuah resensi. Novel nan dipilih ialah novel nan cukup terkenal dan sudah difilmkan. Temanya cukup menarik dan sangat menyentuh akar permasalahan nan ada di sekitar kehidupan sehari-hari. Kisah ini memang menarik dan perlu disimak.
Contoh Sebuah Resensi Fiksi
Asma nadia kembali menunjukkan ketangkasannya dalam menulis sebuah karya sastra. Emak Ingin Naik Haji merupakan novel buah karya adik kandung dari sastrawan wanita nasional Helvy Tiana Rossa. Siapa nan tidak kenal keduanya? Dua orang bersaudara sebagai sosok-sosok nan aktif di global kepenulisan tanah air melalui sebuah komunitas kepenulis nan cukup akbar di tanah air, Lembaga Lingkar Pena.
Emak Ingin Naik Haji merupakan karya nan terlahir dari rasa ketulusan seorang penulis. Asma Nadia mampu membidik dan mengangkat sebuah tema nan cukup berkesan di hati para pembaca.
Tema nan lain dari pada nan lain. Kalau orang banyak menulis tentang persoalan cinta, harta dan keduniaan lainnya, maka Asma Nadia justru mengangkat tema sederhana nan sporadis terpikirkan oleh kita. Kisah seorang miskin nan memiliki cita-cita tulus buat menunaikan ibadah haji, yakni Emak Zein. Emak Zein ialah contoh seorang tokoh nan cukup berkarakter. Seorang kekurangan nan hayati dengan ketulusan dan doa nan kudus kepada Tuhan.
Emak Zein dan Zein sendiri hayati sabar dengan kondisi nan sulit, meskipun dalam hati Emak Zain membuncah rasa rindu nan teramat buat bisa menunaikan ibadah kudus ke tanah Makkah. Berbagai cobaan datang buat menguji ketulusan niat Emak Zain, sementara Zain merupakan tokoh nan memiliki karakter sangat sayang dengan sang ibu.
Ia pun mencari banyak cara buat dapat meluluskan keinginan ibunya pergi ke tanah Makkah. Namun Tuhan punya cara lain buat menjawab doa hambaNya. Meskipun sempat lolos undian buat pergi haji gratis, namun ternyata Tuhan justru ingin Zein dan Emaknya pergi haji melalui tangan seorang haji kaya raya nan juga tetangganya.
Kisah haru biru keluarga Zein sangat representatif dengan kondisi real masyarakat. Asma Nadia mampu jujur dalam melukiskan kondisi kesulitan hayati masyarakat. Ia tak menipu, sebagaimana sering kita saksikan pada kehidupan glamour nan disajikan di layar sinetron. Inilah potret konkret kehidupan masyarakat Indonesia.