Kera Sakti dalam Film
“ Kera sakti
Tak pernah berhenti bertindak sesuka hati
Kera sakti
Menjadi pengawal mencari kitab suci
Kera sakti
Liar, nakal, brutal, membuat semua orang menjadi gempar
Kera sakti
Hanya sanksi nan bisa menghentikannya.”
Ingat dengan penggalan lirik lagu di atas? Ya, penggalan lirik tersebut merupakan lirik lagu versi Bahasa Indonesia dari sebuah film nan cukup fenomenal beberapa tahun nan lalu. Sebuah film nan cukup menjadi kegemaran bagi masyarakat Indonesia. Sebuah film tentang kera sakti nan lincah dan berilmu tinggi.
Film kera sakti ini cukup digemari oleh berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Mereka berusia anak-anak hingga dewasa akan setia menunggu film kesukaannya ini diputar di salah satu televisi partikelir Indonesia. Film kera sakti merupakan film khayal dengan tampilan nan menarik dan penuh dengan adegan-adegan silat khas Tiongkok sehingga mudah buat menarik minat penonton, khususnya penonton dari Indonesia.
Kera Sakti – Dari Novel ke Film
Cerita perjalanan seekor kera sakti nan tersaji dalam film ini sebenarnya berdasar pada cerita novel berjudul Perjalanan ke Barat . Novel nan dalam Bahasa Tionghua bernama Hanyu Pinyin nan kemudian ditransliterasikan ke dalam Bahasa Inggris menjadi Journey to The West ini merupakan sebuah karya sastra kuno.
Novel Perjalanan ke Barat dengan kera sakti sebagai tokoh utamanya ini merupakan karya sastra antik pada masa Dinasti Ming. Pada dasarnya, novel ini berisi tentang mitologi klasik tentang kehidupan. Bahwa kehidupan ialah mengenai kontradiksi antara baik dan buruk.
Penokohan baik dalam novel ini digambarkan oleh seorang rahib nan hayati dari zaman Dinasti Tang. Rahib ini melakukan sebuah perjalanan ke barat buat mengambil kitab suci. Tujuan ke barat nan dimaksud dalam novel ini ialah India.
Novel Perjalanan ke Barat ini ditulis oleh Wu Cheng-en, dan sukses diselesaikan pada pertengahan abad ke-16. Novel karyanya ini menjadi bacaan nan paling terkenal seantero Tiongkok. Sekaligus menjadi salah satu di antara empat karya sastra terbaik Tiongkok bersama dengan tiga novel lainnya, seperti Kisah Tiga Negara, Batas Air, dan Impian Paviliun Merah.
Perbedaan tokoh antara novel dengan film terjadi pada sosok rahib Tong. Rahib nan digambarkan dalam novel bernama Xuanzhang. Sosok rahib Xuanzhang ini dideskripsikan dalam film sebagai rahib Tong. Karakter orisinil dari rahib Tong dinilai bertolakbelakang dengan karakter rahib Xuanzhang nan hayati pada masa Dinasti Tang tersebut.
Dalam novel Perjalanan ke Barat ini, tokoh lain nan ikut diceritakan ialah Sun Go Kong atau kera sakti sebagai murid pertama dari rahib Tong, Tie Pat Kay sang siluman babi, dan Wu Ching siluman air.
Kekuatan si Kera Sakti
Dalam novel diceritakan bahwa rendezvous pertama antara rahib Tong dengan kera sakti terjadi ketika kera sakti tertimpa musibah. Sun Go Kong merupakan kera sakti nan benar-benar sakti mandra guna. Kesaktiannya tersebut ia gunakan buat mengacau dan membuat kahyangan kacau.
Dengan kesaktiannya itu jugalah, kera sakti bernama Sun Go Kong itu arogan dan menganggap bahwa tak ada nan mampu menandingi kekuatannya baik di bumi maupun di langit. Kesombongannya itu berbuah musibah. Kera sakti nan arogan tersebut ditantang oleh Budha Culai-sang Maha Budha. Tidak sanggup memenuhi tantangan tersebut, kera sakti pun dihukum.
Hukuman nan diberikan kepada kera sakti ia harus turun dari atas gunung dan ditimpa oleh batu dalam waktu nan sangat lama, sekitar 500 tahun. Saat kera sakti menjalankan hukumannya tersebut datanglah seorang biksu agung, biksu agung atau rahib Tong mendapatkan wasiat buat mengambil kitab kudus ke barat, dan rahib Tong pun menolongnya. Kera sakti pun menasbihkan dirinya sebagai murid pertama dari rahib Tong tersebut.
Sun Go Kong sebagai kera sakti memiliki bentuk tubuh nan gagah. Ke manapun ia pergi, ia selalu ditemani oleh tongkat kesayangannya. Sebuah tongkat nan diberi nama Ruyi Jingu Bang. Dan apakah ada nan tahu berapa berat tongkat dari kera sakti tersebut? Berat tongkat nan dimiliki kera sakti itu ialah 8, 100 kg. Bayangkan tongkat seberat itu ia perlakukan layaknya sumpit.
Dengan kekuatannya, kera sakti lincah itu mampu mengalahkan pasukan hebat nan datang dari kayangan. Ia juga melengkapi kesaktiannya dengan berbagai mantra nan dapat ia gunakan buat menggerakkan hembusan angin, membelah air, dan membuat semacam lingkatan anti setan.
Kesaktian lain nan dimiliki oleh kera sakti ini ialah ia mampu berjalan dengan sangat cepat. Ia bisa menempuh jeda 54.000 km hanya dengan sekali mengibaskan badannya. Kera sakti ini juga memiliki kekuatan buat berubah atau bertransformasi. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 72 bentuk nan berbeda telah ia kuasai. Tapi bagaimapun ia berubah, ada satu pada bagian tubuhnya nan tak dapat ikut berubah, yaitu ekornya.
Kera Sakti dalam Film
Kefenomenalan novel ini di zaman dan wilayahnya, menyebar hingga kawasan Asia lainnya, dan Indonesia pun terkena imbasnya. Cerita dalam novel ini dibuatkan versi film, dan hasilnya tak begitu jauh berbeda. Film serial kera sakti berhasil dipasaran.
Dalam film serial tersebut diceritakan bahwa Sun Go Kong atau kera sakti tersebut lahir di Cina, disebuah gunung nan penuh kembang dan buah-buahan. Film serial kera sakti penuh dengan berbagai aksen khayalan. Tokoh-tokohnya memiliki kekuatan ajaib nan sama sekali tak masuk akal. Mereka dapat terbang, lari dengan kencang, atau mengeluarkan jurus-jurus andalannya.
Tokoh dalam film serial Sun Go Kong juga bukan hanya kera sakti itu beserta gurunya. Dalam perjalanan mencari kitab kudus tersebut, kera sakti ditemani dua orang temannya nan setia. Mereka juga sama-sama datang dari khayangan dan berjenis siluman. Dua sahabat kera sakti tersebut ialah siluman kerbau dan siluman babi.
Dalam film serial, dua sahabat kera sakti itu memiliki cerita nan berbeda. Diantara mereka berdua, siluman babi memiliki cerita nan paling menarik. Siluman babi bernama Pat Kay tersebut menarik banyak perhatian para penikmat film Sun Go Kong. Ia memiliki romansa nan berakhir tragis.
Ia menjadi siluman babi juga sebab kisah cintanya. Ia menjalin cinta dengan putri dan kahirnya dikutuk menjaid siluman babi. Semenjak dari peristiwa itu, Pat Kay tak pernah senang dalam menjalankan cerita cintanya. Kata-kata nan paling terkenal darinya ialah “cinta, deritanya tiada akhir”.
Keberadaan film serial kera sakti di zamannya cukup menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat Indonesia, terutama mereka nan masih berusia anak-anak. Gerakan-gerakan kera sakti dalam film bahkan seringkali ditirukan. Cerita film kera sakti ini menyelipkan beberapa mitos serta sejarah dalam setiap adegannya, hal itu jugalah nan kemudian menjadi daya jual primer dari film serial kera sakti ini.