Isu Untuk Tahun 2014
Orang sering kali berpikir berdasarkan apa isu nan ditiupkan oleh orang lain. Terkadang isu itu sendiri dilemparkan oleh pihak-pihak nan ingin mengadu domba. Kebenaran sebuah isu tak ada, tetapi apa nan telah dilakukan dengan adanya isu itu bahkan kadang kala telah menimbulkan korban nan tak sedikit. Entah siapa nan salah dan siapa nan senang. Yang niscaya ialah bahwa suatu kerugian nan sangat besar ketika kehidupan bertumpuh pada isu nan dihembuskan oleh orang lain. Apalagi kalau hal itu hanya berkaitan dengan isu politik .
Isu nan Merugikan
Mengapa orang begitu ingin tahu tentang segala hal nan menyangkut satu kekuasaan? Keinginan buat berkuasa itu telah menjadi satu karakteristik manusia. Mereka ingin sekali berkuasa. Dengan berkuasa, mereka berpikir bahwa mereka dapat melakukan banyak hal termasuk mendapatkan harta nan banyak. Dengan harta nan berlimpah itu mereka dapat melakukan apa saja termasuk membeli rasa percaya dan kehormatan orang lain. Memang ada nan berusaha menjadi seorang pemimpin nan berkuasa sebab ingin memberikan nan terbaik kepada rakyat, tetapi pemimpin seperti ini sangat sedikit jumlahnya.
Pada saat kekuasaan itu akan diperebutkan, maka akan banyak sekali isu nan dihembuskan. Mulai dari isu SARA hingga isu hitam nan kebenarannya masih jauh dari barah dari panggang. Tetapi apa nan dirasakan orang banyak ialah kemungkinan isu itu memang benar. Emosi akan sangat mudah tersulut sebab isu-isu nan dianggap benar. Betapa dursila dan berdosanya orang-orang nan menyebarkan isu nan tak sahih itu. Kalaupun isu itu tersebar sebab disengaja agar mendapatkan simpati dari orang lain, maka isu itu tetap saja tak dapat dibenarkan. Bagaimana kalau rakyat menjadi marah dampak isu nan dihembuskan itu? Intinya isu itu tak perlu ada.
Berebut kekuasaan boleh asalkan niat mendapatkan kekuasaan itu buat sesuatu nan baik dan indah. Sesuatu nan baik memang harus diperjuangkan. Kalau orang baik tak mau bertarung dalam perebutan kekuasaan, maka siapa nan akan menjadi pemimpin nan baik nantinya. Orang baik itu harus didukung agar pemerintahan dan kekuasaan nan akan diraih direbut oleh orang baik. Niscaya akan sangat mudah bergerak dan melakukan kebaikan manakala pemimpin itu baik. Kalau pemimpin tak baik, pemerintahannya niscaya tak baik. Akan sangat sulit berbicara kebaikan dengan orang nan tak baik. Orang-orang nan telah keluar uang banyak, pastinya ingin uangnya kembali bahkan lebih banyak lagi. Kalaupun ada orang nan ikhlas mendukung satu pencalonan tanpa mengharapkan apa-apa, hal itu tentunya dilakukan buat calon pemimpin nan dipercaya akan melakukan kebaikan. Sayangnya, sangat sulit manunggal dengan orang baik ini sebab mereka ditakuti oleh banyak orang.
Calon Pemimpin Baik dan Tegas, Ditakuti
Apa nan terjadi dengan pencalonan Amien Rais ialah satu contoh sulitnya menjadikan seseorang nan higienis menjadi seorang pemimpin di negeri ini. Ada satu ketakutan kalau Amin Rais menjadi pemimpin bangsa, maka pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi lebih cepat. Orang banyak nan telah diuntungkan oleh gerakan KKN ini niscaya tak mau hal tersebut terjadi. Mereka berusaha menghembusan berbagai isu miring dan membuat satu pencitraan nan bagus bagi calon pemimpin nan sekiranya dapat diajak bekerja sama.
Terbukti akhirnya, SBY memenangkan pertarungan itu. Namun, diakhir detik-detik pemerintahannya, rakyat menjadi saksi kebobrokan partai nan dipimpin oleh SBY. Para motor penggerak partai ini ternyata begitu banyak nan menjadi tersangka korupsi. Hal ini tak hanya terjadi di pusat, tetapi juga di daerah. Satu per satu pucuk pimpinan partai diciduk dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hokum. Orang nan dahulunya dianggap higienis sebab kata-katanya nan memang mencerminkan pemimpin nan bersih, ternyata tidak dapat membuktikan semua nan telah dikatakannya.
Bahkan bintang iklan korupsi nan dalam iklan tersebut dengan tegas menolak korupsi, ternyata ialah seseorang nan telah menjadi pembohong public dan menjadi tersangka korupsi. Isu latif tentang orang-orang nan kini menjadi tersangka korupsi itu memang benar-benar luar biasa. Mereka mampu membohongi diri sendiri. Mereka tampil dengan penuh pesona nan mematikan. Tetapi ternyata apa nan terlihat itu tidak lain hanyalah satu polesan nan diberikan kepada para pelakon anjung sandiwara. Partai nan tadinya ingin menjadi lokomotif pemberantas korupsi ternyata ialah partai nan melakukan korupsi sendiri.
Isu Untuk Tahun 2014
Pemilu 2014 Indonesia buat menggantikan rezim nan dipimpin oleh presiden Susilo Babang Yudhyono masih sangat jauh buat dibicarakan pada saat ini. Tapi berbagai isu politik sudah mulai bertebaran. Bahkan, sejak beliau baru saja terpilih menjadi presiden buat periode tahun 2009-2014. Isu-isu tersebut mungkin sengaja disebarkan agar keadaan politik semakin seru atau tak sengaja disebarkan, itu bukan sesuatu nan berbeda. Isu itu telah menjadi satu santapan nan manis dan lezat sekali bagi orang-orang nan ingin terus bermain dalam lingkar politik.
Isu politik nan sangat kuat terjadi saat penyelesaian kasus Bank Century. Kasus tersebut menyeret dua nama, yaitu wakil presiden, Boediono dan menteri keuangan Sri Mulyani, menjadi target bagi versus politik pemerintah. Saat ini lingkaran politik nan terbentuk di pemerintahan berada pada beberapa partai koalisi, yaitu Partai Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PKB, dan PDI Perjuangan. Hingga saat ini orang-orang nan bermain dalam lingkar uang nan ada dalam kasus Century ini tak jelas dan bahkan semakin kabur. Semangat pengungkapan kasus ini sendiri seakan menguap begitu saja. Ketegangan ketika apakah akan melanjutkan penyelidikan atau tak juga menjadi salah satu warta santer nan ternyata ceritanya tidak berujung ceria.
Semua orang nan terlibat tentu saja tak mau berjalan ke penjara sendirian. Ia niscaya menyeret orang-orang nan ia tahu terlibat. Ternyata mereka lebih mau menghadapi pengadilan Ilahi daripada pengadilan global nan belum tentu adil. Apalagi saat ini. Pengadilan di Indonesia itu penuh dengan kehitaman noda-noda korupsi dan kolusi nan tidak ada ujungnya. Bayangkan kalau buat terlepas dari satu jerat hokum, harganya minimal 30 juta. Itu buat kasus kecil. Kalau kasus besar, harga sanksi dapat mencapai miliaran rupiah. Orang sudah lupa bahwa keberkahan hayati akan hilang sebab keserakahan dan dosa nan dibuat terus-menerus.
Tapi koalisi pemerintahan secara politik tidak terlihat di dewan perwakilan rakyat atau DPR. Hal ini tentunya sangat wajar, mengingat dinamika politik menjadi sesuatu hal nan sangat krusial buat menjaga hal nan dinamakan demokrasi. Puncak demokrasi memang kerap terjadi dengan disparitas pendapat dalam kegiatan politiknya. Jika melihatnya dalam kasus Century tentunya kita tahu bahwa Boediono, dan Sri Mulyani ialah sosok nan sangat jauh dari politik. Mereka ialah orang profesional sinkron di bidang mereka masing-masing. Tapi isu politik nan membuat mereka berdua seakan-akan terpenjara dalam kurungan politik.
Kasus century sebenarnya tak perlu dijadikan sebagai bahan buat isu politik. Karena tema dari kasus Bank Century sangat erat kaitannya dengan kebijakan ekonomi dan ketentuan hukum tentang dugaan adanya dana nan dikorupsi hampir sekitar Rp 6,7 triliun tersebut. Isu ini disebarluaskan oleh para wakil rakyat buat "menguji" kekuatan pemerintah. Tampaknya, isu ini masih akan menjadi sesuatu nan dibicarakan secara lebih terbuka buat memastikan bahwa partai nan berkuasa saat ini tak akan dapat berkuasa lagi. Semoga saja pengganti partai ini nantinya mampu membuktikan bahwa mereka mampu membuat pemerintahan nan higienis nan sesungguhnya.
Kasus Lain nan Menjadi Isu Hangat
Sampai saat ini, kasus Bank Century memang masih berjalan dan dalam proses penyelidikan pihak nan berwajib, seperti polisi, kejaksaan, dan tentunya KPK. Isu politik nan masih panas saat ini nan dapat disimak ada dua hal, yaitu:
1. Pernyataan Presiden Tentang Monarki Yogyakarta
Meskipun banyak kalangan nan mengatakan bahwa "presiden salah kaprah" dalam mengatakan Yogyakarta ialah sebuah provinsi nan menganut sistem monarki. Tapi sebenarnya, ini merupakan sebuah wacana politik nan berkembang sehingga akhirnya memunculkan berbagai macam isu.
Di pemilu 2009 nan lalu Sri sultan selaku raja keraton dan gubernur mencalonkan diri sebagai seorang presiden, dan jangan dilupakan pula Sri sultan sangat dekat dengan beberapa tokoh politk dari partai PDI-P. Hal inilah nan membuat isu politik bahwa presiden SBY sedang menguji calon-calon versus politiknya pada pemilu di tahun 2014.
2. Kasus gayus Si Mafia Pajak
Isu global politik nan masih hangat tentu saja kasus mafia pajak nan salah satu pionirnya ialah Gayus Tambunan. Warta ini masih sangat hangat buat dibicarakan. Gayus dituding pernah bekerjasama dengan salah satu tokoh politik dan bos besar sebuah perusahaan nan menjadi penggerak ekonomi. Kasus Gayus ini juga sengaja didesain buat dibelokkan oleh beberapa kelompok dan oknum-oknum tertentu. Isu ini merambah ke arah politik ketika adanya tudingan-tudingan eksklusif bahwa para mafia pajak tersebut merupakan bagian dari beberapa politik tertentu. Sampai saat ini, kasus-kasus besar di Indonesia kerap dikaitkan dengan isu-isu politik.