Resensi Buku Dealova
Tulus
Resensi buku Dealova hendak menggambarkan alur kisha nan menarik dari karya nan cukup laris ini. Mencintai denga ketulusan ialah satu nilai nan indah. Ada orang nan akhirnya mendapatkan cinta itu dan berbahagia sebab ia merasakan cinta nan tak bertepuk sebelah tangan walaupun pada awalnya ia tahu hati orang nan dicintainya bukan untuknya. Kenyataannya ialah tak mudah mengalihkan hati kepada orang lain. Apalagi kalau orang nan dicintai ternyata masih ada dan hayati dengan orang lain.
Tidak sedikit orang nan terpaksa menerima cinta dari seseorang nan mencintainya sebab ia tahu bahwa orang nan dicintainya telah memilih orang lain. Daripada ia hayati merana tak mendapatkan cinta, ia berpikir lebih baik dicintai dan berusaha menikmati cinta dari orang nan mungkin belum dapat ia cintai. Bergulirnya waktu belum tentu mampu membuat cinta itu terkikis dan hilang begitu saja dan diselimuti oleh cinta nan diberikan secara bertubi-tubi.
Ketika ia tahu kalau orang nan mencintainya ternyata masih mencintainya dan ternyata mereka berpisah hanya sebab ada komunikasi nan salah, maka cinta itu tidak akan terbendung lagi. Cinta nan tidak dapat dilogika itu akan menemukan muaranya dan mereka akan mengorbankan segalanya demi menyatukan cinta nan sempat retak. Jadi, terkadang cinta itu tidak menemukan titik nan latif ketika hati memang tak mampu menerima cinta.
Perjalanan cinta Karra memang latif walaupun banyak puitis hayati nan membuat air mata membasahi pipi. Cinta terkadang aneh dan tidak dapat menemukan cahaya nan latif di ujung terowongan. Kalaupun akhirnya cinta itu berlabuh, tetapi pelabuhan itu terasa begitu jauh dan terasa tidak berujung. Melihat orang nan dikasihi mencintai orang lain, ketegaran hati benar-benar luar biasa. Ketulusan monoton diuji. Seakan dengan ikhlas mengatakan bahwa akan menerima orang nan dicintai itu apa adanya.
Kesadaran bahwa mungkin sulit melangkah di global tanpa adanya orang nan mencintai, akhirnya membuat dia terjatuh dan pasrah dibawa oleh lautan cinta nan telah lama mendambakannya. Cinta itu memang baik dan akan membuahkan sesuatu nan baik. Kalau cinta tak baik, manusia tak akan terlahir sebab cinta. Cintalah nan menggerakkan manusia dan kehidupannya. Namun, cinta tidak boleh dipuja sehingga menghalalkan segala cara.
Cinta itu kudus dan harus dijaga kesuciannya. Tanpa adanya kesucian, maka itu bukan cinta. Cinta memang membutuhkan pelampiasan. Tetapi pelampiasan cinta itu ialah sesuatu nan menentramkan jiwa dan bukannya nan membuat jiwa gelisah. Kalau jiwa gelisah sebab cinta, niscaya ada nan salah dengan cinta itu. Cobalah renungkan cinta nan tulus kepada orangtua. Cinta itu tak membuat resah namun sebaliknya, cinta membuat bahagia.
Kalau mencintai seseorang tetapi malah membuat hati menjadi gersang dan tak lebih mendekatkan kepada Sang Pencipta nan telah memberikan cinta, maka cinta itu tak baik. Bukan cinta nan latif buat dijalani. Berikan cinta kepada nan halal dicinta, maka cinta itu akan mengayakan dan akan membinarkan kehidupan. Kehidupan nan berbinar sebab cinta akan menjadi sesuatu nan menambah semangat memberikan hati kepada Sang pemberi hidup.
Berhati-hatilah melabuhkan cinta sebab kalau cinta nan tidak baik akan membuat hayati menderita dan merana. Ketika telah menemukan cinta nan membahagiakan, berdamailah dengan jiwa dan katakan bahwa ada keinginan hayati dengan cinta nan latif itu. Lalu balut cinta dengan afeksi nan tulus dan dekatkan selalu ikatan cinta itu kepada dekap keilahian sehingga tak akan goyah oleh debur ombak nan besar sekalipun.
Cinta ialah perjuangan tiada henti. Akan banyak onak dan duri dalam cinta nan perlu disingkirkan. Gejolak cinta ini memang sangat mengguncangkan bila tidak diberi bendungan perasaan kebersamaan. Persatuan nan dirasakan ketika mencinta dan menemukan cinta, akan membuat hati menjadi semakin bersemangat menyongsong cinta nan alin nan lebih besar. Cinta nan membesar inilah nan akan mampu membuat orang membagikan cinta kepada dunia.
Kisah cinta nan latif seperti dalam novel Latar Terkembang atau kisah dalam film Galih dan Ratna, semua tentang perjuangan mempersatukan cinta. Jalan nan kadnag terjal dan berliku harus dihantam oleh banyak bebatuan dan kerikil-kerikil nan menyakitkan hati dan mungkin akan meleburkan cinta sehingga pecahannya mengenai jantung dan merobeknya. Cinta memang terkadang pedih dan tidak dapat dimengerti. Hanya nan benar-benar mencinta nan tidak akan menyalahkan cinta dan tidak akan mengingkari cintanya.
Penulis Dealova
Sebelum membahas lebih jauh tentang resensi Dealova, perlu juga mengenal siapa penulis novel best seller ini. Bayangkan saja, novel Dealova ini sudah dicetak ulang sebanyak 10 kali dan menempati urutan teratas dalam penjualan. Hebat bukan? Suatu bidikan dan pilihan kisah nan cukup menyentuh hati banyak orang. Kisah nan menghanyutkan banyak jiwa. Memang begitu kebanyakan cinta nan diharapkan. Ketulusan dalam masa-masa mencari hati nan belum berlabuh. Fenomena terkadang memang tak sama dengan harapan.
Seperti kisah-kisah nan ditulis oleh Mira W juga berkisah tentang cinta dan ketulusan. Orang tentu sangat ingin mendapatkan cinta nan tepat. Cinta nan membuatnya senang dan bukannya merana. Penulis novel Dealova ini ialah Dyan Nuranindya. Penulis nan lahir di Jakarta pada tahun 1985 ini memang hobi menulis juga menggambar. Selain novel Dealova, Dyan juga telah menerbitkan beberapa novel lainnya seperti Canting Cantiq, Misteri Bintang dan Cinderella Rambut Pink.
Dari resensi Dealova nan diterbitkan oleh penerbit PT Gramedia Pustaka Primer ini, novel ini menyajikan sebuah kisah remaja putri nan tengah mencari cinta dengan tambahan kisah drama, lawak juga sportivitas remaja.
Resensi Buku Dealova
Tokoh primer dalam novel ini ialah seorang gadis cantik nan masih duduk di bangku SMU. Gadis ini selain cantik juga sedikit tomboi dan jago main basket. Gadis itu bernama Karra. Sosok Karra ini digambarkan dengan cewek ABG berambut panjang dengan kuncir dan topi nan inheren di kepalanya pada ilustrasi kover novel Dealova ini.
Karra nan manja dan pintar ini mempunyai seorang kakak laki-laki nan sayang sekali padanya. Kakak Karra nan bernama Iraz ini mempunyai seorang teman nan bernama Ibel. Rendezvous dan taaruf antara Karra dan Ibel membawa cinta di hati Ibel. Namun Karra tak pernah mengganggap perhatian dari Ibel dan mengacuhkannya. Ibel hanya dianggapnya sebagai seorang kakak.
Karra justru tertarik dan jatuh cinta pada sosok lain nan cuek dan pemarah. Dia ialah Dira, cowok nan dikenalnya di lapangan basket. Dira nan cuek dan galak ini menarik perhatian Karra. Walaupun perlakuan Dira pada Karra tak pernah berubah, sebaliknya Ibel nan penuh perhatian dan penyayang padanya, namun Karra tetap memilih Dira sebagai pacarnya.
Dalam resensi buku Dealova ini, romansa segitiga antara Karra, Ibel dan Dira ini memang benar-benar menghanyutkan. Kesabaran Ibel dalam menunggu cinta Karra terbukti saat mengetahui Dira jatuh sakit dan ternyata mengidap kanker otak nan mematikan. Ibel tetap berada di samping Karra dan memberinya semangat hidup.
Akhirnya, Dira pun pergi buat selamanya. Interaksi Karra dan Ibel pun terjalin kembali. Ibel nan penuh perhatian terus memberikan bukti cintanya pada Karra.
Resensi buku Dealova ini memang sangat menarik. Tidak heran novel ini menjadi best seller dan berkali-kali cetak ulang! Kepiawaian penulisnya dalam mengatur setting dengan tema remaja sangat komplit dan dibumbui oleh komedi. Rasanya tak bosan membaca novel nan satu ini. Romansa dengan ketulusan nan tiada bertepi memang menarik dicerna. Pengorbanan demi cinta membuat seseorang melakukan banuak hal buat cintanya. Masih latif dikenang perjuangan itu sebab alurnya menjadi satu penyelesaian nan mempertemukan cinta itu.