Menangkap Suasana dalam Puisi tentang Laut
Menulis puisi ialah berproses kreatif dengan kata-kata. Berkreasi dengan kata-kata, berarti berimajinasi tentang sesuatu hal dan diterjemahkan ke dalam bahasa tulisan. Akan tetapi, kendati berimajinasi, menulis puisi tetap harus berlandaskan pada kenyataan. Pengalaman ialah jembatan antara fenomena dan berpuisi, misalnya pada penulisan puisi tentang bahari .
Imajinasi dalam Puisi tentang Laut
Dalam "Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia", J.S. Badudu menerangkan tentang imajinasi, yaitu hasil olah pikir buat menciptakan sesuatu berdasarkan fenomena atau pengalaman hidup. Dan jika berbicara Puisi Tentang Laut , tentu hal ini akan saling berkaitan.
Menulis puisi tentang bahari tampaknya akan hambar, hampa, bahkan kurang greget jika sang penyair tak pernah melihat laut, merasakan angin laut, menginjak kelembutan pasir pantai, mendengar nyanyian camar, berenang di dalamnya, atau bahkan merasakan sensasi diterpa gelombang saat berada di atas perahu.
Kepekaan dalam Puisi tentang Laut
Di sinilah pentingnya kepekaan seorang penyair akan suasana bahari nan sebenarnya, bukan dari cerita-cerita orang nan belum tentu dapat diterjemahkan dengan baik. Setelah itu, barulah Anda dapat menciptakan puisi tentang bahari nan baik.
Sebuah pulau
Memutih di rambut malam
Keajaiban musim tanpa suara
Terpahat di keheningan
Langit tembagaKeagungan hujan
Dengan sulur-sulur cahayanya
Tersimpan jauh di lautan
Arus besar tanpa riak
Gema tanpa sahutan
Mengendap
Di kedalaman
WaktuAbad-abad angin
Tahun-tahun kabut
Malam-malam murni
Antara kelahiran
Dan kejatuhanKita telanjang
Menghuni pulau karang
Puisi di atas ialah buah karya Acep Zamzam Noor nan berjudul "Usia", nan pernah dimuat pada "Suara Pembaruan" edisi Minggu, 7 September 2003. Kata-kata dalam puisinya begitu biasa. Begitu keseharian. Akan tetapi, Acep sudah mengolah batinnya demikian intens, sehingga kata-kata nan biasa itu menjadi terasa liat, kental, dan tak umum.
Menangkap Suasana dalam Puisi tentang Laut
Inilah keberhasilan seorang penyair dalam menulis puisi tentang laut. Kepekaannya pada suasana laut, ditangkapnya dengan baik. Dan itu pun dapat disandingkan dengan sesuatu nan tidak pernah dibayangkan banyak orang, yaitu usia.
Perhatikanlah diksi-diksi seperti pulau, lautan, arus, riak, angin, dan karang. Semua itu menjadi komplit saat disandingkan dengan perbedaan makna batin sang penyair akan suatu hal nan esensi bagi manusia, yaitu usia. Usia nan tidak pernah mundur ke belakang. Usia nan bisa menyengat manusia betapa hidupnya tinggal sebentar lagi.
Paul Valery ("Mata Pelajaran Puitik dalam Antologi Proses Kreatif", 1983) menjelaskan bahwa puisi ialah tulisan nan mensyaratkan dan memelihara interaksi nan monoton dengan suara nan ada, suara nan bakal terdengar, dan suara nan niscaya terdengar.
Kumpulan Puisi tentang Laut
Mari dalami estetika panorama bahari nan puitis dalam kumpulan puisi tentang laut berikut ini. Puisi-puisi tentang bahari ini diambil dari www.kumpulankaryapuisi.blogspot.com.
LautOleh Kuntowijoyo
menghuni pulau ini kalau bukan pemberani?
Rimba menyembunyikan harimau dan ular berbisa.
Malam membunuhmu bila sekejap kau pejam mata.
Tidak. Di pagi hari kautemukan bahwa engkau
di sini. Segar bugar. Kita punya tangan
dari batu sungai. Karang bahari menyulapmu jadi
pemenang. Dan engkau berjalan ke sana.
Menerjang ombak nan memukul dadamu.
Engkau bunuh naga raksasa. Jangan takut.
Sang kerdil nan berdiri di atas buih itu
adalah Dewa Ruci. Engkau menatapnya: menatap dirimu.
Matanya ialah matamu. Tubuhnya ialah tubuhmu.
Sukmanya ialah sukmamu. Bahari ialah ruh kita
yang baru! Tenggelamkan misteri ke rahimnya:
bagai kristal kaca, nyaring bunyinya.
Sebentar kemudian, sebuah debur
Gelombang nan jauh menghiburmu.
Saksikanlah.
Tidak ada batasnya bukan?
***
Dari Tepi LautOleh Hery Firyansyah
Laut biasanya dilalui kapal
tapi kali ini tidak
juga tidak ada gitar dipetik
di bawah rindang nyiur
pasir jadi bara
di telapak kaki
dan mentari membakar apa saja
yang menentangnya
lambaian nyiur menggapai lunglai
melenggok hampa
kadang-kadang segunduk ombak kecil
datang mengantar riak
kadang-kadang pula sepi
nan datang mencekik
dari tengah laut
aku telah pulang
dan kembali lagi kemari
telah pula datang
mengurai mimpi-mimpi
sebuah teluk tenang teduh
sebatang nyiur lapuk
setia menunggu
pasir berbercak-bercak
putih memanjang menyilaukan
siang malam
riak air asin berlarian
O, laut
bila kau ramah
kau untuk saya terlena
tapi bila kau gila
O, laut
saya tidak mau
bertanya tentang kau lagi
***
Laut SigliOleh LK Ara
Semua keluh kukirim kepadamu
Semua risau kubenam ke lautmu
Rasa kesal dan benci kusampaikan kepadamu
Rasa risi dan takut kuceritakan kepadamu
O, bahari Sigli
Semua derita kutumpahkan kepadamu
Semua rindu kunyanyikan untukmu
Rasa sunyi dan nyeri kukirim padamu
Rasa takluk dan menyerah rubuh ke pangkuanmu
O, bahari Sigli
Izinkan saya memanggilmu
Ibu
***
Ke LautOleh LK Ara
Ia pergi ke laut
Mencari ombak
Mencari kabut
Jutaan helai rambut
Gugur dari angkasa
Dari langit luka
Menerpa wajahnya
Ketika mengaduh
Sebelum rubuh
Jeritnya parau
Ombak pun risau
Menambah gembalau
Kini ia meniti kabut
Membumbung bersama kabut
Ke langit nan kalut
***
Laut TawarkuOleh LK Ara
Di lereng-lereng gunung menujumu
Di atas bus nan menderu
Detak hati kian keras
Kuatir nasibmu
Sore itu
Parasmu diusap senja
Alangkah tenang
Salam sederhana kau ulurkan padaku
Tanpa iringan gelombang
Ataupun pikatan kecipak riak
Pertanda bulan akan mengambang
Dalam sunyi malam
Sebelum fajar
Perahu nelayan lesu
Pulang ke pangkalan
Setelah semalaman direndam dingin
Kulihat baju-baju lusuh
Dan mata diberati kantuk
Jalan nan meliku ke pangkuanmu
Wangi oleh kenangan lama
Kian terasa
Sentuhan riang riak-riakmu
Pada mukaku nan meminati
Jalan menurun ke jantungmu
Lembut oleh siraman embun
Yang menetes teduh
Tanpa suara
Menjamah langkahku
Satu-satu
Kala kuturun ke tepian
Dengan debaran mesra di hati
***
Laut AkhirOleh Isbedy Stiawan ZS
sebagaimana bahari punya akhir: pantai atau muara
dan pada selangkangan bakau,
segala pusat risau
resah dan gelisah di sematkan
tapi bulan ini, nan katamu,
lebih mulia dari seribu purnama
akankah memiliki akhir
mengalahkan umur?
sudah 48 kali purnama!
getar doa
malam-malam ganjil
iktikaf nan gigil
halaman lambung
nan selalu kosong
(ada juga dahaga
nan selalu dijaga)
sepanjang siang
akankah punya akhir?
tapi orang-orang dari jauh
mengenakan baju lusuh
membikin kota penuh
berdatangan dengan
kedua tangan selalu menadah
seperti ia faham
di bulan, nan katamu,
lebih mulia dari seribu purnama
banyak orang murah tangan
melemparkan sedekah
dari setiap tubuhnya
mengalirkan laut
langit merestui
penghuni langit turun
bersama sayap-sayap berkilau
hendak meminangmu
dan getar doa
juga tangan nan menadah
akan pula dibawa terbang
kau tahu ke mana akhir
segala pengembaraan
kalau tidak ke taman-taman
nan dulu sekali ditinggalkan?
beri salam pada malaikat
sebelum bahari sampai ke tepian
akhir segala perjalanan:
pantai atau muara,
juga pada selangkangan bakau:
segala pusat risau
buat dilelapkan….
lalu pantai atau muara
akan membuka halaman
bagi sujudmu selepas subuh
sebelum matahari di kepalamu
benar-benar meluruhkan ubanmu
demikian bahari punya akhir
bulan nan memancarkan
kemuliaan seribu purnama
tidak henti pada pantai atau muara,
bahkan di selangkangan bakau
kau akan mekar
cahayamu menguar
melebihi tahun-tahun usia
getar doa
selalu memanggil-manggil
***
Dulu Aku Minta Mati di LautOleh Isbedy Stiawan ZS
aku ingin lari dari laut
sejak ia tidak lagi
memberi kehangatan
dulu saya minta wafat di laut
dalam gemuruh gelombang
dilempar ke pulau tidak bernama
tapi kini saya berharap di ranjang
kuhabiskan hidupku
dikubur dengan namaku di nisan
aku bukan perenang ulung
sebab itu saya menolak
sewaktu kau mengajakku,
suatu sore kelabu,
dengan penuh rayu
di ranjang saya mau berenang,
kataku dengan rayuan pula,
biar matiku menyediakan
sejengkal tanah buat nisan
yang menulis nama dan kenangan
lalu ilalang membuat cantik istanaku
juga wangi kembang nan selalu meruap
kau tertawa. di bahari pun kita mati
ada nisan nan mengekalkan
nama, katamu. karena karang
sudah lama pula rindu
pada nama-nama
maka marilah ke laut
berenang hingga ke lumut
aku akan menepis maut
jika datang memagut,
lanjutmu sambil melambai
tapi sayang, kumau
ranjang jadi lautan
aku berenang dan terkubur
di bawah nisan
mengekalkan ihwalku
***
Itulah beberapa contoh kumpulan puisi tentang laut nan dapat membangkitkan inspirasi dan khayalan Anda. Kini, saatnya Anda nan menginterpretasikan estetika dan kemistisan bahari dalam puisi tentang bahari protesis Anda sendiri. Selamat menulis!